0.4

67 7 0
                                    

Dean duduk seorang diri untuk saat ini, Bina masih harus dirawat dirumah sakit dan mungkin besok baru diizinkan pulang, niatnya pulang sekolah nanti ia akan mengunjungi Bina dirumah sakit.

Seseorang berdiri diambang pintu dan memandang Dean dengan cengiran memuakannya. Devan, dia disana bersama dua temannya, Dodit dan Reza yang sama sama anak X-4.

“Hussss, sini!” Dodit melambaikan tangannya kearah Dean, mengiterupsi jika gadis itu harus menghampiri mereka di pintu depan.

Dean menghiraukan lambaian tangan itu, ia segera menjejalkan earphone kedalam telinganya dan memejamkan mata dengan kepala menyender ke tembok.

Suara decitan bangku membuat Dean langsung membuka matanya kaget, “Ngapain lo?” Dean langsung tersentak saat melihat Devan duduk disampingnya.

“Kita belum kenalan,” Devan masih setia dengan cengiran yang membuat Dean mendesis sebal.

“Devan,” Devan menjulurkan tangannya kearah Dean, ingin rasanya dia berteriak lantang jika ia sudah mengetahui nama lakilaki bandel ini.

“Dean.” Dean memberitahukan namanya tanpa membalas uluran tangan didepannya.

Devan menarik tangannya dengan sedikit sedih, atau lebih tepatnya sok sedih.

“Gue kelas X-4,” Devan kembali bersuara setelah terdiam agak lama.

“Udah tau.” Sebenarnya Dean ingin mengusir Devan dari kelasnya, ia merasa risih dengan tatapan tak percaya dari teman temanya, ditambah Iren yang seperti marah besar saat mengetahui Devan sang pujaan hati mendekati Dean.

“Pergi gih.” Dean berbisik pelan dikuping Devan. Mengusir secara halus yang langsung diangguki Devan tanpa merasa tersinggung sama sekali.

“Dahhh!” Devan melambaikan tangannya dan meninggalkan kelas Dean bersama kedua temannya yang langsung tertawa melihat tingkah memalukan Devan.

♥♥♥

“Devan! Mana pr kamu?” Pak Hasan memeriksa satu satu buku yang tadi dikumpulkan anak muridnya, mencari cari nama Devan yang ternyata memang tidak ada.

“Ya dirumah lah Pak, Pr itu kan pekerjaan rumah dan harus berada dirumah, bukan di sekolah.” Devan menjawab asal dan adu tos dengan Dodit yang duduk disampingnya.

“Itu kalau mengerjakannya Devan! Kamu harus mengerjakan di rumah, bukan berarti buku tersebut juga harus berada dirumah.” Pak Hasan yang terkenal sabar juga bisa langsung naik pitam jika berhadapan langsung dengan Devan.

“Yah, kan saya gak tau Pak,” Devan menundukan wajahnya tanda menyesal, padahal semua penghuni kelas juga tahu kalau itu akal akalan Devan saja untuk mencari simpati Pak Hasan.

“Yasudah, minggu depan bukunya di bawa ya, Devan.” Senyum cerah secerah matahari pagi ini terbit di bibir Devan, ia langsung menyodorkan tangannya kearah Reza, ”Seratus ribu nya gue tunggu pas istirahat,” Devan menyeringai yang malah terlihat menakutkan di mata Reza. Ia kalah taruhan, sial.

“Oh iya Devan, karena kamu tidak mengerjakan pr, silahkan keluar dari kelas.” Dan Reza sekuat tenaga menahan tawanya yang hendak pecah saat melihat ekspresi kaget Devan.

“Seratus ribunya gue tunggu pas istirahat.” Reza menyahut sebelum Devan benar benar keluar dari kelas.

Lakilaki itu menendang bangku Yayan yang paling dekat dengan pintu, membuat sang pemilik bangku sedikit kesal tapi tak berani menyuarakan kekesalannya.

Devan melangkah menuju kantin, berniat bertemu dengan Ajun atau Gugun atau Asep yang biasanya jam jam pelajaran seperti ini berkumpul di kantin, tapi sesampainya disana tak ada satu orang pun di kantin. Sepi.

Dengan langkah gontai Devan memutuskan menuju UKS untuk numpang tidur daripada gentayangan tidak jelas.

Saat melewati Perpustakaan, Devan melihat jika Dean membawa setumpukan buku ditangannya, gadis itu baru saja keluar dari perpustakaan dan hendak kembali kekelasnya.

“Mau gue bantu?” Devan berjalan disamping Dean, menawarkan bantuan yang malah disambut gelengan keras oleh gadis itu.

“Udah gue bantu aja,” Devan merebut paksa semua buku buku dari tangan Dean, membuat sang gadis mendengus kesal dan berjalan mendahului Devan yang ternyata merasa kesusahan karena buku tersebut jumlahnya tidak sedikit.

“Kok ada si guru nyuruh cewek bawa buku segini banyak, gue aja keberatan apalagi elo.” Devan mengoceh dan mencoba mengejar Dean yang lebih dulu berjalan didepannya.

“Ini dibawa kekelas?” Devan kembali bersuara saat tak mendengar sahutan dari Dean.

“Eh, bagi dua dong. Berat.” Dean menghentikan langkahnya dan kembali merebut semua buku buku tadi dari tangan Devan, lalu melangkah menjauh dari hadapan lakilaki itu, sebelum pergi Dean sempat bergumam yang mampu membuat Devan terkekeh geli: “Kalo gak niat bantu ya jangan sok sok jagoan mau bantu, cowok kok letoy banget, ngakunya tukang tawuran tapi disuruh bawa buku segini aja udah ngeluh!”

♥♥♥

“Seratus ribu mana?” Reza kembali menyodorkan tangannya kearah Devan yang tengah terduduk lemas di kantin.

“Nih,” Devan memberikan selembar uang berwarna merah yang langsung disambut baik oleh Reza, Dodit yang duduk disamping Reza langsung memepet mepetkan duduknya kearah lakilaki itu, “Traktir Za,” Dodit memasang senyum menjijikan yang membuat Reza bergidik takut, “Alah, tadi aja lo ngedukung si Devan, giliran gua yang menang baek baek in gue lo.” Reza menjitak keras keras kepala Dodit. Sedangkan yang dijitak tak merasa marah sama sekali, malah semakin mepet mepet.

“Ayo Za, traktir,” Reza mengabaikan rengekan Dodit, kepalanya menengok kearah Dean yang duduk dibangku belakang Devan seorang diri, ia segera mencolek kepala Devan yang tengah memasukan kepalanya dilipatan tangan, “Dev, Dean tuh.” Devan langsung menaikan kepalanya dan menatap Reza dengan tatapan ‘Mana?’

“Belakang lo,” Devan menengokan kepalanya kebelakang yang langsung menyajikan pemandangan wajah manis Dean yang tengah memakan mi instan seorang diri.

Dengan gerakan cepat, Devan langsung pindah tempat duduk disamping Dean, membuat cewek itu terkaget kaget karena tindakan tiba tiba Devan. Sedangkan dibangku yang tadi didudukinya bersama Dodit dan Reza mulai terdengar gumaman keras dari Dodit, “Giliran cewek aja, cepet lo!” Devan hanya melototkan matanya kearah Dodit tanda ‘Awas lo!’

“Gak baik makan mi instan, kan banyak makanan yang lebih bergizi.” Devan menumpukan tangannya di meja dan memandang Dean yang tidak merasa terganggu akan kedatangan Devan.

“Gue beliin Bakso ya,” Devan hendak bangkit dan melangkah menuju penjual Bakso, tapi tangan lembut Dean menahannya, “Apaan si lo, gak usah!” Dean meminum es tehnya dan berdiri hendak kembali kekelas, mengabaikan Devan yang memandang kepergian gadis itu dengan disertai helaan napas panjang, lalu terdengar tawa meledak dari Reza, “Mimpi apa gue semalem, Si Devan yang digilai kakak kelas ditolak mentah mentah!” Reza berbicara disela sela tawanya, sedangkan Dodit hanya nyengir tanda gak mau cari masalah sama Devan.

“Balikin duit gue!” Devan mengucapkan kata kata mematikan yang membuat Reza langsung ngacir pergi dari kantin, Devan hanya mendengus dan menatap Dodit dengan senyum ramahnya, “Karena lo gak ketawain gue, lo boleh makan apa aja. Gue traktir!” Penuturan Devan mampu membuat Dodit loncat loncat kegirangan, dia langsung melangkah menuju penjual nasi uduk dan memesan satu porsi penuh.

♥♥♥

DeandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang