13 - Semua tidak lagi sama

4.5K 601 77
                                    



Menatap langit kota Jakarta dari jendela ruang kerjaku, empat tahun sudah berlalu namun bayangannya selalu melekat di hati.

Apakah ini sakitnya mencinta?  Jika Kau ijinkan, aku ingin mengulang masa lalu dan memperbaikinya, memilih memperjuangkan semuanya.

Tepat hari itu, setelah aku mengunjungi Rega namun aku tidak menemukan keberadaanya. Sejak saat itu juga aku tidak pernah bertemu dengannya atau keluarganya, mereka seakan telah hilang ditelan bumi. Pernah beberapa hari kemudian, aku ditemani Yoga berkunjung ke rumah orang tua Rega berharap ada suatu keajaiban bisa bertemu dengan Rega. Namun semuanya sia-sia. Dari informasi yang kudapatkan penjaga rumah bahwa pemilik rumah ini telah pergi meninggalkan negeri ini. Mereka tidak memberikan keterangan yang pasti namun aku menyadari bahwa kedua orang tua Rega telah membawanya pergi, pergi menjauh dariku.

Hari-hari selanjutnya tidak kuhabiskan dengan sia-sia. Aku mencari keterangan di perusahaan tempat Rega bekerja, dari pimpinan perusahaan aku mengetahui bahwa Rega tidak bekerja di sana lagi, pihak perusahaan menyayangkan pengunduran diri Rega karena Rega merupakan pegawai yang bertanggung jawab dan sedang menapaki puncak kejayaan di karirnya.

Tiada hari kulalui tanpa mencari jejak Rega, aku mengunjungi apartemennya, aparteman yang masih tersusun rapi kenangan kami berdua. Aku menelusuri tiap jejak kami di sana, dan baru kusadari bahwa aku tidak ingin kehilangan dia, aku menginginkan dia di tiap hembusan napasku. Alhasil sepanjang malam kulalui dengan berada dalam tangisan dan rindu yang mendalam pada Rega hingga Yoga menemukan diriku bagai mayat hidup di aparteman Yoga.

"Gue jahat, gue jahat, gue udah bikin Rega terluka, gue udah bikin dia kayak gini. Semuanya gara-gara gue," suara isak tangis mengema di kamar ini. Menghirup sisa-sisa aroma Rega yang aku rindukan.

"Sudahlah Din, lo gak boleh kayak begini. Gue yakin sekarang Rega berada di tangan yang tepat yaitu bersama keluarganya," ucap Yoga berusaha menenangkanku namun selanjutnya yang kulakukan memeluk erat selimut yang meninggalkan jejak Rega.

"Mbak Dini, ada telepon dari pak Yoga," suara Rumi, asistenku membuyarkan lamunanku, aku berbalik kemudian mengangguk sebelum beranjak mengangkat panggilan Yoga.

"Haloo...."

"Eh Din, lo masih di atas? Gue udah dibawah, lo mau pulang bareng gue dan anak-anak gak? Kebetulan ada farewell party anak divisi sebelah ni?"

Oiya aku belum menceritakan bahwa aku berkerja di perusahaan yang sama dengan Yoga namun kita berbeda divisi. Aku bekerja di divisi R & D sementara Yoga bekerja di divisi QA.

"Lo aja, gue lagi malas. Abis ini gue mau langsung pulang," ujarku sopan menolak.

"Ya elah hidup Lo hambar banget sih Din, balik kerja langsung nongkrong di kamar. Sekali-kali have fun dan gabung sama kita."

Sekali aku tersenyum dan menggeleng, entah sudah beberapa kali Yoga memberikan protes atas sikapku yang selalu menutup diri tepatnya setelah kepergian Rega empat tahun silam. Hari-hariku hanya dihabiskan dengan kantor-aparteman-kantor-apartemen.

"Gue gak minat Yoga," lanjutku berusaha membuat Yoga menyerah.

"Ya sudahlah kalau begitu, hati-hati lo di jalan sekarang lagi musim hujan badai."

Aku tersenyum kemudian mengucapkan terima kasih. Yoga memang paling mengerti tentangku.

Setelah panggilan terputus, aku melirik jam di pergelangan tanganku yang sudah menunjukkan pukul lima sore, pantasan mereka pada pulang. Aku menarik tas jinjingku sebelum menuju pelatafan parkir.

InfinityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang