Chapter 5: Two Doors

115 7 6
                                    

Sinar matahari pagi diam-diam menembus kaca jendela kamar Roxanne yang terbuka sedikit dan membakar kedua kelopak mata Roxanne yang pada akhirnya membuat manik mata berwarna biru kehijauan itu tampak begitu indah ketika terbuka. Waktunya bangun batinnya, tatkala gadis itu bangkit dari bed cover-nya yang berwarna biru tosca dan bermotif bunga sulur itu. Rambut cokelat pasir nya masih dibiarkan tergerai sehingga tampak berayun ketika tubuhnya membawa dirinya menuju kamar mandi.

Dia mencuci wajahnya. Menggosok gigi. Berkumur. Memakai facial foam. Dan melakukan apa saja yang biasa dilakukan manusia pada pagi hari –setidaknya untuk hari sekolah-

Roxanne menatap pantulan wajahnya di cermin. Lantas mendesah frustasi. Satu hari lainnya memasuki sekolah dan bertemu si brengsek itu. Sejujurnya ia kalut. Ia takut. Ia masih terniang-niang ribuan mention yang didapatinya kemarin.

“Apa mereka akan menyandera ku? Tidak. Tapi jika iya, apa aku akan disiksa oleh mereka dan dibuang ke dasar jurang yang dalam?” memikirkan hal itu membuat Roxanne seolah-olah dirinya adalah aktris di film-film aksi yang sangat menyedihkan.

Bodoh umpatnya. Ingin rasanya gadis itu menertawai dirinya yang ketahuan sedang memikirkan gagasan bodoh seperti tadi. Lebih baik dia lupakan itu semua dan bergegas menuju sekolah.

***

Justin Bieber memarkirkan SUV-nya di area parkir khusus siswa. Setelah mobil pemberian ayahnya itu benar-benar berada di tempat yang seharusnya, laki-laki itu keluar dari mobil dan berjalan menuju ruang kelasnya. Hari ini adalah kamis. Block day.

Block day berbeda dengan hari biasa yang setiap satu jam pelajaran kira-kira berlangsung selama lima puluh menit,  kalau Block day hanya ada tiga mata pelajaran yang tiap mata pelajaran kira-kira berlangsung selama dua jam. Dan hari ini dia berturut-turut memasuki kelas Kalkulus, Sejarah, dan yang terakhir Biologi.

Langkah kakinya berjalan dengan amat berirama. Dia menyapa setiap gadis yang dia lewati dengan senyuman khas-nya seraya menampakan deretan giginya yang rapih itu. Sesekali ia mengedip pada siswi yang terlihat hot hari ini. Oke, itu bisa masuk dalam daftar gadis ku selanjutnya. Ucapnya berspekulasi pada dirinya sendiri. Dan mengenai Emily, gadis itu dan dirinya sudah benar-benar mengakhiri hubungan mereka. Jelas sekali Justin Bieber adalah seorang players kelas kakap. Ah, kau pikir ini penjahat?

Dia terus berjalan hingga menemukan kelas Kalkulus yang berada tepat di samping kelas Ekonomi. Pintu masuk keduanya berada di sisi yang sama, sehingga ramai sekali yang bergeremul disana -baik itu siswa kelas kalkulus maupun ekonomi-

Siswa-siswi masih berlalu-lalang di lorong sekolah. Berjalan menuju kelas mereka masing-masing. Justin baru saja akan memasuki kelas jika saja matanya tidak salah menangkap batang hidung gadis yang mempermalukan dirinya kemarin siang sedang  memasuki ruang kelas Ekonomi. Justin tersenyum mengejek pada Roxanne. Gadis itu membalas dengan tatapan ‘apa kau?’ dan melotot pada Justin sedetik setelahnya. Kemudian menghilang di balik keramaian siswa.

***

“Apabila satu macam faktor produksi ditambahkan terus menerus penggunaannya, sedangkan faktor-faktor produksi lain tetap, tambahan output yang dihasilkan akibat ditambahnya tiap satuan factor produksi tadi mula-mula akan meningkat, namun kemudian akan terus menurun. Kalian perhatikan tabel peningkatan produksi dengan salah satu faktor produknya tetap sebagai berikut.” Guru yang mempunyai nama pena Mrs. Leroye itu sedang menjelaskan mengenai hukum keterbatasan peningkatan produksi dalam lingkup ekonomi kepada setumpuk siswa yang ada di hadapannya saat ini. Ini sudah kurang lebih satu setengah jam berlangsung dan sudah membuat gadis berambut cokelat pasir itu mengerang saking bosannya pada pelajaran ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 15, 2013 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Symbiosis MutualismTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang