Hari ini seusai pulang kerja, Vanno menyempatkan pergi ke cafe yang sudah menjadi langganannya itu.
Ya. Vanno sudah bekerja. Saat ini dia sedang menumpu jabatan tinggi di perusahaan milik orang tuanya. Haris Group. Dia menggantikan posisi Ayahnya sebagai CEO karena sang ayah memilih untuk menikmati masa tuanya di rumah bersama istrinya yang tak lain adalah ibu Vanno.
Jalan hidup kita berbeda
Aku adalah punk rock jalanan
Yang tak punya harta berlimpah
Dirimu salah
Kutunggu kau kutunggu
Kunanti kau kunanti
Walau sampai akhir hayat ini
Di peesimpangan lampu merah, suara pengamen cilik tiba-tiba terdengar di telinga Vanno. Tak lama, laki-laki itu membuka kaca mobilnya, kemudian memberikan dua lembar uang puluhan kepada anak itu.
"Terima kasih, Pak." Ucap si pengamen terlewat girang saat menerima uang itu.
Vanno menganggukkan kepala lalu tersenyum. Dia lalu mulai melajukan mobil itu kembali ke jalanan. Jika bukan karena Nala, mungkin sampai saat ini dia masih belum bisa mengubah sifat beringasnya itu.
Tak terasa sudah lima tahun berlalu semenjak kejadian itu. Kejadian dimana Vanno berdiri di depan rumah Nala dengan segala penyesalan dan rasa kecewanya.
Kadang dia sering jengkel sendiri saat mengingat masa mudanya yang suka menghambur-hamburkan uang milik orang tuanya itu. Kini Vanno sudah mengerti. Vanno sudah tau betapa sulitnya mencari sepeser rupiah di kota metropolitan ini.
Vanno memarkirkan mobilnya ke tempat parkir. Dia melepas jas dan dasi yang melekat di badannya itu, kemudian menggulung lengan kemeja putihnya sampai ke siku. Tak lama, dia langsung melesat masuk ke dalam cafe.
"Hei, Van!" Sapa Reza, sahabat semasa SMA Vanno.
Vanno melambaikan tangannya singkat, lalu berjalan mendekat menuju kedua sahabat karibnya itu.
"Aduh, gimana kabarnya Pak Direktur? Sehat?" Tanya Arlan, sahabat SMA Vanno juga.
Arlan dan Reza. Mereka tumbuh menjadi sosok hebat di usia kepala duanya. Arlan meneruskan bisnis keluarganya. Sedangkan Reza, dia membuka restoran yang sudah memiliki banyak cabang, kian lama pengunjung di restorannya makin banyak, dan itu membuat Reza kewalahan sendiri dibuatnya.
Vanno terkekeh kecil. "Alhamdulillah, masih sehat." Jawabnya.
"Masih jomblo aja lo, Van?" Tanya Reza kemudian.
"Alhamdulillah, masih jomblo." Vanno terkekeh lagi.
"Lo masih nunggu si Tika Tika itu?" Tanya Arlan sambil memicingkan matanya.
Vanno tersenyum miris. Ya. Dia masih menunggunya. Vanno masih mencari keberadaan Tika-nya. Jujur dia merindukan sosok itu. Sosok gadis pengamen yang mampu menjungkir balikkan hatinya.
"Selagi masih ada waktu, gue setia nunggu kok." Jawab Vanno enteng.
"Selamat malam semuanya!"
Suara merdu terdengar seketika. Ketiga laki-laki itu otomatis menolehkan kepala menuju sumber suara.
Lagi-lagi Vanno harus menelan pil bernama kekecewaan. Setiap dia melihat wanita yang bernyanyi di panggung itu, ingatannya selalu kembali ke masa lalu. Masa saat dimana dia dapat mendengar suara bidadari milik Nala.
Lagi-lagi Nala.
"Ada relawan yang mau benyanyi di panggung ini?" Tawar penyanyi itu kepada penonton.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sing For You
Short StorySuara itu. Suara yang menuntun jiwaku berjalan kepadamu. Suara yang menjadi candu di kehidupanku. Suara yang perlahan membuatku kembali mengenangmu. Pada akhirnya aku menemukan dirimu. Dengan seluruh ragamu yang baru. Menyisakan penyesalan tak ter...