Hola~! Sorry ya atas ke-ngaret-an update dari cerita ini. Jujur, gua gabakal ngira kalo ni cerita masih ditungguin. Karena telat update, kasih bonus 2 chapter ya. Okelah, langsung aja, on with the story..
.
.
.
.
.Semenjak kedatangan wanita itu kemarin, aku tidak dapat fokus di tengah pelajaran sejarah. Aku bahkan tidak dapat konsentrasi sama sekali.
Tiga menit yang lalu, aku tertangkap basah bersiul ria di tengah kelas sambil menatap keluar jendela, tidak mengacuhkan Ms. Harper yang menghentak-hentakkan sepatu hak barunya.Aku saja baru tau aku bisa bersiul.
Saat jam istirahat tiba, temanku, June, menghampiriku ditengah kantin sekolah. Dia menyampaikan rasa duka citanya dan berkata bahwa dia mengerti apa yang sedang kurasakan. Dia sendiri adalah anak piatu. Ibunya meninggal dunia ketika ia menginjak usia 12 tahun. Aku tau, karena aku menghadiri pemakamannya.
Kami sudah berteman semenjak kelas 6 SD.Saat ibunya meninggal, June syok berat dan mengalami kejang-kejang. Persis seperti bibiku. Dan wajahnya terlihat muram. Bahkan wajah melancholis-ku tak dapat menandingi wajahnya yang kusut.
Dia bercerita padaku bahwa sebenarnya kematian ibunya bukan karena depresi yang di derita beliau, namun karena ada seseorang yang membujuknya.
Waktu itu aku terlalu naif dan tidak begitu memikirlan hal-hal aneh seperti itu. Tapi di usiaku yang ke 15 ini, aku mempelajari banyak hal.Dan salah satunya adalah kejadian kemarin.
Aku ingin memberitahu June, tapi aku khawatir dia akan mengataiku. Memanggilku "orang aneh."
Tapi, bukannya itu benar?
Aku aneh, karena sekarang aku mengisap ibu jari didepannya.
"Ng...kamu gak apa-apa kan?"
Sontak, pipiku memerah karena malu dan meminta maaf karena dia harus melihat tingkah anehku.
"Net, kamu harus lebih memerhatikan keadaan di sekitarmu. Tadi kudengar Ms. Harper memarahimu karena kamu bersiul di tengah pelajaran. Aku tidak pernah tau kamu bisa bersiul," June mengangkat alis kananya dan tersenyum.
"Ya aku saja baru tau. Maaf sudah membuatmu khawatir ya." Aku tersenyum. Tapi senyumanku tidak se-fleksibel seperti orang pada umumnya. Dengan wajah datar yang Tuhan berikan padaku ini, senyumanku terlihat seperti guratan lengkung yang asal-asalan.
Aku terlihat seperti orang yang menahan sakit perut. Aku tidak berniat untuk melucu, memang kenyataannya seperti itu.
"Jadi, bagaimana keadaanmu? Apa ada seseorang yang mengganggu pikiranmu?"Aku tersedak dan menatapnya. June tersenyum tipis, seakan menandakan 'aku tau isi hati, dan kepalamu, nona muda~'
Aku menghela nafas. Mengalah, June terlalu mengenalku. Dia mengetahui semua kelebihan dan kekuranganku, begitupun sebaliknya. Tapi aku tidak pernah membuatnya terintimidasi seperti ini. Seperti apa yang ia lakukan sekarang.
Aku akhirnya menceritakan semuanya. Tak perlu flashback, kalian pasti juga sudah tau apa yang sudah kulalui.June menggigit kukunya seraya mengangguk-angguk. "Aku tidak bisa membayangkan apa yang terjadi bila aku yang berada di posisimu."
Aku hanya membalas anggukan dan menghela nafas panjang.Tanpa kusadari, ada yang mengawasiku sejak aku duduk di kantin bersama June. Seorang pemuda yang mengenakan almamater yang berbeda. Entah apa karena kusam atau memang mataku yang buram, tapi wajahnya sangat polos.
Tapi matanya.
Matanya tajam sekali.
-
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zero
HorrorSebuah kisah psikopat yang akan mengantar kalian ke dalam mimpi terburuk kalian. Ini hanyalah pandanganku tentang bagaimana seharusnya seorang psikopat bertindak. Dari kisah tragis dan pola pemikiran yang berbeda. Aku tahu kebanyakan cerita psikopat...