3

403 25 7
                                    

"Selamat ya Rezeva! Nilai kamu cukup memuaskan. Bapak harap kamu bisa bersekolah di SMA yang kamu inginkan," aku tersenyum menyambut jabatan tangan Pak Gunadi, wali kelasku.

"Terimakasih, Pak," balasku untuk membalas perkataan 'cukup memuaskan' darinya.

Aku tahu kata 'cukup' hanya untuk menutupi nilai-nilaiku yang pasti jauh dari standar. Ya, paling tidak wali kelasku tidak membuatku malu diacara kelulusan yang diadakan di ballroom megah hotel berbintang lima ini.

Aku terus menjabat semua deretan guru di atas panggung lalu langsung turun setelah menjabat guru paling ujung.

Hah.

Selesai sudah.

Tersenyum untuk guru-guru itu menyebalkan. Apalagi kalau tahu mereka tidak mengenalmu. Tahu namamu saja tidak. Jadi, untuk apa aku tersenyum kepada mereka?

Untuk menjaga image tentunya. Haha.

Pelukan hangat seorang lelaki dan seorang wanita langsung menyerbuku setelah aku menginjakkan kaki di anak tangga paling terakhir.

"Akhirnya kamu lulus SMP ya...," aku tersenyum pada lelaki yang lebih tua 2 tahun dariku. Lelaki - yang dengan berat hati, harus kuakui sebagai kakakku.

"Selamat ya sayang... Mama bangga sama kamu!" aku menoleh kepada wanita yang tengah mencium puncak kepalaku.

"Iya, Ma. Makasih," balasku singkat. "Emm, aku ketemu temen-temen aku dulu ya, Ma!" kilahku lalu langsung melesat pergi meninggalkan Mama dan Kakak-ku sebelum mereka sempat mengambil raport-ku dan membukanya.
Bukankah aku masih berbaik hati tidak membiarkan Mama dan Kakak-ku pingsan di acara ini?

---

Aku masih saja tertawa bersama temanku kalau saja suara bass seorang lelaki tidak bergema di seluruh penjuru ruangan ini.

Satu kata yang aku pikirkan.

Raharda.

Ya, aku tidak akan salah dengar. Mau dia sedang sakit, sedang berbicara di telepon, ataupun berbicara lewat microphone seperti ini, aku tidak pernah salah.

Itu suaranya.

Aku mendekat ke arah panggung yang sudah penuh sesak dengan murid-murid berkebaya dan berjas yang mempunyai tujuan sama denganku.

Ada apa ini?

Dengan segenap kekuatan-ku plus kata 'permisi', aku berhasil mendapat barisan paling depan.

Dan,

Mataku terpaku.

Tepat didepan mataku, sosoknya yang tegap berbalut kemeja putih dan jas hitam sedang memegang microphone di tangan kirinya dan setangkai bunga mawar di tangannya yang lain.

DEG

DEG

DEG

Jantungku kembali memulai aksi balapan-nya.

Kelopak matanya menutup kedua bola matanya -terpejam. Lalu mulutnya terbuka -akan mengucapkan sesuatu.

"Aku tahu ini alay banget. Tapi, aku cuma pengan kamu tahu...,"

DEG

DEG

DEG

"Aku selalu memperhatikan kamu.

Aku tahu semua tentang kamu.

Ya, anggep aja, aku ini seorang fans kamu.

Aku selalu sedih saat kamu sedih.

Aku selalu bahagia saat kamu bahagia.

Dan aku, selalu sayang sama kamu walaupun aku enggak tahu kamu punya perasaan yang sama kaya aku atau enggak.

Entah sejak kapan.

Mungkin sejak aku enggak sengaja bertatapan sama kamu.

Mungkin sejak aku penasaran dengan seseorang yang selalu duduk di seberang kelas aku.

Atau mungkin...,

ini memang takdir.

Jadi...,"


Dia membalasku?

Dia mengenalku?

Dia suka padaku?

Kulihat kelopak matanya terbuka, menampilkan keindahan sepasang iris mata coklat gelap yang terlalu menawan untuk dilihat.

Oh, God!

Kakinya melangkah lurus. Lalu disodorkan bunga mawar di tangannya.

"Boleh, kalau hanya aku yang jadi pengisi hati kamu,"

Aku menggigit bibirku.



"boleh, seorang Zain Raharda mengisi hati seorang Sera Zefanya?"

.

.

.

A-A-APA?

Tak lama sebuah tangan disampingku menyambut bunga mawar di tangannya.

Jatuh.

Gelap.

Sakit.

Dingin.

Boleh aku menangis?

---

Yha....
Nah lho udah ga tau mau diapain ini cerita:v

Digantung aja boleh kali yaa....
Hihihi...

See you in the next part ^^

Just MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang