" Gue Dika bang. " Dika menepuk pundak Dion.
" Gue Dion. Lo seneng bola juga? "
" Cowo mana sih bang yang ngga suka bola? " Dika mengedip-kedipkan matanya.
" Woshh, mesum lo. " Dion tertawa
Aku membawakan beberapa makanan ringan dan soft drink untuk malam ini.
Sudah pukul 22.15, sebenarnya aku sudah mengantuk. Sangat-sangat mengantuk.
Tapi di sini ada Dion, masa mau ngorok?
" Ngga ngantuk lo kak? "
Aku mengusap muka ku, " Ngantuk sih. "
" Yaudah tidur aja, biar gue di sini bareng Dika. " Dion menatap ku begitu hangat.
" Emang boleh nih? "
" Mau tidur aja pake ijin. " Aku memelototi Dika setelahnya.
Dion tertawa, " Ya nggapapa lah. "
Aku mengangguk, Dion masih menatap ku begitu.
Aku memutar tubuhku dan melangkah menaiki anak tangga. Sekali, aku melirik Dion di sana. Dan..
Astaga Dion!Dia masih menatap ku lekat dengan senyum semakin, errrrr. Sugar.
Rasa kantuk ku menghilang. Aku tidak bisa tidur malam ini.
Dasar Dion!
***
Hai, Rani.
Aku tunggu kamu jam 12 siang di taman belakang sekolah. Ini akan berarti bagi mu. Begitu menurutku.Dion .
Aku membaca surat itu dengan senyum mengembang sempurna. Aku shock tiba-tiba. Dion, aw kau selalu tau apa yang ku mau.
Aku melirik bangku Dion. Masih kosong. Di mana dia?
Lalu siapa yang menaruh surat ini di meja ku? Oke, aku yakin Dion pasti membuat surprise.
Aku membaca surat itu sekali lagi. Mata ku menangkap satu kalimat di surat itu.
' ini akan berarti bagi mu. '
Ini lebih dari sekedar baper.
***
Bel pulang sekolah berbunyi. Aku cepat-cepat membereskan buku-buku ku di atas meja. Aku tau ini sangat berlebihan, yang mengajak ku ketemuan saja kelihatan santai tanpa bergopoh-gopoh seperti ku.
"Rima, gue ngga bareng pulangnya, gue mau ada perlu. Sorry ya." Aku menepuk pundak Rima tang duduk tepat di sampingku.
"Loh, kenapa?" Rima menatapku sebentar, lalu beralih lagi ke layar handphonenya.
"Ada perlu sebentar Rim, lo duluan aja."
Dion melihatku, aku tahu itu dari sudut mataku. Aku tak menileh sama sekali. Aku masih sangat malu karena kejadian surat tadi pagi.
"Rani?" Suara itu.
Aku menoleh dan mendapati Dion berdiri di sebelah ku dengan sedikit senyum yang terukir.
"Ngga lupa sama isi surat tadi kan? Gue tunggu di taman, sekarang."
Dion mengusap punggungku. Astaga, desiran itu semakin menjadi-jadi. Aku ngga tau,apa aku bisa mendatangi taman kalau jantungku sedang tidak bisa diajak kompromi juga.

KAMU SEDANG MEMBACA
Waiting Him
Fiksi Remaja(T N 1) Dion adalah satu-satunya alasan bagi Rani untuk nongkrongin lapangan futsal. Sampai suatu waktu, tanpa dinyana mereka berdua saling dekat. Lalu bagaimana nasib dari penantian Rani kepada Dion selama ini?