Setelah kejadian siang itu, aku terus memikirkan apa yang akan Deve lakukan jika ponselku tidak berdering? Apa Deve menciumku? Tapi, aku dan Deve baru saja kenal. Tidak mungkin bukan?
Ah, sesungguhnya itu tidak penting. Lagipula aku ini sudah 16 tahun dan merasakan yang namanya ciuman itu hal biasa.
Aku bangkit dari tempat tidur kesayanganku dan memutuskan untuk mandi. Aku merasa tubuhku sudah sangat lengket karena sejak pulang sekolah aku belum mandi.
Setelah berada di kamar mandi cukup lama, aku memutuskan untuk keluar. Aku melihat Laila sedang mengenakan earphonenya dan memejamkan mata di atas tempat tidurku.
"Lails, apa kau tertidur?" Tanyaku sambil sedikit mengguncangkan tubuhnya.
"Apa kau baru saja selesai?" Laila membuka kedua matanya dengan lantang.
"Ya aku baru saja selesai." Jawabku sambil mengambil pakaian dalam dan piyama.
"Oh Alz, mengapa kau selalu lama berada di kamar mandi. Ngomong-ngomong, tadi kau pulang dengan siapa? Aku meninggalkanmu karena kau terlalu lama. Aku juga ada janji dengan mom hari ini. Jadi maaf aku meninggalkanmu Alz." Ujar Laila panjang lebar.
"Aku pulang dengan Deve. Beruntung ia menawariku pulang bersama. Jika tidak aku mungkin akan pulang naik bus." Jawabku setelah selesai mengenakan seluruh pakaianku.
"Deve? Dia bukan orang baik Alz. Lihat saja, buktinya aku meninggalkannya sesuai saranmu."
"Aku menyuruhmu meninggalkannya karena kau belum mengenal bahkan bertemu dengannya Lails dan hey, kau lupa? Aku hanya pulang bersama. Tidak lebih." Jawabku dengan nada yang sedikit meninggi.
"Kau benar. Aku memutuskannya karena ia jarang memberiku kabar. Bahkan kami jarang berkomunikasi saat itu. Kau tau Alz, aku mudah bosan jika terus seperti itu."
Kau yakin tidak melakukan apa-apa?" Mata Laila menyipit menyelidik.
"Fuck Lails, berhenti mengintrogasiku" Gerutuku.
"Aku hanya ingin tau apa yang kalian lakukan ketika pulang bersama. Jadi?" Laila sedikit mencondongkan wajahnya kearahku mencari jawaban.
Aku kembali teringat dengan kejadian tadi siang. Itu hanya hampir, belum terjadi. Jadi aku tidak melakukan apa-apa bukan?
Aku menggeleng pada Laila dengan cepat "Tentu tidak bodoh."
"Well, baiklah. Sudah ya Alz, aku pulang. Aku merasa perutku ingin diisi." Laila mengelus-ngelus perutnya.
"Tidak bersama dengan mom dan dad dibawah?"
"Tidak, jika terlalu larut kau kan tau aku bisa-bisa menginap lagi."
Laila bangkit dari kasurku kemudian keluar kamar. Aku ikut keluar setelah beberapa lama Laila keluar. Menuruni tiap anak tangga dengan gontai karena mulai mengantuk.
"Mom, aku tidak makan ya. Aku sudah mengantuk"
"Ya, terserah kau saja. Tapi jangan lupa habiskan susumu" Jawab mom sambil menyiapkan makan malam.
Aku mengambil susuku di meja makan, kemudian meneguknya sampai habis.
Saat menuju tangga, aku mendengar mom bergumam 'tumben sekali anak itu sudah mengantuk'
Hey bukankah itu bagus? Mengurangi mata pandaku ini. Aku lebih memilih tidak menanggapi keheranan mom dan kembali ke kamar lalu memutuskan untuk tidur.**
"Jadi, bagaimana? Ikut atau tidak?" Laila bertanya dengan penuh semangat.
"Baiklah aku ikut."
"Aku sudah tahu kau pasti ikut. Kau yang terbaik." Laila memelukku membuatku menghentikan aktifitas memakan burger yang lezat ini.
Memutar bola mataku, aku berusaha melepas pelukan Laila yang menyesakkan ini.
"Tapi kau ya, yang meminta izin pada mom dan dad." Aku lanjut menyantap burger."Ayay kapten!" Teriak Laila memekikan telinga seluruh pengunjung kafetaria.
"Tutup mulutmu Lails!"
"Ups, sorry" Lanjut Laila diikuti cengiran kudanya.
Aku dan Laila keluar kafetaria dengan wajah berseri-seri. Tak henti-hentinya kami saling berlelucon. Saat sedang tertawa, aku melihat Deve dan Aston dari kejauhan.
Shit
Mengapa aku harus bertemu dengan Deve saat sedang bersama Laila. Ini akan menjadi canggung kembali ketika kuingat tempo lalu saat aku pulang bersama Deve, Laila mengetahui itu dan merasa tidak suka kupikir.
"Hai kalian!" Sapa Deve membuatku sedikit terkejut padahal aku sudah mencoba tidak melihatnya.
Aston menampakan senyuman ramahnya ke arahku dan Laila.
"Hai Deve" Balasku canggung, aku menoleh pada Laila dan kudapati dirinya hanya menampilkan senyum paksanya.
Deve menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Ku dengar, kalian akan berlibur akhir semester minggu depan. Sepertinya yang ikut juga banyak. Apa kami masih mendapat tempat?"Aku berdeham kemudian menoleh pada Laila. Gadis itu memberiku tatapan yang sulit kumengerti.
"O..oh soal itu, tentu saja kau dan Aston bisa bergabung dengan kami. Mmm..mm masih banyak tempat tentunya." Jawabku terbata-bata. Jujur aku bingung harus menolak atau membiarkan mereka ikut. Yang ada di pikiranku, bukankah lebih baik jika yang ikut lebih banyak?
Aston kembali menarik bibirnya menjadi senyuman yang lebar "Ah terimakasih. Aku senang mendengarnya. Aku bosan jika terus bergaul dengan bocah laki-laki. Ku dengar kita akan ke pantai bukan?"
"Ya sepertinya. Tapi masih dibicarakan, belum pasti kita akan ke pantai."
"Sudahlah Aston, kau terlalu bersemangat. Ehm, kebetulan kami mau mengisi perut kami yang keroncongan. Apa kalian mau ikut?" Ujar Deve mengubah topik pembicaraan.
"Tidak Deve. Kami baru saja dari kafetaria. Kami duluan ya" Akhirnya Laila membuka suaranya padahal semenjak tadi ia hanya diam.
Laila langsung menarik tanganku dan kami meninggalkan Deve dan Aston yang masih terdiam di tempatnya seperti kebingungan melihat tingkah Laila.
***
10+ Votes for next chapter!
Tell me what do you think about this chapter:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Things I Can't
ChickLit"Alice, kau yakin?" "Ya aku akan mencobanya" Alice adalah perempuan yang sangat cantik dan cerdas. Tidak jarang lelaki yang mengincarnya, namun anehnya tak satupun dari mereka yang dapat memikat hati Alice. Akankah Alice membuka hatinya untuk seoran...