Ich will ihn zurück (aku ingin dia kembali)
***
10 Tahun kemudianAku menapakkan kaki ku di sebuah sekolah dasar. Lagi-lagi aku menghembuskan nafas ku dengan kasar. Ray selalu saja berulah di sekolahnya. Entah siapa yang mengajarnya begitu. Dan lagi-lagi aku selalu di panggil ke ruang guru, karena kebandalannya.
Aku berjalan cepat ke ruang guru. Sampai di ruang guru aku mengetuknya terlebih dahulu. Setelah seseorang menyuruh ku masuk, aku pun membuka pintu ruang guru itu lalu aku masuk. Aku melihat Ray dengan wajah sedikit berdarah di ujung bibirnya. Dia sudah duduk di hadapan wali kelasnya. Bukannya dia menunduk takut tapi dia malah memasang wajah tidak kepeduliannya.
"silahkan duduk bu" aku pun menutup pintu ruang guru ini lalu aku berjalan, duduk di samping Ray.
"Ray kenapa lagi ya bu?" tanya ku sebisa mungkin tersenyum ramah.
Ibu Winda yang mungkin sudah menjadi langganan ku, langganan karena ulah Ray. Bu Winda membalas senyum ku dengan ramah. Aku yakin Bu Winda terpaksa tersenyum pada ku, pasti di dalam hati Bu Winda sedang kesal.
Bu Winda menarik nafasnya lalu menghembuskannya dengan kasar, terdengar sangat jelas kalau Bu Winda frustasi. Frustasi, pasti karena ulah Ray. "Ray menghajar temannya lagi" ucap Bu Winda.
Aku sudah tau. Sudah berapa kali aku mendengarnya. Bahkan dalam sebulan ini sudah 2 kali aku datang kehadapan Bu Winda. Aku berusaha kembali tersenyum ramah pada Bu Winda.
"maafkan saya bu. Saya akan mendidik Ray lagi dengan benar" ucap ku. Kata-kata ku tadi ku yakin Bu Winda sudah menghapalnya. Kata-kata itu lah yang selalu ku jawab kalau aku sudah di hadapan Bu Winda dengan permasalahan karena ULAH Ray.
"saya sudah capek mendengar kata-kata itu bu. Saya harap Ray tidak berulah lagi dan saya harap ini terakhir kalinya Ray berulah" ucap Bu Winda.
Cihh.. dia saja tidak berani mengeluarkan Ray dari sekolah. Yang ada mereka akan rugi, Ray anak yang pintar dalam pelajaran, Ray juga pintar menyanyi dan dia juga bisa bermain alat musik apa saja terutama drum. Ray selalu menjadi juara 1 umum di kelasnya bahkan di sekolahnya. Aku sangat bangga memiliki Ray. Suara Ray juga sangat bagus, dia selalu saja mewakili sekolah kalau ada pertandingan menyanyi ataupun bermain alat musik.
Setelah mendengar ocehan yang sudah ku hapal dari Bu Winda kami pun permisi keluar dari ruangannya. Kuping ku benar-benar sakit mendengarnya. Aku langsung membawanya pulang. Bodo amat masih jam sekolah, aku gak peduli. Aku langsung saja mempermisikannnya.
Sampai dirumah aku menyuruhnya duduk di ruang TV. Aku langsung mengambil P3K untuk mengobatin luka di ujung bibirnya.
"kenapa kau berulah lagi" ucap ku kesal sambil membersihkan luka yang di ujung bibirnya menggunakan kapas yang sudah ku celupkan air.
"aaww... sakit Mutter" ucapnya kesakitan. Tentu saja kesatikan, aku menekannya terlalu dalam, aku kesal dengannya, selalu saja berulah.
"dia yang memulainya Mutter" ucap Ray. Dia, itu pasti temannya yang langganannya berantam. Sudahlah aku menjadi pusing mengingatnya yang selalu berantam di sekolah, gak berantam aja. Ray pun pernah berulah karena tidak sengaja membuka rok teman ceweknya. Benar-benar mengerikan.
"Ray umur mu sudah 10 tahun. kenapa kamu selalu berulah. Mutter capek" ucap ku kesal dengannya.
"capek apa sih Mutter? Capek dengerin Bu Winda ceramahin Mutter? Hahahaa..." ucapnya dengan tertawa. Aku pun ikut tertawa bersamanya. Inilah, aku sangat beruntung sekali memiliki Ray. Dalam keadaan aku sedang kesal saja dia mampu membuat ku tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
{2} My Son (End)
Romance** kalau mau baca cerita ini, terlebih dahulu baca SORRY. Ini season keduanya.** #semogakaliansuka:)