#4

41 2 0
                                    

Mereka disini, mengikuti organisasi suci ini. mereka disini, duduk dibelakangku sambil menatapku aneh. Para cewek menyebalkan itu terus menatapku, hingga membuat bulu kudukku sedikit merinding karenanya.

Kak Intan mendekati mereka. Dia tersenyum ramah, dan menurutku, wajahnya itu seperti boneka. Aaah... Sangat lucu dan jika saja dia setingkat denganku, maka sudah pasti kucubit pipinya yang tembam itu.

"Kenapa diluar saja? masuklah, kita kedapatan anggota baru tuh. Dia baru mendaftar, jadi silahkan kalian memberikan informasi informasi kepadanya. Kakak mau keluar sebentar, membeli minuman." Kak Intan memasan sepatu angkle boots- sepatu boots setinggi mata kaki- dan berlari kecil ke arah barat.

Aku sendirian, bersama lima cewek menyebalkan, namun aku berusaha untuk tenang, dan melupakan semua kejadian itu. aku sadar, saat ini aku adalah bagian dari organisasi islam, jadi aku harus membuang sifat jelekku yang memuakkan itu.

"Huuh... Apa apaan ini? si bangsat ini ternyata masuk rohis juga?" terdengar suara dari salah satu diantara mereka.

"Julia... Aku gak mau cari masalah didalam mushala. Bukankah kakak itu juga mengatakan agar kau memberi tahuku semua tentang organisasi ini. jadi, maukah kalian berbaik hati untuk mengatakannya kepadaku yang anggota baru ini?" Aku berusaha bersikap seramah mungkin kepada mereka. Yah, walaupun dari dalam hatiku masih menyimpan kekesalan yang tinggal dibuka segelnya pasti akan meluap seketika.

"Tumben kau ramah, Tasy?" Devi berjalan dan duduk didepanku. Saat ini, aku sedang face to face dengannya.

"Mungkin dia cuma mau cari muka kali... Kau lihat sendiri, bukan? kelakuan dia tadi pagi itu kayak gimana? jadi, gak usah sok ramah deh..." Julia berjalan kearahku, dan menarik lengan kiri Devi agar menjauh dariku.

"Apa apaan, sih? Tapi aku sudah berjanji dengan Kak Intan kalau kita harus memberitahukannya semua yang kita tahu tentang organisasi ini. apa kalian mau, melanggar janji karena mempermasalahkan hal sepele?" entah kenapa, aku merasa hanya Devi yang memiliki otak diantara mereka berlima.

Mendengar perkataannya berusan, aku sedikit menyesal telah mengata ngatainya tadi.

"Khusus kali ini, aku iya. Maaf, Dev. Kami pergi dulu. Kami tidak sudi berdekatan dengan orang yang menyebalkan seperti dirinya itu." Julia menarik 3 temannya yang lain dan pergi entah kemana. Sekarang, tinggal aku dan Devi yang duduk dengan jarak 30 cm. dia mengeluarkan sebuah buku yang berbentuk seperti diary, dan mulai membacakan hasilnya.

Lumayan, untuk orang yang seperti tadi, dia lumayan untuk menjelaskannya. Penjelasan yang runtut itu membuatku mudah mengerti perkataannya. Dia menutup buku cokelatnya itu, dan memasukkannya kedalam tas ungunnya.

"Jadi, ada yang tidak kau mengerti? Ingat ini ya, aku tidak melakukan ini karenamu. Tapi, aku sudah berjanji dengan Kak Intan agar memberi tahumu. Jadi, jangan kegeeran. Jadi-"

"Jangan kebanyaan jadi-nya. Pusing aku mendengarnya. Aku tahu, kau tidak perlu menjelaskannya lagi. Aku hanya menganggap itu sebagai informasi dari panitia pelaksana suatu acara atau dari pembawa acara atau MC."

"Terserahmu lah. Oh iya. Aku sedikit penasaran. Kenapa kau masuk kedalam organisasi ini?"

"Tidak ada alasan yang khusus. Kau gimana?"

"Karena aku menyukai organisasi seperti ini. ketika ditampilkan saat mos yang lalu, aku melihat hanya rohislah yang agenda kegiatannya lengkap. Setelah selesai, aku langsung mendaftar dan menjadi anggota pertama yang mendaftar di stand rohis. Aku juga mendapatkan stiker dan pinnya." Dia mengeluarkan pin berwarna ungu bertuliskan Rohis X.

"Tadi kau bilang kalau agendanya lengkap. Maksudnya?"

"Tidak seperti organisasi lain, rohis punya agenda yang sangat lengkap. Misal, jika di PMR hanya belajar tentang pertolongan dan ilmu medis lainnya, kita dirohis juga mempelajari hal itu. Jika pramuka ada agenda kemping, maka di rohis juga ada agenda kemping. Jika di ekstra olahraga, mereka bermain bola atau voli, kita juga bermain keduanya. Namun, mereka tidak memiliki agama yang menjadi pondasi bagi setiap individu. Namun, disitulah kelebihan kita. Kita punya pondasi kuat, untuk menggerakkan organisasi ini, menggerakkan setiap individu ini agar berjuang dijalan Allah." Dia mengatakannya dengan semangat '45. Yah, aku sedikit kagum dengan niatnya itu.

Kami terus mengobrol tentang organisasi, dan lain lain. Lambat laun, aku merasa kalau dia itu tidak begitu buruk. Aku bisa sedikit bercerita dengannya dibanding dengan orang lain. Mungkin, dia adalah classmate pertamaku.

Tiba tiba, aku merasa diperhatikan. Aku mencari sumbernya, namun tidak ketemu. Aku melihat kearah belakang. Cowok super sombong itu sedang menatapku, dari balik gorden berwarna hijau yang terbuka sedikit. Aku ragu, apakah dia bisa melihatku atau tidak. Tapi, aku merasa kalau dia bisa melihatku dengan jelas dari lubang kecil itu. dan entah kenapa, mengingatnya yang seperti itu membuatku teringat dengan cowok menyebalkan yang menyelamatkanku setahun yang lalu.


***

Maaf, jika ada salah kata, tolong di komentar.

jika ada kekurangan, tolong dikomentar. 

Part #5 akan segera keluar dalam -3 hari lagi.


Novelis Punya CeritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang