Ify Pov
"Ray, kalau kamu melakukan hal tadi, Mutter akan benar-benar marah" ucap ku berdiri di dekatnya sambil berkacak pinggang di hadapannya.
Dia malah seperti tidak mendengarkan ku. Dia tetap asyik aja menonton TV sambil makan. Dasar anak nakal. Selalu aja membuatku khawatir. Dan selalu saja membuat ku bangga dalam prestasinya di sekolah.
"kenapa sih Fy?" tiba-tiba Via dari belakang ku menganggetkan ku.
"kamu membuat ku kaget Via" ucap ku sambil mengelus dada ku.
Via malah terkekeh. "maaf" ucapnya sambil menyengir. Lalu dia duduk di dekat Ray sambil mengelus rambut Ray.
"kenapa sih dari tadi marah-marah sama Ray" tanya Via.
Aku langsung duduk di seberang sofa satu lagi. Aku menatap Ray dengan kesal. Dia masih saja tidak peduli dengan, tetap aja dia makan sambil menonton TV.
"tadi dia membuat ku khawatir" ucap ku menatap kesal kearah Ray. Tetap aja Ray masih tidak peduli. Ingin rasanya aku mencakarnya, tapi harus ku tahan, tidak mungkin ku cakar anak sendiri, yang ada lecet wajah tampannya.
"khawatir gimana?" tanya Via sambil mengernyitkan dahinya.
"tadi kami di mall lagi beli DVD Devrio gitu. Terus saat di mall ada 2 pemuda artis. Eeh taunya Ray ngilang gitu aja, ngikutin 2 pemuda artis itu. Aku kan khawatir, mana bandanya kecil lagi, susah nyarinya" ucap ku panjang dengan menopang dagu sambil menonton TV.
"Mutter... mereka Devrio dan Raviell. Aku kan ngefans banget sama mereka. Tapi Mutter menarik ku tadi, membuat ku malu" ucap Ray menatap ku kesal.
Idih... anak kecil aja udah tau malu. Dasar bandal. "mana Mutter tau" ucap ku tak kalah kesal.
"kenapa Mutter nggak tau, padahal poster Devrio kan banyak di dinding kamar ku" ucapnya.
Gimana aku tau itu Devrio. Semua poster yang di dinding kamar Ray, pemuda yang selalu berpose tidak memakai baju. Mau nunjukin otot-otot perut mah itu. Sedangkan yang pemuda yang aku temui itu mana jelas wajahnya. Sok keren pakai kacamata segala lagi.
"tau ah. Gak penting menurut Mutter" ucap ku.
Aku menatap Via yang disamping Ray. Sedari tadi dia diam aja saat aku dan Ray bertengkar kecil. Biasanya Via selalu melerai kami kalau bertengkar kecil. Dia seperti orang ketakutan. Aku tidak mengerti kenapa dia.
"kenapa diam aja Vi?" tanya ku padanya.
Dia menggelengkan kepalanya cepat-cepat lalu dia langsung pergi begitu saja. Aku menatap punggungnya semakin jauh. Apa yang salah dengan dirinya.
"Mutter, kalau Mutter lihat Devrio atau Raviell dari dekat, pasti Mutter akan naksir" goda Ray sambil menaikkan alisnya naik turun. Anak ini selalu saja menggoda orang, apa kerjanya menggoda orang. Ku yakin semua cewek di kelasnya tersipu-sipu dengan godaannya yang basi itu.
"berarti kamu mau Mutter nikah lagi?" ucap ku dengan bercanda. Siapa juga mau nikah. Cukup membahagiakan bocah nakal ini, sudah cukup bagiku.
"iya, kalau dengan Devrio atau Raviell" ucapnya dengan menampakkan gigi-gigi putihnya.
"mimpu mu nak, terlalu tinggi. Berharap, artis Devrio atau Raviell itu melamar Mutter, heh? Ck ck ck" ucap ku sambil menggelengkan kepala ku. Ray terlalu banyak berkhayal. Siapa juga yang mau sama wanita tua yang sudah beranak 1. Apalagi artis, idih... bisa aja saat lihat ku mereka langsung minder.
"tapi Mutter-"
"makan" ucap ku langsung pergi kearah dapur, mencuci piring. Dia selalu saja berceloteh walaupun sedang makan.
KAMU SEDANG MEMBACA
{2} My Son (End)
Romance** kalau mau baca cerita ini, terlebih dahulu baca SORRY. Ini season keduanya.** #semogakaliansuka:)