10- Mengapa selalu dia?

5.3K 597 41
                                    

Hollaa. bertemu lagi di cerita ini..

selamat membaca dan selamat menikmati... semoga di part ini akan mengurangi kadar kebaperan kalian ya?

dan untuk yang bertanya mengenai POV Rega. mohon maaf dari awal cerita saya sudah mengonsepkan untuk hanya menggunakan POV Dini

selamat membaca dan menikmati

===##===

Tuhan mengajarkan bahwa dalam hidup kita harus bergerak dan tidak memasrahkan diri begitu saja. Tuhan mengajarkan bahwa ketika badai datang percayalah bahwa pelangi akan datang selanjutnya.

Sore ini aku memutuskan untuk menyempatkan diri menikmati senja  di sebuah kafe dengan tumpukan novel yang berhasil kuperoleh. Aku menatap miris novel tersebut, menyadari bahwa kisahku tidak seindah dan sesempurna khayalan.

Sepotong red velvet ditemani segelas green tea hangat adalah teman pemanisku hari ini. Sungguh menyedihkan ketika membayangkan hanya mereka yang bisa menemaniku saat ini. Kupandangi sekitar, beragam orang yang sibuk dengan segala aktivitasnya. Ada yang tertawa, tersenyum, berteriak, khawatir dan berbagai jenis lainnya. Setiap manusia mengilhami karakter yang mereka jalani dengan berbagai ekspresi.

Sementara aku, huft! Kutarik napas panjang. Masih terlarut dalam kesedihan yang tak berujung. Padahal ini sudah hampir dua bulan sejak kandasnya hubungan kami dan tepatnya sebulan aku tidak melihat wujudnya di hadapanku. Hanya sebait kata atau ocehan ia bersama teman-temannya di akun media sosial. Dan sialnya kebanyakan teman Rega adalah temanku juga.

Betapa sulit menghapus jejaknya. Jejak yang banyak menyimpan kenangan. Pahit, manis, getir semua bercampur menjadi satu di antara kami. Sejauh mana aku berusaha melupakan maka sejauh itu juga aku semakin sulit lepas darinya.

Aku memang bodoh. Memilih melepaskan semuanya namun kenyataan semua tidak semudah seperti melempar umpan pada ikan yang kelaparan. Bodohnya aku. Aku yang menjadi umpan dari diriku sendiri.

"Ga...."

"Hmm....." gumam lelaki itu ketika aku memanggilnya setelah hampir tiga minggu kita tidak bertemu.

"Ga, tahu gak? Kita ini bukan seperti orang pacaran. Kamu dimana? Aku dimana? Dan saat kita duduk berdua seperti ini. Aku kayak lagi sendiri aja."

"Din, kamu tahukan belakangan ini aku,....."

"Aku tahu Ga. Kamu banyak kerjaan dan sering keluar kota. Hmm jadi setelah aku pikir-pikir aku mau balik ke Solo. Cari kerjaan di sana saja, setidaknya masih ada bunda dan adikku. Aku tidak merasa kesepian."

Rega mengacak rambutku kemudian menjitak keningku pelan. "Din, aku ninggalin kamu kan karena aku kerja bukan keluyuran gak jelas. Jadi aku gak mau kamu balik ke Solo?"

Aku mencibir perkataannya., "Gak ngijinin aku balik tapi ditinggal terus."

"Kalau kamu balik ke Solo terus siapa yang akan masakin kalau aku lapar, dan kalau aku baru balik dari perjalanan jauh aku tidak punya tempat untuk melepaskan lelahku."

"Kalau kamu lapar ya tinggal ke rumah makan, kalau kamu baru pulang dan capek lebih baik kembali ke apartemenmu," ucapku mendengus.

Sekali lagi Rega menjitak keningku namun kali ini sedikit keras sehingga membuatku mengernyit. "Kamu ini gak ngerti atau apa? Intinya aku tidak mau jauh-jauh dari kamu."

Sebuah senyuman hangat muncul ketika membayangkan tentang masa lalu kami. Bukankah sudah aku bilang bahwa kami adalah pasangan yang langka dan aneh? Jika sedang berjauhan maka rasa kangen itu akan tumbuh namun jika sedang bersama yang tersisa hanya pertengkaran dan selalu Rega yang mengalah.

InfinityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang