Chapter Fifty One - Day 94

841 93 3
                                    

Setelah sekitar 20 menit duduk di belakang Louis, akhirnya kami sampai di depan apartemenku. Louis tidak berubah sama sekali. Dia masih tipikal yang jahil dan menyebalkan. Contohnya, tadi aku tahu kalau Louis sengaja menginjak gas pada motornya agar aku dengan refleks memeluknya dari belakang. Oh, please. Hal itu sudah merupakan hal yang basi dan terkenal di mana-mana jika seorang laki-laki ingin modus kepada perempuan. Namun aku tidak memeluknya dari belakang, tentu saja. Sebaliknya aku malah menahan tubuhku dengan mencengkram bahu Louis yang membuatnya kesakitan. Take that, you fucktard.

Aku mengucapkan terimakasih yang simple pada Louis, kemudian langsung masuk ke dalam apartemenku. Di dalam lift, aku menghela nafas berat dan kemudian mencoba untuk mencerna apa saja yang terjadi hari ini.

Oke, pertama, Niall mengajakku ke sebuah club, dia mabuk karena Lydia dan dia mencoba untuk menciumku. Setelah aku menendang bagiannya, dia pun sadar dan ternyata dari dulu dia memang memiliki niat untuk menciumku. Jadi, selama ini Niall mendekatiku dan sok ramah seperti itu agar dia bisa menciumku? Sumpah, Niall yang aku temui di Nando's itu sangatlah polos dan lucu. Apa kemampuan beraktingnya sehebat itu?

Kedua, tiba-tiba Louis datang dan menyelamatkanku dari ciuman Niall. Aku tidak tahu jika aku harus berterimakasih atau marah padanya. I mean, dia tidur dengan mantan pacarnya saat dia masih berpacaran denganku. Tapi apa yang dia lakukan di London? Bukankah dia bersekolah di Manchaster? Ya Tuhan, sekarang aku ingin menemuinya lagi dan menanyakan semua pertanyaan yang ada di kepalaku padanya.

Ketiga, entah pandanganku yang salah karena motor Louis berjalan sangat cepat atau itu memang benar-benar nyata, aku melihat mobil Harry di sebrang club itu. Dan sampai sekarang dia tidak menghubungiku. Oh, atau dia telah menghubungiku? Aku tidak membuka ponselku dari tadi.

Aku pun membuka tas kecilku kemudian mengeluarkan ponselku. Tidak ada notification. Oh, betapa ramai ponselku ini. Aku menghela nafas kemudian kembali membongkar tasku untuk mencari kunci apartemenku.

"Ugh... Di mana kunci apartemenku?" Aku mengeluarkan semua isi tasku, namun tetap saja tidak ada tanda-tanda kalau kunci apartemenku ada di sana.

Aku mengumpat dalam hati. Entah terjatuh di mobil Niall atau saat berkendara dengan Louis.

Karena terlalu tertekan dengan keadaan saat ini, aku tidak bisa berfikir jernih. Terlalu panik karena kunci apartemenku hilang, terlalu kecewa pada Niall, terlalu benci dan penasaran pada Louis. Aku hanya bisa terduduk di depan pintu apartemenku sendiri, dan membenamkan wajahku pada kedua lututku yang ditekuk

Apa aku harus menghubungi Harry?

Tidak. Aku sudah banyak merepotkannya. Lagian, aku juga takut kalau mobil yang aku lihat itu benar mobil Harry. Jika iya, dia pasti akan marah karena aku pergi bersama Niall.

Aku mengumpatkan kata-kata kasar di dalam hatiku. Jika aku mendengarkan Harry dari awal, semua ini tidak akan terjadi. Niall tidak akan mencoba untuk menciumku. Aku tidak akan bertemu Louis.

"Oi, JJ."

Aku mendongakkan kepalaku dan melihat Louis. This fucktard won't leave me alone, will he?!

"Apa maumu sekarang, Louis?" Nada bicaraku datar dan tatapanku tajam padanya. I've got enough shits to deal with today.

"Err.. Kau kenapa?" Wajahnya tampak bingung melihatku terduduk di depan pintu apartemenku sendiri.

"Apa pedulimu?"

Louis bungkam. Suasananya mendadak canggung. "Umm.. Ini.. Tadi benda ini terjatuh saat kau turun dari motorku."

Kunci apartemen! Dengan cepat dan penuh harap aku mendongak dan melihat benda apa yang dipegang Louis.

Harapanku hancur begitu melihat gantungan kunci yang berupa seekor gajah yang terbuat dari kayu-- gantungan kunci itu sudah agak hancur sekarang. Aku mendapatkannya dari Harry, beberapa pekan lalu saat kami pergi ke kebun binatang.

HARRYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang