Derap langkah kaki terdengar di penjuru lorong sekolah. Laki-laki berambut cokelat gelap itu sedang berdendang gembira. Entahlah, mungkin dia mendapatkan nilai A di pelajaran matematika? Atau berhasil mengumpulkan ‘berita’ seperti biasanya?
Laki-laki itu melewati loker-loker yang berbaris di kanan kirinya, sambil tetap mendendangkan lagu yang tidak jelas judulnya itu. Dia terus berjalan sampai pada akhirnya ia mendengar suara di dalam toilet pria sedang berbicara.
Sudah melekat dalam jiwa nya untuk menjadi seorang penggosip dan menjadi ‘intel’nya mading sekolah. Untuk menunjang ‘karir’nya laki-laki itu lantas menempelkan telinganya ke pintu toilet pria.
“Ya aku tahu. Anyway dude, ku dengar dari Valerie, tadi di kafetar----”
“Dia benar. Ada seorang gadis yang mempermalukanku.”
“Apa kau punya rencana?”
“Ada.”
Itu adalah suara Justin dan Tommy. Batin laki-laki itu. Dia sangat hafal jenis suara siswa-siswi yang ada di sekolah ini. Itulah bakatnya.
Kupikir ini adalah saatnya mengumpulkan berita.
Laki-laki dengan celana berwarna biru dongker itu lantas mengambil alat perekam yang setiap hari berada di sakunya dan menaruhnya di mulut pintu yang sedikit terbuka.
“Aku punya rencana untuk membalas Roxanne.”
“Benarkah? Apa itu?”
“Johnson. Gadis itu akan kutaklukkan. Aku akan mempermainkan hatinya. Membuatnya sakit hati, rapuh, dan gila karena ku.”
“Kau adalah ahlinya, dude.”
Klik.
Fredrick Allison bergegas dari tempat itu.
***
“Aku pulang.” Ucap Roxanne saat dirinya sudah sampai dirumah. Ia melepaskan sepatunya dan menenteng sepasang hiasan kaki itu menuju kamarnya. Gadis itu menaiki tangga yang menghubungkan ruang tengah dan lantai atas. Terdapat empat pintu disana. Yang pertama tentu saja kamar Roxanne, lalu di sebelahnya kamar adiknya, dan di sebelahnya lagi kamar tamu, lalu satu pintu yang terpisah itu adalah kamar mandi.
Kamar tidur orang tua-nya ada dibawah. Tepat di sebelah pintu garasi. Tuan dan nyonya Johnson memang sengaja menempatkan kamar mereka disana, karena mereka bisa mendengar kendaraan yang baru saja memasuki garasi. Mungkin mereka mengantisipasi agar kedua anak mereka tidak akan pulang larut malam. Karena tentu saja akan ketahuan. Dan mereka akan dengan mudah memberikan kedua anaknya sebuah hukuman yang sangat manis.
Dan sekarang Roxanne telah memegang kenop pintu kamarnya. Dengan satu kali gerakan, pintu yang berwarna biru laut itu terbuka dengan mudahnya. Gadis itu memasuki kamarnya dan tidak terkejut ketika matanya menangkap sosok laki-laki yang tak asing lagi baginya.
“Welcome home, sistah!” teriak Dave, melempari kakaknya dengan bantal berbentuk segi empat berwarna biru langit dengan renda disekelilingnya. Oh bantal dengan renda, itu tidak penting. Yang terpenting sekarang adalah Roxanne berhasil mengelak dari serangan adiknya itu.
“Kau membuat ku sangat-sangat terkejut, David Johnson.” Roxanne memutar bola matanya, membuat adiknya terkekeh.
Gadis itu melepas rompi jeans nya lantas melemparnya ke tempat baju kotor. Kemudian duduk di kursi meja belajarnya yang bersampingan dengan jendela kamarnya. Dave memandang raut wajah kakaknya yang terlihat sedikit kesal. Tidak biasanya Roxie kesal kepadaku hanya karena mini-prank ini. Lagi pula dia kan sudah terbiasa. Batinnya berbisik.
Roxanne memandang keadaan diluar. Setetes air mulai mengetuk kaca jendela kamarnya yang sedikit terbuka. Hujan di awal musim gugur. Hawa dingin mulai merasuki jiwa orang yang masih berlalu lalang di kompleks perumahannya, tanpa terkecuali Roxanne dan adiknya.
“Kau tidak menutup jendela? Apa kau tidak kedinginan? Hei, masalah macam apa yang menyerang kakak ku?” rentetan pertanyaan Dave tidak membuat mulut Roxanne terbuka. Gadis itu tetap diam disana. Masih bergelut dengan kejadian tadi siang. Well, Roxanne adalah tipikal orang yang sangat suka mengulang sesuatu yang terjadi padanya dalam pikirannya. Baik itu kejadian manis maupun buruk sekalipun.
Dave menghembuskan napasnya. “Ceritakan padaku.”
Roxanne menoleh kepada adiknya. Wajahnya datar. Bibirnya mengkerucut. Ia memang sering berbagi keluh kesah dengan adiknya itu. Tapi untuk kali ini ia malas untuk bercerita, ia malas membicarakan Justin Bieber.
“Sudahlah, Roxie. Aku tahu. Bieber kan?”
“Eh?” Roxanne membelalakkan matanya. Lantas sedetik kemudian memasang wajah datarnya kembali.
“Kau gadis hebat, Roxie. Menumpahkan air jeruk ke atas kepala Bieber itu adalah hal terkeren yang pernah kakak ku lakukan! Kenapa kau tidak menumpahkan soda saja? Atau sereal jagung? Pasti akan lebih keren!!” Dave tertawa. Terpingkal-pingkal sehingga menepuk-nepuk lututnya.
“Tidak lucu, Dave.”
“Sungguh, Justin sangat bodoh.”
“Kau benar.” Sambut Roxanne membuka laptopnya dan menyambungkan WiFi.
Dave semakin tertawa. Membuat Roxanne khawatir akan kejiwaan adik satu-satunya itu. “Kau harus lakukan hal yang lebih hebat lagi, Roxie. Menyembunyikan ban mobil seorang Justin Bieber misalnya.”
Roxanne memutar bola matanya dengan sarkastik. Jemarinya mengetikkan sesuatu di atas keyboard laptopnya. Ia membuka akun twitternya.
“Sial.” Maki gadis itu ketika jemarinya telah membuka interactions. “Banyak sekali!”
“Ada apa?” Heran, Dave pun beringsut mendekati kakaknya.
@annabelle_winstone ya, setidaknya @RJohnson masih bisa selamat hari ini. Tenang, @justinbieber punya banyak cara untuk membalasnya (:
@Sophie876 aku tidak menyangka @RJohnson memperlakukan @justinbieber seperti tadi siang. Kuharap besok dia masih bisa bernapas. Lol
@Chloe besok apakah akan ada pertunjukan yang lebih spektakuler dari apa yang terjadi tadi siang, eh, @RJohnson ?
Masih banyak lagi mentions yang memenuhi akunnya. Terlebih dari penggemar Justin. Bahkan ada yang mengancam Roxanne. Gila! Ini benar-benar gila! Hanya itu saja berita ini sudah menyebar dalam hitungan jam. Seberapa popular-kah Justin Bieber? Dia hanya remaja berusia 17 tahun yang kerjaannya mempermainkan wanita dan hobi mengikuti pesta-pesta bersama teman-temannya pada jumat malam. Benar-benar gila.
Jemari Roxanne tetap menelusuri mentions yang diterimanya. Banyak sekali.
@derek132 tadi keren sekali @RJohnson! Good job!
“Eh? Derek? Setidaknya ada yang membela ku.” Ucap Roxanne, tersenyum bangga.
“Wah, aku tidak menyangka fans Bieber sebanyak ini. Yang sabar saudariku. Semua rintangan ini akan cepat berlalu dan kau akan bahagia pada akhirnya. Hidup bahagia bersama Justin Bieber dan mempunyai anak yang lucu-lucu.” Sambung Dave menepuk-nepuk pundak kakaknya.
Roxanne menatap adiknya dengan tatapan yang amat sangat datar. “Kau berlebihan Dave, kau tahu itu.”
To be continued...
A/N : Full sorry karena lama ga ngepost. mood suka berubah2. takutnya hasil ketikan jadi jelek dan ga sesuai harepan.__. sorry juga kalo makin kesini makin garing.__. oh iya chap ini pendek banget ya? draft nya keapuss T___T doain aja biar inspirasi muncul lagi :') anyway, feedbacks nya dong xD biar mood makin naek :p wkwk.