The Feelings

685K 18.9K 764
                                    


Author

Mobil Jazz berwarna hitam melaju dengan kencang saat si pemilik mobil melihat pintu gerbang SMA Perwira—sekolahnya, sudah ingin ditutup oleh satpam yang memang biasa menjaga sekolahnya.

Suara Mobil tersebut menderu saat berhasil memasuki gerbang Perwira dengan mulus, yang membuat Pak Tirta–satpam, berlari terbirit-birit saat body mobil hampir mengenai tubuhnya.

"Deno! Setiap hari kamu begini bisa buat saya punya penyakit jantung tau, gak!" ucap Pak Tirta, saat melihat Denovano atau yang biasa dipanggil Deno, keluar dari mobilnya.

"Sorry, pak." ucap Deno, lalu berjalan meninggalkan Pak Tirta yang sudah terbiasa dengan sikap Deno yang seperti itu.

Sikap Deno yang selalu memasang wajah datarnya dan hanya berbicara seperlunya.

Deno mulai berjalan memasuki lobby SMA Perwira yang membuat para siswi menggigit dasi mereka saat melihat seorang Denovano kembali datang terlambat dengan santai. Tidak seperti siswa lainnya yang sudah berlari menuju kelas masing-masing dengan panik.

Bagi Deno, sekolah adalah hal yang paling membosankan dan membuang-buang waktu.

Maka dari itu, ia lebih memilih untuk datang terlambat.

Selain siswi yang gigit dasi melihat Deno kembali datang telat dengan santai, ternyata sedari tadi guru piket juga sedang memperhatikan Deno,  "Cuma karena dia anak dari ketua yayasan, suka-suka dia aja datengnya, penampilannya juga kaya gak niat mau sekolah!"gumam guru piket tersebut.

Dan kebetulan Deno yang sedang berjalan di lobby masih dapat mendengar gumaman guru piket tersebut. Deno berhenti berjalan, lalu menoleh ke belakang, "Saya memang gak niat, Miss."ucap Deno sambil melirik guru piket tersebut dengan tatapan datar yang mampu membuat guru piket tersebut terlonjak kaget, lalu menunduk malu.

Deno melanjutkan langkahnya dan menginjakkan kakinya di lapangan. Sebelumnya, mata Deno melihat kesekeliling lapangan untuk menemukan dimana grup atau teman-temannya berkumpul.

Di SMA Perwira, ada 4 grup yang mempunyai pengaruh yang cukup besar di sini. Yang paling mempunyai pengaruh tersebut adalah perkumpulan Deno dkk, yang beranggotakan 4 orang.

Deno, Dimas, Ariz, dan Putra.

Kebanyakan siswa menyebut mereka gank, tetapi tidak untuk Deno. Deno menyebut perkumpulan mereka adalah sahabat, bukan gank.

Yang kedua adalah perkumpulan Deva dkk, yang beranggotakan Deva, Gio, Rian, dan Rizky. Berbeda dengan Deno, Deva malah menganggap perkumpulan mereka tersebut adalah gank.

Yang ketiga adalah Audina dkk, yang beranggotakan Audina, Caca, Alya dan Nera.

Dan terakhir adalah perkumpulan Poppy, cewek yang ngejar-ngejar Deva juga Deno dari kelas X, hingga sekarang mereka menginjak kelas XII.

Grup Poppy selalu bertengkar dengan Grup Audina, satu sekolah juga mengetahui perihal perperangan sengit di antara mereka yang tidak pernah berakhir.

Sama halnya dengan Deno dan Deva, entah apa yang mereka permasalahkan, tetapi satu sekolah juga tau bahwa mereka berdua sudah berperang dingin dari kelas X.

"DENOK!" sapa Dimas dengan semangat saat melihat Deno yang kembali datang terlambat sedang berjalan ke arah mereka.

Mendengar hal tersebut lantas membuat Deno menaikkan sebelah alisnya karena Dimas kembali memanggilnya dengan sebutan tersebut.

"Hobinya telat mulu, makanya lo telat punya pacar, kan!" ucap Ariz sambil menatap Deno yang sudah duduk di bangku lapangan yang biasa digunakan untuk menonton pertandingan.

"Ngomong sama Denok, sampe hari raya gajah juga gak akan di respon, Riz."ucap Dimas, yang dijawab Ariz dengan mengangguk setuju.

Sedangkan Putra sedari tadi hanya menatap Deno dengan penasaran, "Deno, udah siap PR Fisika belum?"

Deno yang tadinya sedang menatap siswa yang berlalu-lalang di sekitar lapangan, seketika menoleh ke arah Putra, "Serius?"

Putra, Dimas, dan Ariz seketika tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi kaget Deno. Hal tersebut lantas membuat Deno mendengus kesal. "Gak sampe hari raya gajah kan, Dim? Buktinya omongan gue direspon!" ucap Putra, yang membuat Dimas mencibir.

"Kembaran lo dateng, tuh!" ucap Dimas, yang membuat Deno menoleh ke arah Alya yang sudah tersenyum cengengesan ke arahnya.

Hal tersebut lantas membuat Deno yakin bahwa ada yang tidak beres dibalik senyum kembarannya tersebut.

"Bang, nanti maukan jemput gue?" tanya Alya, yang membuat Deno menaikkan sebelah alisnya, lalu membuang arah pandangannya—yang artinya menolak.

"Dimas yang jemput mau, gak?" tanya Dimas cengengesan, yang dijawab Alya dengan menjulurkan lidahnya, "Ogah!"

"Pak Tono kan lagi pulang kampung, gak ada yang jemput Alya di mall, bang!" ucap Alya merengek, membuat Deno menghela nafasnya.

"Hm." jawab Deno, yang membuat Alya seketika berteriak heboh, lalu memeluk Deno dengan erat. Pemandangan tersebut tentu membuat para siswi yang berada di sekitar lapangan mendengus kesal melihat Alya yang bisa memeluk Deno dengan bebas.

"Makasih ya! Gue sayang Bang Deno! Ntar gue kabarin jam berapa pulangnya!" teriak Alya yang sudah berlari menyusul teman-temannya yang sedang berjalan untuk menuju kelas mereka.

"Ya ampun, temen-temen kembaran lo memang cantik-cantik, Nok!" ucap Dimas, yang tidak ditanggapi oleh Deno.

"Eh, lo tau gak cewek yang di ujung, yang di sebelah Audina, namanya siapa, ya?" tanya Putra kepada Deno, yang dijawab dengan Deno yang menggedikan bahunya acuh.

"Nanya kok ke Deno. Gue yakin yang namanya Audina aja Deno gak tau. Apalagi kalau lo nanya orang yang di sebelah Audina, tau orangnya yang mana aja udah syukur!" jawab Dimas yang ditanggapi Deno dengan bergumam, "Hm."

"Kan, bener!"

"Tapikan Alya kembaran Deno, otomatis Deno taulah temen-temennya Alya!"

"Ya ampun Tra, kaya gak tau Deno aja! Lo tanya aja siapa Ketua Kelas di IPS-1, pasti dia gak tau!" ucap Dimas, yang membuat Putra dan Ariz sontak tertawa terbahak-bahak.

"Deno, lo tau gak siapa ketua kelas, di kelas kita?"

Dimas seketika memukul kepala Putra dengan gemas, "Anjir, beneran lo tanya?"

"Pertanyaan lo, lucu." jawab Deno, yang membuat Putra, Ariz, dan Dimas lagi-lagi tertawa dengan keras.

"Gue yakin, Deno udah emesh liat kita!" ucap Putra—ketua kelas IPS-1, yang membuat Deno seketika bangkit, lalu berjalan menuju kelas mereka.

"Mati lo, Dim. Deno marah!" ucap Ariz yang sudah berlari menyusul Deno dan diikuti dengan Putra.

Hal tersebut lantas membuat Dimas terdiam seketika, "Denok! Tunggu!" panggil Dimas, lalu juga ikut berlari mengejar Deno dan yang lainnya.

Sebenarnya, Deno bangkit dari bangku lapangan bukan marah karena ejekan Dimas. Tetapi, karena ia malas dan tidak suka saat matanya menangkap Deva, yang menatapnya dengan tajam di sebrang lapangan.

Sedangkan Deva yang sedang duduk di sebrang lapangan, mendengus pelan saat matanya menangkap Deno yang sudah pergi dari lapangan.

"Liat, dia udah ngambil kasih sayang bokap-nyokap, terus sekarang Alya." ucap Deva, yang membuat tangan Rizky terulur menepuk pundak Deva, "Sabar, Dev. Istirahat nanti lo kan masih bisa ngehajar Deno."

Deva mengangguk setuju, "Lo bakalan habis sama gue, No."

****

The FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang