BAB 2

1.1K 82 4
                                    

"Telah dikatakan bahwa cinta tidak mengetahui betapa dalam cinta itu sendiri sampai pada saat perpisahan."

― Khalil Gibran, Penulis dan pelukis dari Lebanon-Amerika (1883 - 1931)


NARUTO:

"Terima kasih," suara itu, lembut namun menyakitkan, menyelinap ke telingaku seperti racun yang perlahan-lahan menyebar. Kau senangkah sekarang? Pergi dariku hanya untuk menikah dengan selingkuhanmu? Wanita jalang itu, berani sekali mempermalukanku di depan orang-orang. 

Genggamanku semakin erat, seakan berusaha menahan rasa sakit yang menggerogoti dadaku. Rasanya gatal, dorongan primal yang ingin kutarik tubuhnya ke dalam kamar, membawanya kembali ke rumah yang kini terasa sepi. Jika perlu, aku akan mengisolasinya. Kaki dan tangannya akan aku ikat dengan rantai. Bukankah itu menarik? Bayangkan, kau tak akan pernah pergi dariku lagi. Jika perlu, ingin kukaburkan matamu, sehingga kau tak bisa melihat siapa pun selain aku.

Menarik, bukan?

Kegilaan yang menggerogoti pikiranku saat ini, meskipun tak mungkin terjadi. Seumur hidupku, tidak akan kubiarkan siapa pun menyentuhmu. Tubuhmu, milikmu, hanya milikku. Kau milikku!

"Silakan, Pak," suara Yamato seperti petir yang membangunkanku dari mimpi buruk. Sekilas, aku mengalihkan pandangan, tapi hatiku tak mampu berpaling dari sosok di depanku. Dia, wanita yang kini resmi menjadi mantan istriku, tersenyum lembut, pipinya merona merah, tampak anggun meski dalam kesedihan. Dia membungkuk, lalu melangkah masuk ke dalam mobil, dan hatiku kembali retak. Tidak, mungkin bukan sekadar retak. Hati ini telah hancur.

Apalah arti hidupku tanpanya? Sekeping sampah yang tak bernilai. Lilin yang pernah menerangi hatiku yang gelap kini padam. Dia sudah pergi, dan tak akan pernah kembali untuk menerangiku lagi.

Mobil sedan itu melaju cepat, meninggalkan diriku yang masih berdiri, kedua mataku terpaku pada kepergiannya. Pandanganku buram, air mata mengalir tanpa henti, seperti sungai tak berujung. Dalam hidupku, aku selalu tepat memprediksi segala sesuatu. Di meja judi, aku tak pernah kalah. Dalam perebutan saham, aku juga tak pernah tersandung. Menguasai wilayah, aku ditakuti dan dijuluki sebagai sang Raja.

Namun kini, aku kalah bahkan sebelum pertandingan dimulai. Kalah oleh Hinata Hyuuga. Aku tak mampu memprediksi jalan hidupku bersamanya. Tak menyangka, hari ini benar-benar akan datang—hari di mana aku harus berpisah dengan wanita yang paling kucintai. Bukan karena ketidakmampuan, tetapi lebih kepada kenyataan pahit yang tak ingin kumiliki. Kenyataan di mana hatiku terpaksa melepaskan bagian terpenting dari diriku.

Seandainya ada kesempatan tak terduga, apakah aku benar-benar harus mengurungnya? Membutakan matanya agar dia tak melihat jalan lain, selain jalan yang sudah ditetapkan untuknya? Dalam pandanganku, tidak ada laki-laki lain yang pantas untuknya. Hanya aku, satu-satunya yang dapat memberikannya cinta tulus, tanpa syarat.

Bayangan Hinata dengan tatapan penuh kebingungan, bertanya-tanya mengapa semua ini terjadi, selalu menghantui pikiranku. Jika saja aku bisa menghapus semua yang pernah dia alami, mengganti semua luka dengan kebahagiaan yang aku tawarkan. Bukankah akan lebih mudah jika dia hanya melihatku, merasakanku? Seolah-olah dunia di luar sana tidak pernah ada, dan hanya ada kita berdua, dalam balutan cinta yang abadi.

Aku ingin membuatnya percaya, bahwa hanya kehadiranku yang dapat membuatnya merasa hidup, bahwa cinta yang aku berikan adalah satu-satunya cinta yang pantas untuknya. Tidakkah dia melihat? Tidakkah dia merasakannya? Dalam setiap detak jantungku, namanya bergetar, menjadi lagu yang tak akan pernah berhenti.

MY HUSBAND [On Karyakarsa] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang