Part 3

102 13 9
                                    

Welcome to the Part 3! xx

-----

Bulir air mata tak henti-hentinya membasahi pipiku. Dia selalu mengejarku. Apa maunya?!

"Udahlah Din, cowo kaya dia ga usah ditangisin. Buat apa? Lebih baik lo ketemu sama dia dan ngomong baik-baik. Kalo lo terus menghindar, lo ga bakal berhenti nangis kaya gini," ucap Farah yang tadi mengikutiku ke kamar.

Gue ga tau dan ga peduli tentang dia yang-kata Mama- masih nungguin gue di bawah.

"Tapi Far-," belum selesai bicara, dia langsung menarik tanganku.

"Nurut sama gue. Nih, gue kasih permen karet biar nurut," jawabnya singkat. Lumayan nih, permen karet gratis.

Ternyata, Farah mengajakku ke bawah, tempat dimana dia masih menungguku.

Aku berusaha menahan air mata yang berada di pelupuk mata. Dia menatapku penuh harap. Tatapannya mengingatkanku akan masa lalu yang indah.

Tak lama, Farah menepuk pundakku dan memberi isyarat bahwa dia akan menunggu di atas. Aku mengangguk sebagai jawaban. Dia pun melangkahkan kaki menaiki tangga.

"Duduk sini," ucap-nya membuka suara.

Ku langkahkan kaki jenjangku ke arah sofa yang sedang ia duduki. Tak sanggup untuk membuka suara.

"Dinda.."

Jeda beberapa detik sebelum aku menjawabnya.

"Hm?", hanya gumaman itu yang dapat keluar dari bibirku, walau ada beribu kata yang tersimpan dalam pikiranku.

Dia mulai menggerakan tangannya ke arahku, mengelus pipiku lembut dan membuatku terkunci akan masa lalu.

"Jangan sedih.. Gue ada disini buat lo."

"Kalo lo ada disini buat gue," air mataku mulai jatuh setitik demi setitik. "Lo ga akan pergi ninggalin gue."

Dia merengkuhku kemudian berbicara, "Gue mau kasih tau sesuatu ke lo."

Kemudian, dia menggenggam tanganku dan berjalan menuju taman belakang rumahku yang tak terlalu luas. Kami pun duduk di ayunan, tempat dimana-dulu- kami selalu memandang bintang bersama di malam hari.

Dia melepaskan genggamannya dan merogoh saku jaket hitam kesukaannya. Secarik kertas ia berikan kepadaku. Dengan tatapan bingung, aku mulai membukanya perlahan.

Seketika mataku terbelalak, "I-ini s-serius?", suaraku melemah.

"Iya, ternyata dia selama ini nyimpen rasa sama aku dan baru ngungkapin ke aku saat dia dapet surat dokter itu," dia ngomong aku-kamu kaya dulu, batinku.

"Dia ga berani bilang sama kamu, soalnya takut kamu bakal ngejauhin dia karena penyakitnya. Padahal kalo dia ga bilang juga kamu tetep jauhin dia kan kaya sekarang?", lanjutnya.

Otakku seakan mencerna kalimat di surat tadi dan kalimat dari bibir manis Ray. Fira.. dia.. kanker otak?

"Tapi kan itu gara-gara.. kamu ninggalin aku dan.. kamu sekarang sama dia..", isak tangis mulai terdengar.

Dia mengusap pipiku seperti tadi, "Gini, Din, waktu dia dapet surat itu, dia langsung ketemu aku dan ngungkapin semuanya. Dia ngungkapin kalo dia berusaha nahan perasaannya sama aku karena dia ga mau nyakitin kamu. Dia juga punya satu permohonan buat aku."

"Permohonan apa?"

"Dia mohon sama aku buat..", helaan nafasnya terdengar. "Buat jagain dia sampai nafas terakhirnya terhembus."

Bubblegum Girl [SLOW UPDATE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang