03》 BELUM SEBERAPA

3.9K 538 47
                                    

Ospeks hari kedua tidak semenegangkan saat hari pertama kemarin, menurutku. Tetapi baik Arkara maupun Rara, sepertinya mereka berdua juga akan berpendapat sepertiku.

Kami sudah mulai bisa menyesuaikan diri dengan suasana ospeks. Kami juga lebih tahan dengan seruan keras dari para senior ketika memberikan komando. Kami bahkan tidak lagi mengeluh meski harus duduk di tengah lapangan dan kepanasan di sepanjang siang.

Saat jeda sejenak, kami masih dibiarkan begitu saja berbaris di tengah lapangan. Tetapi kali ini dalam keadaan duduk bersila.

Aku, Arkara, dan juga Rara mulai membuka obrolan. Karena kalau diingat lagi, kemarin kami tidaklah banyak mengobrol tentang satu sama lain. Kecuali saat istirahat makan siang dan setelah sholat.

"Abiyasa, kamu ambil jurusan apa?" Tanya Rara kepadaku. Tak ku duga ia akan bertanya hal itu terlebih dahulu. Padahal tadinya akulah yang berencana ingin menanyakan itu kepadanya.

"Teknik Industri. Kalau kamu?" Tanyaku balik. Jujur aku juga penasaran, karena kami memang belum saling mengetahui jurusan masing-masing. Biasanya identitas itu terungkap saat ospeks jurusan, yang akan terjadi besok dan lusa. Daripada menunggu sampai besok, tidak ada salahnya jika kami saling memberitahu dari sekarang.

Hanya saja aku tidak pernah berharap Rara akan masuk di jurusanku. Mana mungkin ada perempuan secantik dirinya yang berminat dengan teknik?

"Aku ambil jurusan Ekonomi Pembangunan."

Mendengarnya aku langsung terdiam. Berbeda dengan diriku, Arkara yang sedari tadi hanya menyimak, sekarang mulai bereaksi berlebihan.

"Aku juga Ekonomi Pembangunan, Ra! Artinya kita sejurusan!" Ku lihat dari caranya berbicara dan juga tatapan matanya, Arkara tampak begitu antusias.

Tak hanya Arkara, Rara juga sama senangnya, "Serius?"

Arkara tersenyum sambil mengangguk-angguk semangat menanggapi pertanyaan itu.

"Semoga kita sekelas ya, Arka. Senang kalau misalnya bisa sekelas sama kamu."

"Iya, Rara. Aku harap juga begitu."

Baiklah, sekarang aku hanya seorang pengamat biasa diantara rona bahagia kedua anak manusia yang mulai mengetahui arah takdir mereka.

"Kamu sih, Yas. Masuk teknik. Coba ikut aku ke Ekonomi Pembangunan. Bisa bareng-bareng terus kan kita bertiga?"

Ucapan Arkara membuatku berpikir. Apakah aku harus pindah jurusan? Tetapi tidak mungkin. Seharusnya jika aku ingin pindah jurusan, maka dilakukan sebelum daftar ulang kemarin. Dan lagi, aku juga harus menjalani tes ulang untuk menentukan apakah aku layak atau tidak masuk ke jurusan itu.

Ah, sudahlah. Tidak bersama bukan berarti mengalah begitu saja. Ku pastikan tetap berjuang hingga Rara dapat melihat keberadaanku dengan jelas. Jauh lebih jelas dibanding ketika ia melihat keberadaan Arkara.

"Jangan begitu, Arka. Mungkin Abiyasa minatnya jadi anak teknik, kan?" Kata Rara. Sementara Arkara hanya tertawa mendengarnya.

Mereka tidak tahu saja kalau aku sedang memikirkan hal itu cukup mendalam.

***

Di sela-sela istirahat siang, kami dibiarkan kembali beraktivitas untuk meminta tanda tangan kepada para senior dan dosen. Tugas biasa yang sudah turun-temurun bagi siswa bahkan mahasiswa baru setiap kali menjalani masa orientasi.

Gulita di Langit Senja (√)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang