Part 4

83 12 7
                                    


Rasanya seperti bermimpi.

Duduk di antara awan dan bermain dengan peri-peri kecil yang amat manis.

Inikah rasanya tersakiti?

Merasakan indahnya hidup untuk sementara dan seketika hati teriris.

- Author.

• • •

"Dindaaa, bangun dooong," lengkingan itu mengagetkanku. Aku sedikit menggerakan jemari, kemudian mencoba membuka mata secara perlahan.

Aku meraba dahi yang terasa berat. "Aw!" sepertinya kepalaku sedang diperban.

Seseorang di hadapanku terlihat ingin mencegah perbuatan yang baru saja ku lakukan, namun sayangnya sudah terlambat.

"Akhirnya, sadar juga lo, adik manis yang suka ngerebut permen karet."

Oh, ternyata Bang Apo yang baru saja membuatku tersadar dari tidur cantik. Ups.

"Gue kenapa, bang? Trus ini lagi dimana, bang? Kok tangan gue ada selangnya gini, bang? Gue mau balik aja ah, bang," bibirku mengucapkan serentetan pertanyaan untuk abang tergenitku ini.

Kilauan mentari sore terlihat dari balik tirai jendela. Ruangan ini luas dan bercat putih. Aku baru menyadari ada siluet seseorang yang sedang berdiri di samping jendela, sedang memperhatikan indahnya langit.

Sepertinya dia sedang menggenggam sesuatu, apakah itu setangkai... bunga?

"Woy," suara itu mengagetkanku, "lo dengerin gue ga, sih?"

"Hah? Dengerin apaan?" tanyaku dengan tampang benar-benar polos.

Dia mendecak, "Halah, bengong mulu sih jadi orang. Pantesan sampe ketabrak," sambil memutar bola matanya.

"HAH? KETABRAK?"

"Hah-hoh mulu lo jadi orang! Tadi gue bilang, lo tadi ketabrak mobil pas mau nyebrang, trus lo dibawa ke rumah sakit sama orang yang nabrak lo itu, dan ternyata yang ga sengaja nabrak lo itu temen kampus gue. Sekarang lo di perban, soalnya kata dokter, kepala lo kebentur keraaas bangeeet," jelasnya sambil bergaya ala orang yang sedang lomba bercerita.

"Trus kapan gue boleh balik? Kok Mama sama Papa ga jenguk gue, sih?!" tanyaku berapi-api.

"Widih, kalem," ucapnya santai seperti di pantai, "nanti Mama sama Papa kesini kok kalo udah pulang kerja. Tungguin aja."

Aku hanya mengangguk tanda mengerti. "Bang, itu siapa?" Tanyaku dengan berbisik sambil melirik ke arah seseorang yang berada di samping tirai. "Oh, itu. Dia temen gue. Gue keluar dulu ya, laper nih."

Belum sempat membuka mulut, ia sudah berlalu keluar ruangan. Menyebalkan.

Kaki jenjang orang tadi mulai melangkah ke arahku. Wajahnya mulai terlihat saat ia membuka tudung jaket yang sedang ia gunakan.

"Lo siapa?" tanyaku pelan saat melihat lelaki berparas tinggi semampai.

Ia tersenyum ragu, "Kenalin, gue Avarel Gilang Pramuditha, panggil aja Varel. Hmm.. G-gue yang g-ga sengaja n-nabrak lo tadi. M-maaf ya?" ucapnya tergagap, "Gara-gara gue, lo jadi begini."

Ia menundukan kepalanya seakan ada rasa khawatir yang terbesit di dalam pikirannya.

"Dinda Varisha Andini, cukup panggil Dinda. Iya, gak apa-apa. Lagian kepala gue udah ga terlalu sakit kok."

Bubblegum Girl [SLOW UPDATE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang