"Kapan kawin, In?"
Vinka terlonjak kaget mendengar suara yg tiba-tiba muncul di sampingnya. Ia menoleh dan menemukan Igo, sepupunya yang sableng dan suka nggak inget umur sedang berdiri memperhatikannya mencuci piring.
"Wa'alaikumsalam, Bang Igo yang tampan." Vinka berucap sarkastik.
"Gue udah jerit-jerit ngucapin salam tadi di ruang tamu, elo aja yang budeg sampe nggak ngedenger suara gue yang merdu ini."
Vinka hampir muntah mendengar sepupunya yang narsis. "Tinggal ulang aja apa susahnya sih? Dapet pahala masa nggak mau. Aneh," sungut Vinka sebal. Sepupunya yang satu ini memang menyebalkan dan sering membuatnya naik darah hanya karena hal sepele.
"Kapan kawin, eh?" Igo mengulangi pertanyaannya.
Vinka menghela napas lelah. Hanya ada satu kalimat sakti yang mampu membuat sifat cerewetnya menghilang. "Nanya kapan kawin mulu lo. Emangnya elo udah punya calon sampe ngurusin urusan gue. Mending cari calon dulu sa-- ADUH!"
"Eh, tuh mulut kalo ngomong suka nggak pake saringan, ye." Igo ngomel-ngomel seraya bersiap menjitak Vinka lagi. Namun ia kalah cepat dari Vinka yang langsung menghindar.
"Lah, emang kenyataan, kan? Umur elo lebih tua dari gue dan belom kawin. Harusnya gue dulu yang nanya begitu sama lo."
"Ck. Elo belagak pilon, ya?"
Vinka melempar serbet ke arah Igo. "Sialan." Ia kembali melanjutkan kesibukannya mencuci piring. "Tumben banget lo mau ikut kumpul keluarga gini? Biasanya lo paling ogah." Vinka masih sibuk ngoceh, pasalnya Igo pernah berjanji setahun yang lalu kalau ia nggak bakal dateng ke acara kumpul keluarga--sekalipun syukuran atas kelahiran anggota keluarga baru--kalau belum mendapatkan calon yang tepat. Waktu ditanya kenapa ia berjanji kayak gitu, Igo hanya menjawab sekedarnya: "Capek ditanya kapan kawin mulu."
"Mulai lagi pikunnya kumat." Igo mengusap wajahnya dengan dramatis, membuat Vinka menaikkan sebelah alisnya.
"Setau gue, kan elo nggak mau dateng ke acara kumpul keluarga sebelum dapet calon. Atau..." Vinka menggantungkan kalimatnya dengan mulut menganga lebar dan mata melotot horror. Igo yang melihatnya hanya menyeringai senang.
"Yup. Orangnya ada di depan."
Vinka hanya bisa geleng-geleng kepala dan pasrah melihat Igo yang terlihat bahagia karena bisa menyiksanya dengan pertanyaan 'kapan kawin?'.
"Inka, ke luar, yuk. Ada yang mau Mama kenalin ke kamu." Suara Mama menghentikan obrolan mereka.
"Siapa, Ma?" Vinka curiga kebiasaan Mamanya yang suka menjodoh-jodohkan dirinya dengan anak kenalannya kembali kumat. Yang Vinka takutkan lagi, hal itu akan terjadi hari ini, di acara syukuran atas kelahiran anak kedua Kakaknya.
"Kenalan Mama. Beliau sengaja Mama undang hari ini."
"Mama kok ngundang orang lain, sih? Ini kan khusus acara keluarga. Kenapa Mama nggak ngundangnya kemaren aja waktu pengajian?" Vinka masih belum puas.
"Mereka nggak bisa dateng kemaren, Sayang. Jadi Mama undang hari ini. Ayo, buruan ke depan. Mereka udah nungguin kamu, lho." Mama mulai kehabisan kesabaran menghadapi ocehan Vinka.
"Tuh, In. Coba diliat dulu, barangkali mereka bawa yang cakep satu. Lumayan kalo kecantol, kan?" Igo mengerling kepadanya seraya tersenyum menggoda.
"Diem, lo. Jangan sampe tuh mulut gue iris-iris." Vinka mengeluarkan tatapan tajamnya yang tidak dapat membuat Igo takut.
"Ugh.. takut. Maaa," Igo merengek bagaikan anak kecil kepada Tantenya.
"Sudah sudah. Kalian udah punya ponakan tapi kelakuan masih sama kayak ponakannya. Vin, ayo." Mama menggandeng lengan Vinka ke ruang tamu dengan senyum lebar. Vinka sendiri sampai bertanya-tanya siapa yang datang hingga membuat Mamanya terlihat berkali-kali lipat bahagia dibandingkan mendengar kabar cucu keduanya telah lahir.