Lagi, untuk kesekian kali, gadis 16 tahun ini terperanjat, mendapati tubuhnya hampir saja tersungkur ke lantai semen di bawahnya.
Sedikit linglung, dia menutup mulutnya yang menguap. Merentangkan kedua tangannya ke udara, Prilly Rosalina menghirup oksigen sebanyak yang dia bisa, menikmati udara pagi yang masih segar.
Sedetik kemudian, saat pupil matanya menangkap penghuni lapangan di depannya, dia menghela napas keras, kesal bukan main, pandangannya memindai satu-persatu enam anak manusia yang sedang asik merebutkan satu benda berbentuk bundar berwarna orange.
Pergerakan matanya berhenti pada salah satu di antara mereka, berjenis kelamin laki-laki berparas campuran Minang Arab, sedang serius men-driebel bola orange yang lagi diperebutkan. Tubuhnya yang tegap sekarang sudah bermandikan keringat, alih-alih terlihat kucel justru membuatnya lebih terlihat hidup.
Sudah tigapuluh menit, laki-laki arab itu, Rajawali Bramanto, lebih sering dipanggil Ali, tersangka akan keberadaannya di pinggir lapangan basket -sepagi ini- itu, dan juga pacarnya itu, bermain basket bersama lima temannya, dan itu artinya sudah selama itu juga dia dianggurin, dicuekin, tidak dianggap.
Desahan bosan keluar dari mulutnya, tubuhnya meluruh, meringkuk di bangku yang hanya cukup untuk dua orang, memejamkan mata, memutuskan untuk melanjutkan tidurnya yang tertunda.
"Hobi kok nyiksa pacar!Kalau kayak gini 'kan mending aku bobok cantik di rumah."
* * *
Ali sedang mengamati lamat-lamat gadisnya yang sedang tertidur pulas, pelan dia mengangkat sebagian tubuh gadis itu agar dia bisa duduk, menjadikan pangkuannya sebagai bantal sang gadis. Tangan kekarnya bergerak lembut menyingkirkan rambut-rambut nakal yang menutupi wajah ayu nan damai kekasih hatinya selama empat tahun belakangan.
"Lo, tega amat sih Li, ngajak Prilly pagi-pagi cuma buat lihatin kita maen basket." Laki-laki berambut ikal menatap iba Prilly yang sedang berkelana dalam mimpinya.
"Been Been, lo kayak nggak tau si Ali aja." Benua, pemilik rambut ikal menoleh ke kanan, ke sumber suara yang baru saja menimpali pernyataannya, Zulfikri.
Terlihat laki-laki itu sedang menatap lurus ke arah Prilly, tanpa mempedulikan tatapan membunuh sang sahabat, sahabat yang notaben-nya kekasih hati seorang Prilly Rosalina.
"Zul!"
"Hmm." Zulfikri hanya bergumam mendengar panggilan peringatan dari Ali.
"Gue colok mata lo kalau detik ini juga lo nggak berhenti ngelihatin Prilly!"
Zulfikri terkekeh, sahabatnya ini, bisa jadi orang super tega kalau dia mau, apalagi jika berurusan dengan sesuatu yang sudah menjadi miliknya. Gadis ini adalah salah satu di antaranya.
Benua menepuk bahu Zul keras, kemudian berkata, "Siap-siap lo Zul, pindah ke gua hantu."
Zul berhenti terkekeh, mengkerutkan keningnya bingung, melirik tajam Benua yang udah nyengir. "Ngapain gue pindah ke gua hantu?"
"Yaiyalah, habis Ali nyolok mata lo, lo udah resmi jadi member dari komunitas si buta dari gua hantu."
Gelak tawa terdengar dari suara-suara milik perempuan, makhluk hidup yang sejak tadi hanya menikmati kelakar si Ben dan Zul.
"Lagian ngapain sih pemales gini lo ajakin juga Li?" Salah satu dari perempuan yang ada di situ menyahut, suara cempreng dari seorang dengan wajah tertekuk sejak tadi, bibirnya terlipat-lipat banyak, keringat yang membasahi wajahnya membuat polesan make up saat subuh tadi sebagian luntur, hanya lukisan alisnya yang masih tebal.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Real Boyfriend (5/5)
Fanfiction"Kamu apa-apaan Prill?" Ali sedikit terkejut dengan sikap Prilly, meskipun Ali tahu selama ini Prilly tidak nyaman dengan sikapnya, tapi tidak menyangka Prilly akan seperti ini. "Aku capek kamu atur-atur terus, aku mau bebas, aku mau jalanin apa ya...