"Kiri, Bang!"
Aku berteriak untuk menyadarkan supir angkot yang sedang tenggelam dalam hingar-bingar musik dangdut yang ia putar dengan volume keras. Sepertinya supir angkot ini bercita-cita menciptakan tempat dugem khusus pecinta dangdut. Setelah dua kali berteriak agar supir ini menepikan angkotnya, aku turun dan memberikan ongkos dengan wajah tertekuk kesal. Sementara yang kuberi wajah kesal menerima uangnya dengan suka cita seraya menggoyangkan bahunya mengikuti irama musik.
Sambil menghembuskan napas kesal aku menyeka keringat yang mengalir di kening. "Aah, kampret! Jadi kelewat gini turunnya gara-gara dangdut," aku bersungut-sungut sambil berjalan menuju sebuah pertigaan yang terlewat cukup jauh karena keasikan abang angkot tadi.
Mood-ku yang sudah kelewat kacau karena pengaruh hormon tamu bulanan kini semakin memburuk. Sesekali aku berdecak kesal dan nyaris menyemburkan sumpah serapah. Beruntung akal sehatku masih berfungsi dengan baik sehingga aku tak perlu mempermalukan diriku di depan umum. Sumpah demi kolor Flying Dutchman yang nggak pernah dicuci, kejengkelanku udah sampai di taraf super duper kueseeeell!
Panas matahari yang kelewat esktrim siang ini membuatku mempercepat langkah agar segera sampai di tempat bimbingan belajar. Sambil menggerutu panjang pendek aku mempererat pelukanku pada totebag berisi binder dan baju olahraga. Sesekali tanganku berusaha menghalangi sinar matahari yang membuat wajahku bagaikan kepiting rebus dengan saputangan handuk.
Gedung tempatku menimba ilmu tambahan sudah terlihat. Aku menambah kecepatan kakiku hingga nyaris berlari. Ketika sudah berada di parkiran ruko penuh warna itu, aku menghentikan langkahku untuk menormalkan napas sambil menunduk. Setelah cukup mengumpulkan oksigen, aku mengangkat kepala dan melanjutkan langkah. Sedikit tersentak aku menoleh sekali lagi ke arah kiri dan menemukan cowok itu sedang melihat ke arahku juga dari tempatnya berdiri.
Rasanya aku ingin berteriak "MAMIII, AKU KETEMU DIA LAGI!!!" sambil berloncatan ke sana-sini untuk melepaskan euforia berlebihan yang ada di hatiku. Namun, saat melihatnya menoleh kembali pada cewek yang ada di belakangnya untuk mengatakan sesuatu dan tersenyum, rasa bahagia itu langsung lenyap nggak bersisa sedikit pun. Meninggalkan hatiku yang kini sedang menekuk bibirnya dengan kesal campur kecewa.
Sepertinya aku melupakan satu hal penting bahwa cowok itu sudah mempunyai pacar dan ia datang ke sini pasti untuk mengantarkan makan siang ceweknya seperti biasa. Aku tidak tahu siapa nama cewek tersebut. Yang aku tahu, cewek itu masih kelas 10, dua tingkat dk bawahku.
Dengan lesu aku melewati sederetan motor yang terparkir dan masuk ke dalam gedung les dari pintu utama. Aku nggak berminat masuk dari pintu samping karena itu artinya aku harus melewati pasangan itu.
Saat memasuki ruang konsultasi khusus siswa SMA aku mendapati Om Pikar, salah satu staf karyawan di sini sedang menggoda cewek yang tadi kulihat di parkiran.
"Ciee, Karin disamperin mulu sama pacarnya. So sweet banget, sih. Mau dong disamper juga." Sambil bersandar pada pintu samping, Pikar menaik-turunkan alisnya ke arah cewek yang bernama Karin itu dengan gaya yang membuatku ingin muntah.
Aku mendudukan diriku tepat di seberang pendingin ruangan, tak jauh dari meja Karin dan teman-temannya. Yang aku butuhkan saat ini adalah angin segar untuk mendinginkan tubuh dan juga hatiku.
Tawa ketiga teman Karin terdengar. Ada kesan geli yang kutangkap dalam tawa mereka. "Itu bukan pacarnya Karin, tau!" Suara salah satu dari mereka refleks membuatku menghentikan kesibukanku mengipasi wajah.
Aku menyenderkan punggung dan memasang telinga dengan siaga.
"Itu kakak gue, Pikar. Saya mah apa atuh, masih jomblo gini," Karin bersuara dengan keras lalu tertawa lagi.
Ka...kak?
***
9:22 PM Wed, 13 January 2016
Halooo, duh udah 3 bulan gak nyentuh lapak ini. Tiba-tiba seminggu yg lalu dapet ilham buat bikin cerpen ini tapi baru sempet post sekarang. Jangan lupa vote+comment yaa!
Regards,
auliaravina