Nama: Mario Arjuna Soedjono
Umur: 23 tahun
Pendidikan: Master Business of Administration from Columbia University
Status: 404 not found
*****
Seharusnya saat ini Mario sedang menikmati musim dingin bersalju dibawah langit kota New York ditemani segelas cokelat hangat dan aroma kue yang menguar, tak lupa nyanyian natal dari penyanyi jalanan yang mengiringi langkahnya dari satu subway ke subway lainnya. Tetapi kenyataannya ia harus kembali ke kota kelahirannya atas permintaan Ibunya yang—selalu—merengek setiap ia telefon.
Mario menekan bel rumahnya beberapa kali dengan tidak sabar, mengapa tidak ada yang membukakan pintu untuknya sih? Pelayan yang melihat wajah masam Mario langsung menundukkan kepalanya hormat.
"Ma-maaf Tuan saya tadi sedang—"
"Sudahlah, ambil ini." Mario menyerahkan kopernya ke pelayan tersebut bersama dengan mantel super tebalnya yang basah akibat kehujanan. Bulan desember di Jakarta memang diwarnai hujan lebat dan ia sangat menyesal mengenakan mantel super tebalnya itu.
Pelayan tersebut sedikit terkejut menerima mantel Mario yang sudah basah oleh air hujan. Pria itu berjalan melewati pelayan tersebut yang mengikutinya di belakang. "Kok Tuan tidak bilang-bilang mau datang? 'Kan Tuan bisa menelefon rumah sehingga supir yang menjemput Tuan di bandara dan juga Tuan tidak perlu naik taksi sampai Tuan kehu—"
"Dimana Mom dan Paps?" potong Mario.
"Ah Tuan tidak tahu ya? Tuan besar dan nyonya 'kan sedang ada urusan kerja jadi mereka pergi ke Shanghai."
Desahan pelan keluar dari bibir Mario, bagaimana bisa Ibunya merengek memintanya pulang sementara Ibunya bersama dengan Ayahnya malah dengan santainya pergi ke Shanghai tanpa memberitahunya? Mario melirik kearah pelayan yang masih menatapnya dengan tatapan polosnya itu dengan kesal, ia mengangkat tangannya menyuruh pelayan itu pergi.
"Mengapa kamu masih ada disini? Cepat cuci mantelku dan letakkan koperku di kamar."
"Ba-baik Tuan."
Mario berjalan menuju ruang keluarga begitu mendengar suara bising yang ditimbulkan darisana, ia menemukan kedua adiknya yang tengah bermain konsol game dengan serius. Aga dengan gaya aneh-aneh yang tidak Mario mengerti dan Reon yang memasang wajah datar nan serius seperti biasa.
"Ehem."
Dehaman Mario membuat Aga menoleh sehingga pria itu mengalami kekalahan dari Reon. "AHHH! No way!"
Aga membanting konsol game-nya dengan kesal sementara Reon meletakkan konsol game yang ia gunakan ke tempatnya semula dengan santai. "Pokoknya yang tadi itu bukan hasil akhirnya ya, Re. Gue belom kalah dari lo."
"Kita udah mainin game ini selama 3 kali berturut-turut dan lo kalah, kak."
"Yang tadi pokoknya enggak dihitung! Itu 'kan karena kak Mario yang ngagetin gue jadi itu enggak masuk hitungan, oke?" ngotot Aga.
"Ya itu mah salah lo kenapa pakai acara nengok pas kak Mario dateng. Sudah kalah saja masih ngelak," cibir Reon.
"Kok jadi lo yang nyolot sih? 'Kan kenyataannya memang begitu! Lo ini kapan sih enggak semena-mena ke gue?" balas Aga tak kalah kesal.
"Sudah, sudah! Kalian ini tidak bosan apa bertengkar terus?" lerai Mario.
Reon yang hendak membalas perkataan Aga segera bungkam sementara Aga melirik kearah Mario sebentar lalu memutar tubuhnya kearah Mario, bersiap mendengar ceramahan pria itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Me and Mr. Perfect
Romance(SUDAH DITERBITKAN DAN DAPAT DITEMUKAN DI TOKO BUKU TERDEKAT) [The Marriage Contract Series 1] Tampan. Kaya. Muda. Itulah 3 kata yang menggambarkan sosok Michael Veron Soedjono yang super sempurna. Setiap kaum hawa yang melihatnya pasti akan jatuh...