Chapter 2

8.1K 71 9
                                    

“Lho..lho Fian kan, eh tunggu dulu..!!!” Mora menjerit histeris ketika mengetahui laki-laki yang barusan dipanggilnya berlalu dengan senyum misteriusnya.Seandainya saja orangtuanya tidak muncul, mungkin akan dengan senang hati Mora melayang sandal jepitnya ke wajah lelaki tersebut.

            “Mora!Itu anak orang, jangan asal sambit saja!.” Benarkan, ibu memang selalu mengomel dan mengomel.Ini hanya sandal jempit tidak akan membuatnya koma berhari-hari, dan kata-kata tersebut hanya terucap jauh di dasar lubuk hatinya.

            “Ayo buruan kamu masuk.!”

            “Iya bu.” Mora berjalan kasak-kusuk memasuki pintu rumah, disambut dengan wajah ayahnya yang tertekuk memandang lantai rumah.Mora sudah tidak tahan, mulutnya benar-benar gatal untuk mengetahui maksud kedatangan Fian tadi dan GOD! Kenapa tidak seorang pun yang memberitahunya bahwasannya Fian sekarang juga di Padang.

            “Yah, Fian...tadi ngapain??” Akhirnya pertanyaan tersebut juga terlontar juga dari mulut Mora.Sebenarnya Mora sedikit takut, melihat ayahnya yang langsung memandang dengan tatapan tajam.Kalian harus tahu, ayah sangat jarang bicara tapi tetapi tatapannya begitu tajam!menyilet.Sedangkan ibu mulutnya yang tajam.

            “Hm...sekarang umur Mora udah 26 ya.??” Pertanyaan Mora justru dijawab dengan pertanyaan pula oleh Ayah.Benar-benar situasi yang membingungkan bagi Mora yang terbiasa berbicara to the point.

            “Iya Yah.” Mara menganggukkan kepalanya sedikit tidak rela.Oh umur! Mengapa engkau tidak selalu tujuh belas tahun.

            “Kamu sudah matang untuk ukuran seorang perempuan, semuanya.Hanya saja maksud kedatangan Fian kesini untuk membantumu melengkapi dirimu sebagai seorang wanita.Ia bersedia menjadi imammu.Fian melamarmu.” Kata-kata ayah mengalir begitu bersahaja, membuat Mora terdiam untuk beberapa saat.

            “Oh melamar ya..hm..”

Satu detik..dua detik..tiga detik..

            “Apa melamar??Oh Tuhan, dalam mimpi pun Mora ga pernah membayangkannya.” Seketika itu juga Mora menjadi sangat kalap, bagaimanapun lamar melamar itu..arghhhhhhhhhhhhhhhh! GOOD BYE SINGLE..u,u

***

            Dan disinilah Mora sekarang berada, di sebuah restoran mewah yang terdapat di Hotel Pangeran.Tempat Fian seminar.Mora benar-benar suka restoran karena bagaimanapun tempat tersebut akan membantu kesejahteraan lambungnya.Namun, musik klasik yang dari tadi mengalun membuat matanya ikut berayun-ayun.Huh..Mora butuh kasur.

            “Hai, calon istri!” Tepukan di bahu Mora nyaris membuatnya mencium ujung meja.Mora hanya menatap Fian yang duduk dihadapannya dengan senyum lima jari dengan pandangan menusuk.

            “Kau tahu! Hampir saja meja sialan ini menikamti keseksian bibirku.” Mora bersungut-sungut, memandang Fian yang justru terkikik geli.Calon laki kampret! Dan kata-kata ini hanya jauh di dalam hati Mora.

            “Benarkah?? Seharusnya itu kan hakku.Menikmati bibirmu.” Fian berkata sambil menaik-naikkan alisnya, memandang Mora yang langsung melotot.Untung matanya tidak keluar.

            “Kau...! MESUM!.”

            “Hahahaha, jadi Ra besok aku kembali ke Jakarta.” Wajah Fian kembali serius, membuat Mora mau tidak mau juga terbawa serius.Ia tahu, ini pasti menyangkut persoalan pernikahan mereka.Mora lupa, bahwasannya pernikahan tidak segampang yang sering di bayangkannya.Bagaimana pun ia memandang pernikahannya dengan Fian sekarang, Mora benar-benar berharap janji sakral itu akan diucapkan satu kali dalam seumur hidupnya.

            “Silakan.Persiapan pernikahan kita sudah nyaris sempurna, menurutku.Hanya saja aku tidak yakin denganmu.Maaf.”

TBC

OMG! MY HUSBAND??Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang