8

3 0 0
                                    

"Ini bekalmu, kemarin aku sangat sibuk." Aku menaruh tempat bekal itu dan menyiapkan peralatan makan yang lain. "Perlu aku suapin?" tanyaku.

Dia hanya menggeleng, mengamati tempat bekal itu dengan pandangan yang tak bisa kuartikan. "Kuharap nanti kamu tak sekelompok dengan dua orang itu. Aku merasakan ada yang janggal diantara mereka," ucapnya.

"Bisakah kau memberitahuku apa yang sedang terjadi? Kenapa kau sangat peduli denganku? Apa aku memiliki sesuatu yang salah atau kamunya yang memiliki kelainan jiwa?" kataku sedikit berteriak.

Luffy masih terdiam, dia tak menggubris satupun pertanyaanku yang menggebu-gebu itu. "Kau harus ke kelas, sebentar lagi Mr. Rei datang," katanya sambil beranjak dari bangkunya. "Aku akan kembali ke kelas." Lalu dia pergi dari ruangannya. Aku cengo melihat reaksinya tadi. Aku juga masih melihat bekal yang aku siapkan untuknya. Miris sekali melihat bekalku yang tak disentuhnya sama sekali. Tak bisakah dia menghargai usahaku itu?

Aku berjalan dengan menghentak-hentakkan kakiku dengan keras. Menyusuri koridor yang masih ada beberapa anak yang berlalu-lalang. Mereka sekilas melihatku dengan tatapan aneh dan aku tak peduli dengan tatapan itu. Untung saja Mr. Rei datang tepat setelah aku masuk kelas. Aku buru-buru kembali ke bangku sebelum dimarahinya.

"Ayo ikuti saya!" perintah Mr. Rei yang telah berjalan duluan. Sepertinya test kedua akan segera dimulai.

Setibanya di tempat tujuan, Mr. Rei membalikkan tubuhnya menghadap kami. Beliau meneliti mimik muka kami satu persatu. Saat Mr. Rei melihatku, beliau menampikkan senyumnya dan aku bingung dengan senyumannya itu. Aneh, pikirku.

"Sepertinya kalian tahu apa yang akan saya test kan untuk hari ini. Untuk itu, buatlah satu kelompok dengan anggota tiga orang per timnya. Lalu saya akan mengundi kalian dengan undian yang saya buat di sini," ujarnya. "Lakukan!" perintahnya.

Semua siswa pada berhamburan ke sana kemari. Aku tak menemukan Miko dan Bella. Ah ya, mungkin mereka tak mau berkelompok denganku karena aku payah. Tiba-tiba tanganku ditarik secara paksa oleh seseorang dari kerumunan itu. "Jangan berisik!" bisiknya. Aku hanya meringis kesakitan karena tarikannya yang terlalu kuat.

Setibanya di tempat yang lumayan jauh dari kerumunan itu, dia melepaskan tarikannya di tanganku. Kini berdirilah aku di depan kedua pemuda yang bertolak belakang. Yang menarikku tadi berbadan kekar dengan wajah yang lumayan tampan, sedangkan yang berdiri di depanku berbadan kurus dengan rambut yang kribo serta berkacamata.

"Kenapa?" tanyaku pada akhirnya karena dari mereka tak ada yang membuka suara.

"Kamu akan sekelompok dengan kami, namaku Farhan dan disebelahku Ryan," ujar seseorang yang berambut kribo itu. "Mohon kerja samanya," lanjutnya.

Aku tersenyum mengiyakan. "Sebelumnya, kalian tak pernah mengajakku atau mengobrol seperti ini. Apa ada yang kalian rencanakan?" selidikku. Ya, aku mulai merasa ada yang janggal.

Ryan tersentak mendengar ucapanku. "Sebenarnya kami berdua ingin berkenalan dengan siapa saja di sini, hanya dari awal mereka semua cuek dan hanya berinteraksi dengan yang mereka kenal. Saat ini kesempatan kami untuk mengenal yang lain dan kulihat kamu satu-satunya siswi yang tak punya kelompok. Maka dari itu, kau kutarik dalam kelompok kami," ujar Ryan panjang lebar.

Tak lama kemudian, Mr. Rei memanggil kami semua untuk segera berkumpul. Aku, Farhan, dan Ryan segera mendekati Mr. Rei.

"Baris sesuai kelompok masing-masing!" perintah Mr. Rei. Lalu, semua siswa berbaris sesuai dengan perintahnya. "

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 09 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sayaka Gamers SchoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang