Chapter 1: "Roxanne Malloty Johnson?"

636 6 0
                                    

Jauh di ketinggian sana, seorang gadis berambut cokelat tembaga dengan mata biru kehijauan-nya menatap keadaan sekolah yang sangat ramai dipenuhi ratusan anak-anak yang sedang menghabiskan waktu istirahat mereka. Anak-anak? Ya, mereka tak pantas disebut siswa. Mereka jahil. Sangat sulit membedakan mana yang masih playgroup dan mana yang sudah SMA jika saja manusia diberi ukuran tubuh yang sama oleh Tuhan. Tapi walaupun begitu, gadis itu tetap menyukai sekolah ini –tepatnya pohon yang ia panjati kurang lebih 10 menit yang lalu-

Matanya menelusuri penjuru sekolah dari atas sana. Ranting-ranting pohon lengkap dengan daunnya menjadi bingkai penglihatannya. Ada beberapa daun yang bergetar, namun sedetik setelahnya langsung jatuh dan melayang. Sudah 17 hari musim gugur di kota ini berlangsung. Hawa dingin seakan menggores permukaan kulit.

Penglihatannya menangkap beberapa silhuet. Sebagian anak ada yang memasuki Gymnosium –gedung olahraga-, sebagian lagi ada yang duduk-duduk di bangku panjang di depan perpustakaan, dan ada juga yang asyik bercanda ria di taman sekolah yang diselimuti oleh pasukan rumput hijau yang lembut, ntah apalah yang mereka bincangkan. Mungkin mendiskusikan para lelaki? Biasanya anak gadis selalu begitu. Menceritakan keluh-kesah hubungan mereka dengan para kekasih hati kepada teman-teman nya. Lagi-lagi cinta.

Cinta?

Ya, tak ada yang bisa mendeskripsikan apa itu cinta. Terkadang orang –remaja kebanyakan- dengan mudahnya mengatakan cinta atau mengakui bahwa ia telah jatuh cinta pada seseorang. Tapi apa yang sebenarnya yang mereka rasakan?

Bagi gadis itu, cinta adalah tahap paling tinggi dalam suatu hubungan, dimana tahapan sebelumnya seseorang harus bisa merasakan suka kemudian sayang, lalu yakin, dan yang terakhir..... ya itu. Cinta.

Lupakan.

Sorot mata gadis berkulit kuning langsat itu masih betah menyapu setiap tempat yang ada di sekolah ini sampai pada akhirnya matanya berhenti saat pintu Gymnosium terkuak dan menghadirkan sosok lelaki berambut pirang mengenakan varsity dengan hurup B tercetak besar di bagian dada kirinya. Well, lelaki itu tampak biasa bagi gadis yang kini merubah posisinya menjadi bersandar di batang pohon yang sangat kuat dan tua itu.

Namun, yang membuat gadis itu mengkerutkan dahi dan segera menyumbatkan telinga adalah teriakan para gadis saat lelaki berambut pirang dengan tubuh semampai itu melewati hamparan siswi yang sedari tadi sibuk dengan ‘cerita’ masing-masing. Mereka berteriak memanggil nama laki-laki tersebut, nyaris seperti histeris. Astaga apa yang mereka lakukan?

Oh ,’ritual’ itu lagi benak gadis itu seraya menyipitkan matanya dan melihat ada kedua sahabatnya, Theresa dan Alexa disana, ikut berteriak memanggil nama laki-laki itu. Namun teriakan yang paling mendominasi adalah teriakan Alexa. Gadis itu selalu memuja laki-laki yang menurutnya tampan, dari yang rumahnya satu kompleks dengan rumah Alexa, freshman hingga senior Highest Hills, sampai aktor-aktor Hollywood ternama seperti Logan Lerman, Andrew Garfield, dan yang lainnya. Namun diantara semua yang ia puja, tak ada satu pun yang ia dapat. Alexa yang malang.

Mata biru kehijauan itu tetap terjaga dalam pandangannya.“Kelebihan dari Laki-laki itu apa? Aku heran dengan mereka semua. Bisa-bisanya mereka berteriak sebegitu histerisnya.” Celotehnya. “Seharusnya mereka menyimpan teriakan untuk digunakan setelah selesai mendengar pengumuman hasil ujian matematika yang akan dipampang di papan informasi siang ini, atau pun untuk menyambut liburan musim panas tahun depan. Bukannya membuang untuk hal yang sama sekali tidak penting.” Dia menukar posisi nya lagi, sekarang ia duduk dengan kaki berayun. “Kurasa mereka akan berteriak lebih histeris lagi kalau aku mematahkan leher laki-laki itu.” Dengus Roxanne, dan bibir mungilnya tak henti mengomel hingga laki-laki itu berhasil keluar dari kerumunan para gadis yang berpotensi mengubah oksigen menjadi karbondioksida dan lama kelamaan kerumunan tersebut perlahan-lahan menipis hingga menyisakan beberapa debu.

Symbiosis MutualismTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang