Chapter 1

207 16 4
                                    

'Tapi Alz, aku tidak tahan lagi dengannya.' Laila terus berteriak dari ujung telepon.

'Yasudah jika sudah tidak cocok lagi, untuk apa dipertahankan.'
Aku menanggapi keluhan Laila dengan serius.

'Ah kau benar juga. Aku heran, kau belum pernah merasakan yang namanya memiliki kekasih, namun saranmu selalu manjur jika kulakukan.'

Aku memutar bola mataku walaupun tak terlihat oleh Laila.

'Alz? Mengapa kau diam saja?'' Seru Laila mebuatku tersadar dari lamunan.

'Ya, yaa hmm.. ak aku hanya sedang memikirkan, apakah ini saatnya aku membuka hati untuk menerima seorang lelaki?' Sial, mengapa aku gugup saat membicarakan lelaki jika ada sangkutpautnya denganku.

'Whoa!! tunggu tunggu, apa aku tidak salah dengar? Seorang Alice Anderson ingin membuka hatinya untuk seorang lelaki?'

Aku merasa jantungku ingin loncat keluar mendengar teriakan Laila, padahal aku sudah biasa.

'Oh ayolah Lails, kecilkan suaramu. Aku hanya menanyakan hal yang wajar bukan?'

'Baiklah baiklah, aku tidak akan berteriak lagi. Tentu saja kau harus membuka hatimu yang aneh itu. Tidak pernah merasakan cinta, tidak pernah memiliki pasangan, tidak pernah memuji lelaki tampan. Tadinya aku sempat berpikir untuk membawamu ke dokter ahli cinta.' Laila berbicara panjang lebar dan kurasa dia hampir lupa untuk bernapas.

Shit

'Ku rasa aku yang harus membawamu kedokter ahli jiwa. Mana ada dokter cinta?'

'Sudahlah, aku sedang malas berdebat. Kita akan lanjutkan perbincangan ini besok disekolah.'

'Ini baru pukul 11 Lails, kau sudah mengantuk?' Aku kembali memutar bola mata.

Laila sedikit menghembuskan napas keras. 'Pukul 11 kau bilang baru? Aku tidak ingin mataku seperti mata panda yang kau punya.'

'Hey Nona Laila, kau baru saja menghina mataku.' Aku mendengus kesal.

'Oke oke kalau begitu maaf, sudah ku bilang janganlah tidur terlalu larut.' Laila tertawa cekikikan.

'Baiklah, aku akan mencoba tidur lebih awal, kasihan mataku yang indah kalau harus dihiasi dengan warna hitam dibawahnya.'

'Akhirnya kau sadar. Yasudah, good night my bae.'

Aku langsung mematikan teleponku dengan Laila sambil mengernyit jijik.Ternyata sudah satu jam kami berbicara di telepon.

Sekilas cerita mengenai aku dan Laila, kami sudah dari kecil tinggal bersebelahan. Walaupun bersebelahan, kami tidak jarang berbicara lewat telepon di malam hari. Kalian tau alasannya? Kami berdua terlalu takut untuk keluar di malam hari. Aku dan Laila sama sama penakut. Tetapi Laila selalu berkata aku lebih penakut darinya. Untuk itu kami berdua lebih memilih berbicara lewat telepon jika sudah malam hari.

Aku menghempaskan tubuh mungilku pada kasur king size yang kumiliki dan kembali membayangkan percakapanku dengan Laila tadi.

Apa iya aku harus membuka hati untuk seorang lelaki? Apa nantinya aku tidak akan menyesal bahkan sakit hati?

Tidak terasa, aku memejamkan mataku secara perlahan dan terlelap.

***

Haii.. author baru pertama kali nih nulis, jadi maafin yaa kalo banyak typo atau ceritanya kurang jelas. Jangan lupa vote dan comment ya semua!:3

   Things I Can'tTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang