Langkah Awal

151 6 2
                                    


Malam yang membahagiakan itu pun berlalu. perlahan tapi pasti hitamnya langit mulai berubah menjadi kuning kemerahan di belahan langit timur. Cahaya indah, hangat nan lembut mulai menembus langit timur dan menerpa desa Cranth dengan kebahagiaan. Kini wajah bulan sudah hilang dari pandangan mata, malam hanya menyisakan tetesan-tetesan embun di dedaunan.

Segala bentuk kehidupan di desa Cranth tampak telah menyambut sang matahari dengan senangnya. Pepohonan pun tampak menyombongkan diri kala diterpa sinar matahari. Tampak Hijau sekali, kadang ada sedikit gemerlap hasil pantulan cahaya matahari dari embun pagi .

Para hewan ternak tidak mau kalah, mereka menyambut matahari dengan bunyi-bunyian dari tenggorokan mereka, seperti musik yang mengiringi tarian pepohonan hijau. Sedikit lantang, tetapi lembut jika sampai di gendang telinga, mungkin ini yang orang-orang maksud dengan kata merdu.

Bunyi-bunyian tadi seakan menjadi alarm bagi penduduk desa. Mereka tampak mulai keluar rumah dan pergi ke tujuan mereka masing-masing. Ke kebun, ke kandang, ke dalam hutan, ke semua tempat yang dapat mengisi perut mereka hari ini. Terlihat sesekali, mereka berpapasan satu sama lain dan bertegur sapa. Tidak sedikit yang terlihat mengobrol di sepanjang perjalanan menuju tempat tujuan mereka.

"Hiuu-uh, Sungguh desa yang damai." Kata Leon yang sepertinya ia telah menikmati indahnya desa sejak tadi. Leon berdiri di depan rumahnya dengan tas gendong yang telah ia persiapkan semalam, celana pendek, sepatu boot yang agak tampak kusam, dan kaos hijau lumut tipis yang menutupi badannya. terlihat senyuman yang ternyata belum lepas dari wajah Leon sejak semalam.

"Selamat pagi." Seorang wanita paruh baya yang tiba-tiba menyapa Leon di depan rumah itu sembari berjalan masuk ke halamannya.

"Eh, penampilanmu hari ini berbeda sekali. Apa kau ingin pergi ? padahal aku yang sudah tua ini ingin meminta bantuanmu untuk mengumpulkan kayu bakar. " lanjut wanita tadi setelah melihat Leon dengan tas punggungnya. Ia terlihat sedikit kecewa kala itu.

Mendengar ucapan itu, Leon menjadi merasa bersalah pada wanita dihadapannya. Memang begitulah sikapnya saat ia tak dapat menolong orang lain, padahal itu adalah permentiaan yang sangat mudah baginya.

"E-eh, anu, sebenarya ak-" 

"Eh, ternyata ada Bibi May. Sepertinya Leon tidak bisa mencari kayu bakar mulai dari sekarang." Vina lantas memotong jawaban Leon saat ia muncul dari dalam rumah dan melihat Bibi May.

Memang, biasanya setiap pagi Bibi May berkunjung ke rumah Remiurgde untuk meminta bantuan, tapi terkadang juga hanya untuk sekedar mampir dan melihat keadan kedua anak Remiurgde ini. Leon dan Vina sudah seperti adik dan kakak, para penduduk pun menganggapnya begitu.

"E-eh he, iya Bi. Aku akan pergi ke kota untuk mengikuti tes pejuang. Jadi-,umm--" ucap Leon dengan ekspresi senyum ragu-ragunya.

"Eeh, 'TES PEJUANG'?" Bibi May meneriakkan kata itu dengan sangat keras sambil menyondongkan badannya sedikit kebelakang.

Para penduduk desa yang ada di sekitar sana pun tertarik perhatiannya menuju arah sumber suara yang sedikit mengganggu kedamaian di desa itu.

"KAU INGIN MENGIKUTI 'TES PEJUANG'?" sekali lagi Bibi May berteriak tanpa mengurangi sedikitpun volume suaranya, seolah ia masih tidak percaya yang ia dengar.

Para penduduk desa semakin penasaran dengan percakapan ke-tiga orang itu. Telinga dan mata mereka tertarik oleh suara bising bibik May yang bahkan lebih mencolok dari bunyi-bunyian yang di keluarkan hewan ternak.

"mm,, iya bi. Aku sudah memutuskannya" kali ini Leon terlihat sedikit percaya diri dengan apa yang di ucapkannya.

Tidak terasa para penduduk ternyata sudah memenuhi halaman Leon yang tidak begitu luas itu. Mereka pun sepertinya sudah menyimak percakapan Leon, Vina, dan Bibi May.

Leon : Path of a BattlerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang