Chapter 3

103 7 4
                                    

Kupikir aku benar-benar harus mencari pekerjaan. aku tak peduli jika harus ketahuan oleh ayah atau tidak. aku sudah muak dengan keadaan kami. ayah juga belum mendapatkan pekerjaan tetap seperti yang ia janjikan. aku ragu dengan janjinya meskipun aku tahu bahwa ia sangat bersungguh-sungguh dengan perkataannya.

tapi... memangnya siapa yang akan tahan dengan keadaan seperti ini?
lagipula di dompetku masih ada seribu yen dan belum kusentuh sampai detik ini juga. ketika ditanya, aku menjawab bahwa aku sudah makan. kalau kujawab belum, tentu saja ayah akan semakin sedih dan akan memaksakan dirinya lagi untuk "berpetualang" di luar sana demi mendapatkan sesuap nasi untukku.
aku berpuasa pun tak apa.
begini lebih baik daripada aku harus melihat kesedihan lagi di wajah kami.

'krucuuuuuukkkk~"

hhh... cacing di perutku sedang bernyanyi rupanya.

"kau sudah makan?", kata seseorang dengan tiba-tiba di depanku.

hhh... dia lagi...

"tidak ada urusannya denganmu", jawabku cuek.
kulemparkan wajahku ke arah lain.
kulirik sedikit ke arahnya ternyata ia sedang menatapku.

"kenapa kau menatapku begitu?", tanyaku mengernyitkan dahiku.

raut wajahnya tampak khawatir.

"kau kenapa sih? berhentilah menatapku seperti itu!"

ketika hendak menapakkan kaki pergi dari sini, tiba-tiba ia menahan pergelangan tanganku. aku melihat ke arahnya dan langsung memberontak.

"lepaskan! apa sih maumu?", tanyaku.

"tadi aku bertanya dan kau belum menjawabku. kau sudah makan?", tanyanya balik.

aku kembali mengernyitkan dahiku.

"kenapa kau begitu ingin tahu? aku sudah makan atau tidak, itu bukan urusanmu. lebih baik sekarang juga kau lepaskan aku. kalau tidak, aku akan berteriak!"

sesaat ruangan menjadi sangat tenang.
seluruh murid di kelas melihat ke arah kami. ku tengokkan mataku ke arah kanan dan kiri saat menyadari puluhan mata menatap kami.
kulihat ia sambil ku naikkan daguku.
silent.
ia melepaskan tangannya dari pergelangan tanganku dengan perlahan.
segera saja aku langsung pergi dari sini dan tak menengok lagi ke arahnya.

*****

di tengah terik matahari ini dengan berbagai macam berkas ditanganku dengan bermodalkan sejumlah sertifikat dan piagam penghargaan yang kuperoleh dari memenangkan berbagai lomba inilah, dengan secercah harapan yang timbul di hati, kutapakkan kakiku dari satu perusahaan ke perusahaan lain. kuharap mereka mau menerimaku. seharusnya sih... tetapi, sudah lima perusahaan kukunjungi tapi tak ada satupun yang mau menerimaku. apa yang salah dari diriku?
aku cerdas, wajahku tak kalah cakep dengan wajah para idola di negara ini, berbakat? tentu. aku punya segudang bakat dalam diriku yang kupelajari diam-diam dari ayah, tubuhku juga sangat aktif. lalu apa masalahnya? ah.. iya, biaya? benar juga.
untuk masuk ke perusahaan juga perlu biaya, ya?
ck! apa-apaan negara ini? apa pemerintah lebih mementingkan rakyat yang berduit? apa rakyat macam kami ini mereka anggap tidak berguna? negara maju apanya?? pemerintahnya jelas busuk begini!!

hhh... sudahlah.
mengumpat pun tak ada gunanya. jika aku terus mengumpat pun, pasti tak akan ada yang mau mendengarku. yang ada hanyalah orang-orang di jalan melihatku dengan tatapan aneh dan jijik.
mereka pasti mengiraku orang gila.
baiklah, sekarang lebih baik fokus dan kumantapkan tekad ini.
kuharap ada perusahaan yang kan menerimaku.

*****

"percuma, tak ada yang menerimaku...", gumamku sedih di dalam kelas.

ternyata sertifikat dan piagam itu tak ada gunanya bagi mereka. mereka hanya mencari pengalamanku bukannya sebuah kertas yang bertuliskan 'piagam' saja. itu tak cukup.
aku memang tak ada pengalaman bekerja apapun tapi... apa salahnya menerimaku?
toh kujamin mereka tak akan kecewa dengan hasil kerjaku.
aku yakin itu!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 10, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Binbo AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang