Pertama

56 5 0
                                    

Seline berjalan menyusuri jalan kota metropolitan dengan earphone ditelinganya.

Melantunkan lagu demi lagu, sambil menyandang tas ransel berwarna kuning terang.

Seline kemudian berhenti dan terhenyak melihat sebuah kedai kopi bernama 'Pelik'. Sebuah kedai klasik dengan dinding luar berwarna creme dengan kaca didepannya yang menampakkan seisi ruangan kedai tersebut.

Seline melepas earphonenya dan menggantungkan di leher. Seline masuk ke dalam kedai tersebut dan melihat ke sekeliling ruangan, terkesima dengan tata ruang dikedai itu.

'Vanilla Latte nya satu mas'

Seline berbicara sambil berusaha mengambil dompet yang berada di dalam ransel kuningnya. Sebelum ia mendapatkannya seorang meyerahkan selembar kertas biru ke penjaga kasir yang ia ketahui sebagai selembar uang bernominal lima puluh ribu rupiah.

Seline menoleh dan melihat sesosok pria bertubuh jangkung dengan topi dikepalanya.

Seline berusaha menolak uang yang diberikan pemuda itu tapi penjaga kasir sudah lebih dulu mengambil selembar kertas biru itu, dan laki - laki itu hanya tersenyum.

Senyum yang manis.

Pikir Seline dalam benaknya, ia tidak mengenali pria itu, bertemu juga belum pernah.

Seline kemudian masih berusaha mengambil dompetnya yang tertanam di dalam tas ranselnya itu, saat ia berhasil mengambil, pria itu sudah menghilang entah kemana pergi. Saat seline melihat kebelakang pria itu sudah berjalan pergi berlalu menjauhi kedai sambil menyeruput minuman yang dibelinya. Seline berusaha berlari ingin menghampirinya tetapi barista memanggil namanya mengatakan bahwa minumnya telah siap untuk diambil. Seline mengambil segelas vanilla latte nya dan bergegas mengejar pria bertopi itu, tapi saat dirinya sudah berada diluar kedai—melihat ke sekeliling, hasilnya nihil. Pria itu entah kemana pergi.

Seline menghela nafas, dan memilih berjalan pergi—kembali menuju kampusnya yang berada di tengah kota Jakarta, Tepatnya Cikini.

P E L I K.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang