Bel istirahat berbunyi. Mei dengan cepat menutup buku tulisnya dan memasukkannya kedalam laci meja.
"Mau kemana lo? Buru-buru banget." Tanya Ben.
"Mau ke ruang guru, ketemu Bu Martha. Gue mau protes." Kata Mei sambil bangkit dari kursinya.
"Protes apaan?" Tanya Ben tidak mengerti.
Mei mengambil ikat rambutnya dari pergelangan tangannya. "Protes lah. Gue gamau privat sama si Zefan Zefan itu." Kata Mei sambil mengikat rambutnya menjadi ponytail.
"Percuma kalo lo protes, Bu Martha juga ga bakal dengerin lo." Kata Ano.
"Bodo amat ah yang penting gue usaha. Gue ke ruang guru dulu, ya? Nanti gue susul ke kantin, daaah." Kata Mei sambil melenggang keluar dari kelas.
Ben menatap ke arah pintu, tempat dimana Mei keluar dari kelas. "Dasar batu." Katanya pelan.
Sementara itu, Mei sedang berjalan menuju ruang guru. Seperti biasa, ia mengetuk pintu dan membuka kenop pintunya. Ia berjalan menuju meja Bu Martha.
"Bu Martha, saya bisa minta waktu sebentar?" Kata Mei saat tiba didepan meja Bu Martha.
Bu Martha yang sedang memainkan ponselnya langsung menatap tajam Mei, membuat Mei menelan ludahnya sedikit.
"Ya, bisa," kata Bu Martha sambil meletakkan ponselnya ke atas meja. "Duduk, Mei." Kata Bu Martha mempersilahkan duduk.
"Bu, saya mau protes." Kata Mei to the point.
Bu Martha mendelik. "Protes apa?"
"Saya ga bisa bu belajar sama Zefan. Dia orangnya dingin, kaku. Saya gabisa belajar dalam keadaan tegang kayak gitu, bu." Keluh Mei dihadapan Bu Martha.
"Zefan memang orangnya seperti itu. Namanya juga baru sekali, Mei. Semuanya butuh adaptasi." Kata Bu Martha menjelaskan.
"Saya ga bisa ganti pembimbing gitu, bu? Yang cewek aja deh bu, asal jangan dia." Kata Mei.
Bu Martha menggeleng. "Gabisa, Mei. Kamu harus ikutin kata ibu. Ga ada protes." Kata Bu Martha tegas.
"Bu, percuma saya belajar sama dia. Kalo saya ga nyaman, gimana materinya bisa masuk ke otak saya?" Tanya Mei.
"Mei, kamu itu pinter. Buktinya kamu berada di kelas IPA sekarang. Kamu hanya malas dan kurang berusaha. Menurut ibu, siapapun pembimbingnya itu sama saja. Masuk atau tidaknya materi itu tergantung kamu, Mei." Kata Bu Martha panjang lebar.
Skak mat.
Mei tidak dapat melakukan apa lagi selain membuang nafasnya kasar. Mei berfikir bahwa ada benarnya juga kata Ano. Bu Martha memang sulit dipatahkan argumennya.
"Ada lagi yang mau ditanyakan?" Tanya Bu Martha, membuyarkan lamunan Mei. Mei menggeleng.
Bu Martha mengambil secarik kertas post it dari atas mejanya, kemudian ia melirik ponselnya. Ia mencatat sebuah nomor.
"Nih," kata Bu Martha sambil memberikan kertas post it itu kepada Mei. "Nomernya Zefan. Biar kamu bisa gampang kontak dia." Kata Bu Martha.
Mei mendengus sebal. Ini guru kok ngurusin gue banget, sih?! Batin Mei.
"Kamu boleh keluar sekarang." Kata Bu Martha.
"Iya bu, saya permisi." Kata Mei yang langsung berjalan keluar dari ruang guru. Ia bergegas berjalan menuju kantin dan bergabung bersama sahabat-sahabatnya.
"Gimana?" Tanya Ben.
Mei mendengus pelan, membuat Brenda dan yang lainnya sudah tau jawabannya.
"Apa gue bilang," kata Ano dengan senyuman tanda kemenangannya.
Mei bangun dari tempat duduknya dan hendak pergi membeli minuman. Tak sengaja, Mei menabrak seseorang yang sedang membawa semangkuk bakso.
DAR.
"Anj— Mei!" Pekik orang itu. Mei yang melihat kejadian itu langsung panik. Para siswa yang ada di kantin bungkam melihat kejadian itu. Kejadian yang sering terulang.
"Eh sorry, sorry gue ga sengaja. Aus banget gue jadi buru-buru deh," elak Mei sambil mencoba membersihkan seragam orang itu. Tangan Mei ditepis oleh orang itu.
"Untung lo cewek! Kalo cowok, udah abis lo!" Kata orang itu. Rivan namanya. Ketua ekskul basket, anak kelas 11 IPS 2.
Mei mendelik tak percaya dengan omongan Rivan. "Heh! Lo kalo mau nantang gue, ayo! Gue ga takut sama lo!" Kata Mei yang tak mau kalah. Ia tidak terima dengan perkataan Rivan.
"Sorry, gue ga mau main jambak-jambakan," kata Rivan terkekeh, disusul oleh kedua temannya yang berada dibelakangnya.
Merasa dipermainkan, Mei tidak dapat meredam emosinya. Ia langsung melayangkan kepalan tangannya ke arah perut Rivan.
Otomatis, mangkuk bakso yang Rivan pegang terjun bebas menuju lantai dan menghasilkan bunyi yang cukup nyaring. Ya, mangkuk nya pecah.
Murid yang ada di kantin langsung mengerubungi Mei dan Rivan, termasuk Brenda, Ben, dan Ano.
"Wah, minta di hajar lo ya," kata Rivan sambil melayangkan pukulannya ke arah wajah Mei, tapi berhasil di tepis oleh Mei. Mei menangkap tangan Rivan, kemudian ia pelintir ke belakang tubuh Rivan.
"Argghh!" Rivan mengerang kesakitan. Siswi yang melihatnya sedikit menutup wajah mereka, sementara yang lainnya menyoraki pilihan mereka masing-masing; Mei dan Rivan.
Mei menahan tubuh Rivan yang meronta ingin di lepas. "Lo ga usah ngeremehin gue, gue ga kayak yang lo kira," kata Mei yang langsung mendorong tubuh Rivan kedepan, membuat Rivan jatuh ke lantai dan mengerang kesakitan.
Rivan langsung dibantu berdiri oleh kedua temannya. "Yuk, cabut." Katanya kepada kedua temannya, disambut oleh sorakan hampir seluruh murid di kantin.
"Huuu malu woy kalah sama cewek!"
"Yah masa lawan cewek kalah? Huuuuu"
Kira-kira seperti itulah sorakan dan umpatan yang murid lain cibirkan ke arah Rivan. Rivan segera pergi dari kantin dan masuk ke kelasnya.
Sementara itu di kantin, Brenda, Ben, dan Ano segera menghampiri Mei. Brenda memberikan selembar tissue untuk mengelap keringat Mei.
"Lain kali, jangan ceroboh, Mei. Ilangin lah sifat lo yang satu itu," kata Ano memperingatkan.
Diantara mereka, Ano lah yang paling bijak. Maka dari itu, setiap yang Ano katakan tidak ada yang memprotes, termasuk Mei.
"Ya kan gue udah minta maaf, No. Dia nya aja tuh yang nyolot." Kata Mei sambil mengelap keringat yang ada di pelipisnya dengan tissue.
"Tapi jangan langsung lo hajar gitu, dong. Untung aja ga ada guru yang kesini. Kalo ada, huff cape deh lo dipanggil lagi ke ruang BK." Kata Ano.
"Iya-iya," kata Mei sambil mengikat ulang rambutnya yang berantakan sehabis menghajar Rivan.
KRING KRING.
"Udah bel, yuk ke kelas guys." ajak Ben.
"Gue beli minum dulu sebentar. Gue 'kan, belum beli minum." Kata Mei sambil bergegas pergi membeli minuman dingin.
"Yuk," katanya sambil membawa sebotol air mineral dingin.
"Come on!" Kata Brenda sambil merangkul sahabat-sahabatnya dan berjalan menuju kelas.
Tanpa mereka sadari, di ujung kantin ada yang memperhatikan mereka dengan sangat intens.
Ralat.
Memperhatikan Mei.
******
.24 Januari 2016.

KAMU SEDANG MEMBACA
MEI
Roman pour AdolescentsKisah seorang remaja bernama Mei. Klasik; sekolah dan juga percintaan. tapi, gacuma disitu serunya. Find out here! Copyright © 2016 maryzsa