Author's Note : Makasih atas vomment nya ya~! Walau masih ada silent-reader, gapapa kok. Toh, author juga kadang jadi silent-reader juga. Oke, part ini author dedikasikan untuk teman baik author, yaitu insanse a.k.a Master of Love , yang sering nge-BETA in cerita. Maaf baru bisa update, soalnya kemarin author ketiduran...mohon dimaklumi..#digaplaksamareaders..
Sekian dulu notenya, sekarang, selamat berhorror ria~!
-
"Hey look, someone's behind you.."
-
Langit mendung menyapa. Cumulonimbus datang mengundang hujan untuk mendarat di permukaan bumi. Desiran angin juga mendukung sang awan untuk memperingati para manusia, agar masuk ke dalam rumah, mencari perlindungan.
Badai.
Sayangnya, aku sama sekali tidak tertarik untuk meneduh di bawah bangunan kokoh nan megah yang kusebut "rumah" itu.
Upacara pemakaman berjalan lancar. Keluarga dan sanak saudara berdatangan mengucapkan belasungkawa. Menurutku, mereka tidak hanya berduka cita atas kehilangan Mom. Entah mereka hanya ingin menghabiskan waktu berbincang-bincang di halaman rumah atau sekedar datang karena suatu kewajiban--sebagai keluarga.
Aku hanya bisa melihat dari balik jendela rumah pohon. Melihat betapa mudahnya untuk mereka--keluargaku--menghadapi ini. Mereka tampak begitu tenang, kendati faktanya mereka kehilangan salah satu anggota keluarga. Masih bisa bersenda gurau, sementara aku harus menghadapi ini semua, tanpa bantuan siapapun. Tidak ada yang menyediakan pundak untukku melepaskan air mata. Bahkan Dad terlalu sibuk menenangkan adikku yang tak henti menjerit-jerit dari kemarin. Alhasil, aku belum sama sekali meneteskan air mata.
Ya, benar. Sejak Mrs. Lucy memberitahu berita buruk itu, aku masih mengalami depresi. Bahkan aku lebih sering termenung sendiri, padahal sedang melakukan suatu aktivitas yang lumayan menguras pikiran dan tenagaku.
Aku menghela nafas panjang. Melirik ke kanan dan kiri untuk mencari sesuatu yang dapat mengalihkan perhatianku.
Tiba-tiba, aku dapat melihat seorang wanita yang berdiri di seberang jalan. Rambut hitam ikal dipotong sebahu. Mata obsidian memandang dengan tajam. Wanita itu berbusana biasa, cardigan hitam dengan rok tiga perempat dengan warna yang sama. Namun, ada sesuatu yang menarik perhatianku.
Wajahnya. Wajahnya menampilkan ekspresi hampa. Jelas-jelas aku belum pernah mengenalnya. Dengan perlahan namun pasti, wanita itu berjalan menuju rumahku. Aku hanya bisa mengagumi betapa anggunnya ia berjalan. Otot tungkainya bergerak dengan dinamis.
Wanita itu langsung masuk ke dalam rumahku, tanpa menyapa siapapun. Aku sedikit terheran. Kenapa keluargaku membiarkan wanita yang tak dikenal itu masuk?
Apa wanita itu bisa menghipnotis mereka? Sehingga ia menjadi invisible di mata mereka? Semua pertanyaan itu terngiang di dalam kepalaku.
Wanita itu berhenti berjalan, dan kemudian menoleh ke arahku dengan tatapan tertajam yang ia miliki. Wanita itu kemudian mendekatkan jari telunjuknya dengan kedua bibirnya. Aku benar-benar tersentak. Kenapa wanita itu bisa mendeteksi keberadaanku? Padahal jarak rumah pohon dengan posisinya berdiri sekarang terbilang cukup jauh. Bahkan banyak orang menghalangi penglihatannya.
Tak lama kemudian, aku mendengar suara jeritan yang memekikkan telinga. Suara itu ternyata berasal dari dalam rumahku.
Bergegas, aku menuruni tangga rumah pohon dan berlari secepat mungkin ke dalam rumah, mengabaikan bahwa cuaca hari ini tidak bersahabat.
Dugaan pertamaku adalah wanita itu. Wanita yang menyusup ke dalam rumahku tanpa seizin yang berwenang. Mungkin, bisa jadi wanita itu yang menjadi pembawa masalah.
Kucoba untuk melewati segerombolan orang--yang entah sampai kapan berbincang-bincang dengan segelas whiski di tangan mereka.
Namun ketika kulihat di dalam ruang tamu, aku tidak bisa menangkap sosok wanita itu.
Seketika, seseorang menarik kerah bajuku dan menyeretku menuju tangga. Sedikit memberontak, cengkraman tangan yang berada di kerahku terlepas.
Aku mencoba untuk melihat wajah orang aneh ini tetapi yang kudapatkan hanyalah samar-samar.Setelah penglihatanku kembali seperti semula, aku bisa melihat orang yang menarik bajuku yang ternyata adalah Bibi Allistair.
Wajahnya pucat pasi dan matanya mendelik sepenuhnya ke arahku. Jujur, aku ketakutan.
"J-Jangan dekati wanita itu..." bisiknya, namun aku tidak menggubrisnya.
Malah, aku berjalan mundur perlahan, menjauhi bibiku yang kuduga mengalami semacam syndrome aneh.
Aku berjalan pelan menuju tangga. Saat aku menoleh, semua orang mengerumuni tempat dimana Bibi Allistair
tadi berdiri. Samar-samar, aku dapat melihat apa yang terjadi dari tangga. Alasan mengapa mereka mengelilinginya.Bibiku kejang-kejang di tempat.
Aku terheran sekaligus bergidik. Sikapnya yang aneh mampu membuat seluruh bulu kudukku berdiri.
Langsung saja kulangkahkan kaki masuk ke dalam kamarku. Dan kututup pintu rapat-rapat.
Angin berhembus masuk melalui jendela kamarku. Aku hanya bisa duduk termenung di pinggir tempat tidurku, dan memandang keluar jendela.
Tunggu, aku belum sama sekali membuka jendela kamarku hari ini.
Setelah bangun tidur, aku langsung membasuh wajah dan mengganti baju untuk mengunjungi rumah pohon. Kamarku kutinggalkan begitu saja. Bahkan selimut masih ada di lantai.
Ada sesuatu yang ganjil disini. Kenapa tiba-tiba kepalaku menoleh ke arah sudut ruangan?
Aku mengigil. Hawa dingin menyelimuti pundakku. Bau anyir menusuk hidungku. Mulutku terkunci dengan sendirinya. Tetapi mataku tidak bisa berhenti terbelalak ketika melihat pemandangan yang mengerikan disampingku.
Aku terlalu fokus dengan sudut gelap kamarku, sampai-sampai aku tidak menyadari bahwa ada makhluk tak berkepala duduk diam di sampingku.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Zero
HorrorSebuah kisah psikopat yang akan mengantar kalian ke dalam mimpi terburuk kalian. Ini hanyalah pandanganku tentang bagaimana seharusnya seorang psikopat bertindak. Dari kisah tragis dan pola pemikiran yang berbeda. Aku tahu kebanyakan cerita psikopat...