Sing

421 37 0
                                    

Nala tersenyum samar saat menatap penampilannya malam ini. Dia terkesan berbeda. Sangat berbeda.

Jika biasanya dia hanya menggunakan kaos dan celana tiga perempat, menampilkan kesan buluk-nya. Tetapi Nala yang dia lihat sekarang adalah sosok gadis cantik yang baru saja bernyanyi di hadapan penonton.

Menghibur banyak orang lewat suaranya yang merdu, merupakan kebahagiaan tersendiri bagi Nala.

"Ini bayaranmu untuk malam ini. Tadi kamu keren sekali, Nala!" Ucap Dinda, pemilik restoran ini.

Berkat Dinda-lah Nala bisa bernyanyi dan mendapat uang seperti ini. Berawal dari pertemuan mereka di jalan saat Nala mengamen. Dinda yang notabene-nya seorang mahasiswi penggemar musik, langsung tertarik dengan suara merdu milik Nala.

Dia kemudian membawa Nala pergi ke cafe miliknya dan menawarkan pekerjaan kepada Nala menjadi pengisi acara. Tanpa berpikir lama, Nala langsung saja mengiyakan tawaran Dinda.

Lambat laun hubungan mereka kian dekat. Tak jarang Dinda menawarkan bantuannya saat mengetahui kehidupan pelik yang dialami Nala.

"Terima kasih, Kak." Nala tersenyum kepada Dinda setelah menerima amplop berisi bayarannya malam ini.

"Kamu bener-bener nggak mau tinggal sama aku, Nal? Aku sendirian di apartmen. Kalau masalah adikmu, gak masalah. Aku gak pernah merasa direpotkan karena kamu sudah kuanggap seperti adik sendiri." Ucap Dinda dengan tulus.

Dinda merasa kasihan dengan sosok Nala yang hidup sebagai tulang punggung keluarga. Sebenarnya dia sudah menceritakan hal ini kepada kedua orang tuanya, dan pada akhirnya mereka menyetujui permintaan Dinda untuk tinggal bersama Nala dan Nino. Tapi ternyata dengan ramahnya Nala menolak ajakan Dinda karena alasan takut merepotkan.

Nala tersenyum simpul sesaat setelah mendengar ucapan Dinda.

Lagi-lagi Nala merasa bersyukur karena Tuhan masih mempertemukannya dengan orang-orang baik yang ada di sekitarnya.

Tidak menutup kemungkinan, di kota Jakarta yang ekstrem ini dia akan menemui banyak orang-orang jahat yang masuk di kehidupannya. Tapi ternyata Tuhan masih berbaik hati dengan mengirimkannya sosok-sosok penyayang yang mampu menambah semangat hidupnya.

"Terima kasih, Kak. Kak Dinda sudah cukup memberikan aku pekerjaan dan uang, aku gak mau merepotkan Kakak lagi." Balas Nala.

Dinda menghela napas. Selalu saja Nala menolak permintaan tulusnya itu. "Yaudah deh. Salam buat Nino, ya. Hati-hati pulangnya."

"Iya, Kak." Ucap Nala kemudian berjalan meninggalkan Dinda yang masih saja heran dengan sikap gadis itu.

-------

Vanno mengendarai mobilnya dengan kecepatan diatas rata-rata. Lagi-lagi dia merasa frustasi karena tuntutan tugas sekolah sekaligus sikap dari Mirza yang kian lama kian melunjak.

Mau tidak kesal bagaimana, tadi tepat setelah bel pulang berbunyi. Mirza dan sahabat-sahabatnya itu langsung mendatangi Vanno yang masih pusing tujuh keliling dengan ulangan ekonomi yang baru saja dilaksanakan. Tanpa malu, Mirza mengambil dompet Vanno dan mengambil beberapa lembar ratusan ribu di sana kemudian langsung menghilang entah kemana.

"ARGH!"

Vanno memukul stir mobil dengan frustasi. Untung saja saat ini dia sedang berada di perempatan lampu merah, jadi mobil yang ditumpanginya sedang dalam kondisi berhenti.

"Mirza, mau lo apa sih?" Gumamnya sambil menenggelamkan wajahnya di kemudi mobil. Vanno benar-benar pusing sekarang.

Engkau yang sedang patah hati

Sing For YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang