Prolog

81 10 2
                                    

Bruak... Terdengar suara benda jatuh.
"A.. Aw... Sialan, sakit sekali..." Aku berdiri, dan menatp ke tempat tidurku. "Jatuh dari tempat seperti ini? Sialan..."
Aku merapikan kasurku, menyiapkan buku pelajaran, dan membersihkan tubuhku. Setelah selesai, aku segera turun dan mempersiapkan bekalku untuk kubawa kesekolah. Hari ini, adalah hari pertama aku masuk SMA. Itu sebabnya, bagaimanapun caranya, aku tidak ingin pergi terlambat.
Pukul 6 lewat 15 menit, aku berangkat dari rumah, lebih tepatnya rumah kos. Aku sedikit kesal, dengan rumah itu. Kenapa, nomor yang dianggap sakral, nomor yang dianggap sial, nomor yang dianggap memiliki kekuatan supranatural, malah menjadi nomor kamarku? Tidak hanya itu, aku juga adalah penghuni ke 13 dari 13 penghuni yang ada. Sebisa mungkin, aku menghindari angka itu. Kamar 12 sebenranya sudah ditempati namun orangnya belum pernah datang kesana sekalipun. Aku berusaha keras untuk mendapatkan kamar itu, namun ibu pemilik rumah tidak menggubrisku. Alhasil, aku dipaksa tidur di kamar sialan itu. Tidak ada satupun hari yang menyenangkan disana.
Aku tiba disekolah baruku. Suasana yang dingin karena berada jauh dari pusat kota, serta pepohonan yang masih terjaga, membuatku sedikit nyaman di sekolah ini. Aku berjalan jalan, mencari namaku disetiap kelas. Aku mencek satu persatu, dan tidak memakan waktu lama, aku menemukannya.
" Tasya... oke, X.2 ya, lumayanlah.." Aku bergumam dalam hati. Di sekolahku ini, tingkatannya dibuat menggunakan angka romawi. Jadi, X disini maksudnya adalah angka 10 dalam angka romawi.
Aku berjalan masuk, dan tiba tiba aku menabrak sesuatu.
"Bisa jalan make mata gak sih?" Belum juga se-jam waktuku disana, suasana hatiku sudah hancur dikarenakan cowok sialan itu.
Aku melihat kearahnya. Mata itu... Matanya tidak menunjukkan kepedulian sama sekali. Dia adalah seorang cowok dengan tinggi badan sekitar 160 cm. Dia memandangiku, dia seolah berkata "Itu bukan urusanku. Minggir..." Namun, aku tidak dapat bergerak. Aku tidak tahu kenapa, tapi aku tidak dapat bergerak. Aku seperti terhipnotis oleh matanya, yang seperti ikan itu. Ya, mata tanpa ekspresi, orang yang dingin dan berbahaya.
Lalu dia mendorongku hingga terjatuh kebelakang. Aku tidak bisa berbuat apa apa. Dia memandangiku sebentar, dan pergi entah kemana. Aku masih tidak dapat bergerak. Tubuhku seperti terikat. Badanku gemetaran mengingatnya, dan lalu datang seorang cowok bertubuh sedikit kecil, hidungnya mancung dan rambutnya berstyle mohawk.
Dia menawarkan bantuannya kepadaku. Dengan senyuman ramah di wajahnya, dia mengulurkan tangannya untuk membantuku berdiri. Namun, aku membenci tatapan itu. Aku membenci senyuman itu. Melihatnya, membuatku teringat dengan kejadian beberapa tahun lalu. Sebisa mungkin, aku tidak ingin mengingatnya. Itu sebabnya, semua laki laki itu brengsek. Tidak terkecuali dia yang tadi, mereka semua itu sama saja.
Kenapa mereka semua tidak mati saja?
***

Terimakasih telah membaca..
Kritik dan saran anda sangat diperlukan.
Lanjutannya nyusul, ok?

Novelis Punya CeritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang