"Hey, Miki"
Miki menoleh dan tersenyum. Riva melambai ke arahnya.
"lili putih lagi?"
Riva tersenyum
"iya, seperti biasa"
"aku bingung, untuk apa membeli lili putih terus – menerus? Apa untuk pacarmu?"
Riva tersenyum geli. Melihat Miki bertanya – tanya seperti itu
"ya kurang lebih begitu"
jika di tanya soal untuk siapakah lili itu, apa tujuannya membelinya setiap hari, tentu saja Riva tidak mungkin memberi jawaban aslinya. Ia senang melihat Miki menebak – nebak sendiri dan jawaban yang Riva berikan hanya 'ya kurang lebih begitu'dan setelah itu Riva bisa melihat wajah Miki yang lelah berpikir
"jika untuk dirimu sendiri, kamu tidak cocok dengan lili putih"
"iya, aku tau...mawar merah bukan? Kamu selalu mengatakan itu"
Miki mengangguk – ngangguk sedangkan tangannya sibuk merangkai lili putih.
"setidaknya berikan alasannya, mengapa kamu menyukai lili putih?"
Riva tersenyum, ia memajukan tubuhnya dan mendekatkan bibirnya ke telinga Miki.
"karena lili putih itu putih dan polos"bisiknya
entah mengapa tapi spontan wajah Miki memerah. Riva tersenyum dan mengambil rangkaian lili putih yang sudah selesai di rangkai itu lalu melangkah pergi.
Riva memasuki apartemennya. Ia bisa melihat tempat tinggalnya sekarang seperti habitat untuk tanaman bunga lili putih. Tapi ia tidak pernah bosan dengan bunga itu, setiap kali melihat bunga lili putih, mencium harum bunga itu, yang bisa di bayangkan Riva hanyalah Miki. Pintu terbuka, Riva menoleh dan hanya bisa menghela nafas kesal, saat melihat seorang perempuan berambut panjang dengan mantel coklat
"hmm...apa kamu sedang jatuh cinta, Rivasky?"
perempuan itu memasuki apartemen Riva dan menatap sekitarnya.
"membayangkan, adikku menjadi pencinta bunga seperti ini...aku akan sangat senang jika ia melakukan ini karena cinta, tapi jika tidak, siap – siap untuk pindah lagi, Riva"
perempuan itu mengucapkan semua kata – katanya dengan tegas. Perempuan itu adalah kakak Riva. Riva tidak tahu jika kakaknya akan pulang dari Paris hari ini.
"kak, kenapa kakak gak kasih tau Riva kalau kakak balik hari ini?" tanya Riva "kalau kakak beritahu, Riva bisa jemput"
Victoria Envosky. Anak pertama dari keluarga Envosky alias kakak Riva. Envosky adalah nama mama mereka, setelah meninggalnya sang suami, mamanya menetapkan bahwa keluarga menggunakan marganya. Nama Envosky cukup memiliki popularitas yang tinggi, tentu saja itu karena mamanya adalah Mariana Envosky yang di kenal oleh dunia sebagai designer. Sekarang Riva baru ingat sesuatu, mamanya sangat menyukai bunga.
"untuk apa kamu menjemputku? Aku ingin membuatmu terkejut, tapi aku yang terkejut hari ini. Ayo, Riva, jelaskan padaku, mengapa apartemenmu menjadi habitat bunga lili putih"
dari dulu, Riva tidak pernah bisa menolak kakaknya.
"hmm...laki – laki dengan gambaran lili putih menarik perhatianmu?"tanya Victoria
Victoria tersenyum
"dulu kamu tidak menyukai bunga, sekarang...untuk bisa membuatmu menyukai lili putih, aku rasa dia orang yang luar biasa"
Riva terdiam
"ada apa?"tanya Victoria. Victoria menatap adikknya dan tersenyum "apa kamu mencintainya? Kamu cinta padanya, tapi dia tidak tau, betulkah?"
Riva menatap Victoria dan mendengus kesal "ya kurang lebih begitu". Riva berdiri dan melangkah ke dapur, lalu keluar lagi dengan dua gelas cangkir teh
"baiklah, pertemukan aku dengan orang ini. Aku punya firasat aku akan sangat menyukainya"
Riva menatap kakaknya pasrah "baiklah, besok jam dua siang".
"tidak bisa, besok aku harus menjemput mama di airport" tolak Victoria tegas
"ya sudah, terserah kakak saja kapan" ucap Riva cuek
Victoria menatap Riva dan meletakan cangkir tehnya "besok kamu juga harus ikut"
Riva kali ini menatap kakaknya tidak percaya."jam?".Victoria tersenyum "dua siang".
Riva tau, mau tidak mau ia harus ikut karena itu sudah menjadi keputusan kakaknya. Riva hanya mengangguk kecil sebagai jawabannya dan untuk pertama kalinya, ia tidak datang ke toko itu
Miki menopang dagunya dan menguap, lalu menidurkan kepalannya. Hari ini, Riva tidak datang seperti biasa. Miki menggelengkan kepalannya dan mencoba mengusir pikiran itu dari otaknya. Ia bisa melihat jam sudah menunjukan angka 6 sore, sudah waktunya tutup. Miki berdiri dan memasukan pajangan bunga di depan toko. Tiba – tiba sebuah mobil berhenti dan itu membuat Miki sedikit kaget. Riva turun dari mobil itu dan menghampiri Miki
"lili putih sudah habis, Riv"ucap Miki ramah "aku rasa pacarmu tidak bisa mendapatkan bunga hari ini"
Riva tersenyum "mawar merah juga tidak masalah". Suara dan senyum Riva selalu bisa membuat
Miki berdebar. "iya"
Riva memperhatikan wajah Miki yang senang saat merangkai bunga. Riva tidak tau apakah Miki senang saat merangkai bunga khusus untuknya ataukah memang pada dasarnya Miki senang merangkai bunga saja, Riva tidak tau dan tidak peduli. Tidak bertemu Miki pada waktu jam 2 siang, membuatnya merasa bersalah tanpa sebab. Cintanya untuk Miki selalu bertumbuh. Riva memegang tangan Miki. Riva sedikit terkejut saat Miki menggenggam tangannya sambil tersenyum.
"sudah selesai"ucap Miki sambil menyerahkan rangkaian bunga mawar "benar – benar cocok denganmu"
Riva tersenyum dan menepuk kepala Miki, lalu melangkah pergi. Riva tahu cinta yang ia miliki ini hanya bisa tumbuh dan menjadi besar, jadi suatu saat nanti dirinya harus memberitahunya kepada Miki, tapi bagi Riva sekarang hanyalah sebuah permulaan. Lebih dari 3 bulan ia hanya terus menghampiri toko bunga itu, semenjak ia mengajak Miki berteman, disitulah titik awal ia mulai melangkah untuk maju dan berusaha mendapatkan Miki.
To Be Continue....
KAMU SEDANG MEMBACA
Bloom
RomanceCinta sama seperti setangkai bunga, membutuhkan waktu untuk tumbuh