Chapter 4

29 2 3
                                    

Aku berdiri dengan canggung. Mr.William belum melepaskan tangannya dari lenganku membuatku merasa seperti seorang pencuri yang hendak kabur.

Perutku terasa melilit. Sebenarnya aku ingin menerima tawarannya, namun rasanya aneh sekali, setelah apa yang kulakukan padanya. Satu menit penuh kami terdiam dan saling menatap dengan pikiran melalang buana.

"Ehm, okay."

Dengan perlahan, seolah enggan, ia menarik tangannya dariku. Karena tidak ingin suasana bertambah canggung, aku melangkah beberapa meter di depannya. Aku tahu ini tidak sopan, mengingat ia seorang CEO disini. Entah untuk satu dan beberapa alasan lainnya, kehadirannya membuatku menjadi kikuk dan salah tingkah. Tapi langkah kakinya yang panjang bahkan mampu menyusulku.

Kupikir kita akan naik taksi, tapi ia malah memanggil sopir pribadinya untuk mengantar kami berdua. Kembali, dengan kikuk aku memasuki kursi penumpang saat sopir pribadinya yang baru ku ketahui bernama Ronald menyilahkanku masuk.

Selama di perjalanan terasa hening dan menyesakkan, karena tak ada satupun diantara kami yang memulai konversasi. Lagipula aku cukup tahu diri untuk tidak bertanya yang macam-macam padanya. Tapi dari sudut mataku pun, aku masih bisa melihat raut khawatir di wajahnya saat ia melihat ke bawah, tepatnya kakiku.

"Kau yakin kakimu baik-baik saja?" aku sedikit terlonjak saat suara baritonnya menginterupsi lamunanku.

"Huh?"

"Kakimu lecet." Aku mengikuti arah pandangannya dan menemukan lecet disana. Well, hanya lecet. Jika ia membuatku keseleo mungkin aku tidak akan memaafkannya.

"Aku baik-baik saja." Jawabku setenang mungkin.

"Apa kita perlu ke rumah sakit terlebih dahulu?" aku gelagapan menanggapi usulannya, astaga! Ia berlebihan sekali.

"Tidak perlu. Aku sungguh baik-baik saja." Aku memberanikan diri untuk melihat wajahnya dan ia mengangguk setelah memastikan bahwa aku tidak berbohong.

Aku tahu ia merasa tidak enak membuatku seperti ini, tapi aku juga lebih merasa tidak enak karena telah membentak dan bersikap tidak sopan padanya.

Mercedess Black S Class miliknya berhenti di Balthazar. Dari namanya saja aku tahu kalau ia membawaku ke restoran Perancis.

Ia memilih meja di ujung ruangan yang kebetulan sepi. Waiter di sampingku menarik kursi untukku dan memberikan buku menu pada kami berdua.

Aku tidak pernah datang kesini sebelumnya. Restoran ini terlalu mewah untuk sekedar makan siang bagiku.

Setelah menimbang-nimbang aku memesan Steak Au Poivre dan Lemonade.

"Anda, sir?" aku mengalihkan tatapanku pada Mr.William yang masih berkutat pada menunya.

"Smoked Salmon dan Chamomile dingin." Setelahnya waiter yang melayani kami melenggang pergi.

Dan tinggalah kami berdua disini. Pandangan kami bertemu lagi dan kali ini aku tidak akan menghindar, atau suasana bertambah canggung.

"Jadi... S.A.J.W itu namamu?" tanyaku memulai obrolan. Entah kenapa aku merasa pria di depanku ini tetap akan diam saja tanpa berniat untuk membuka pembicaraan.

Aku melihatnya tersenyum tipis, "Ya, Sammuel Alexander James William."

"Panjang sekali," celetukku. Uh-oh aku sama sekali tidak berniat menyinggung perasaannya.

"Lalu kau?"

"Huh?"

"Namamu, Miss?"

Love Me RightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang