Sorry for typos and hope you like it!
----
Hari pertamaku menjabat sebagai asisten Mrs. Judith cukup membuat diri ini gugup.
Pagi-pagi sekali Ibu sudah membangunkanku dan memilihkan baju yang pas untuk hari pertamaku bekerja. Dengan tertatih turun dari taksi, aku berjalan menuju lobby kantor yang cukup megah bertuliskan Guardian's. Aku tidak tahu bahwa industri fashion cukup mempengaruhi pangsa pasar sehingga kantornya bisa semegah ini.Sesampainya di meja receptionist, aku langsung mengatakan tujuanku datang kemari namun sang receptionist mengernyit heran. Mungkin, dengan penampilanku yang biasa seperti ini, wanita itu sedikit heran kenapa aku mempunyai urusan dengan orang sepenting Mrs. Judith.
"Kau sudah membuat janji dengan Mrs. Judith sebelumnya, Miss...?" Wanita yang nampak seperti awal tiga puluhan itu menunggu jawabanku.
"Thalea Wijaya." Jawabku singkat.
"Jadi apakah Miss Thalea ini sudah membuat janji dengan Mrs. Judith sebelumnya?"
Aku mengangguk, "Aku disuruh kemari oleh Mrs. Judith," aku menghela nafas, "Aku asisten barunya."
Receptionist itu tampak terkejut, "Baiklah akan aku hubungi sekertarisnya kalau begitu."
Aku kembali memperhatikan sekelilingku dengan penasaran. Tampak takjub dengan semua ini. Rasanya seperti mimpi bisa bekerja di perusahaan yang lumayan besar dan mungkin gajinya bisa aku tabung untuk biaya kuliah.
Sialnya, mataku terpaku pada salah satu objek yang kini berjalan dengan angkuhnya ke arahku. Tidak, dia memang tidak melihatku karena detik itu juga aku menundukkan kepalaku. Sial. Sial. Sial.
"Good morning, Sir. Can I help you?" Wanita receptionist itu dengan senyum penuh menatap orang yang kini berada di sampingku, masih tidak menyadari kehadiranku.
"Apakah Ibu ada di ruangannya?" Suara itu.. Masih mendominasi seperti dulu.
Aku mencengkram ujung kemejaku dengan keras karena gugup. Jadi benar, dia adalah putra tunggal Mrs. Judith yang diceritakan Deva padaku. Tuhan! Mengapa dunia ini begitu sempit?
"Yes, Sir. Mrs. Judith baru saja tiba sekitar lima belas menit yang lalu." Jawab wanita genit di hadapanku ini. Ini namanya diskriminasi! Dia begitu manis pada orang di sampingku ini namun begitu sinis padaku.
"Baiklah terimakasih." Kuharap sosok menyebalkan itu segera pergi dari hadapanku. Namun, kurasakan mata itu sedang meneliti ke arahku, aku menundukkan kepalaku dalam. Biarlah orang mengira aku aneh. Tapi sungguh, hari ini aku sedang tak ingin menemui masa lalu.
"Ah maaf Miss Thalea, nampaknya Mrs. Judith sedang mendapat kunjungan putranya jadi Anda tidak diperkenankan menemuinya hari ini." Apa-apaan? Ingin rasanya aku memaki wanita sialan ini tapi dengan kondisi yang tidak memungkinkan, aku hanya mengiyakan perkataannya dan sesegera mungkin pergi dari sini.
Namun baru niat saja, Aaron brengsek memanggil namaku dengan ragu, "Thalea?"Dengan terpaksa aku menoleh ke arahnya yang sedang menahan senyum menjijikan itu.
"Dunia sedang bersahabat denganku, Lea." Ujarnya sambil mengelus pipi kananku. Kurang ajar, berani-beraninya dia!
Wajahku menjauh dari tangan besarnya dengan cepat, "Aku permisi."
"Kudengar kau ingin menemui Ibuku? Kita bisa bersama-sama ke ruangannya, kau pasti punya urusan yang cukup penting, ayo." Tanpa memberikanku kesempatan menarik diri, Aaron sudah menyeret pergelangan tanganku dan memaksaku mengikuti langkahnya. Dapat kulihat dari sudut mataku bahwa wanita jalang si receptionist itu menatap sinis sekaligus penasaran. Persetan!
Kurasa aku memang pendiam, tapi aku tidak suka keheningan. Apalagi hanya berdua dengan orang yang paling tidak ingin kutemui selama sisa hidupku di lift yang terasa lamban ini.
Aaron berdehem, "Akhir-akhir ini aku banyak berpikir, apakah takdir sedang mempermainku?" Aku hanya mendengarkan, "Dari sekian banyak wanita yang aku temui di hidupku, kenapa harus kamu yang selalu membuatku banyak berpikir, Lea?"
Sekali lagi aku hanya diam, ayolah, kenapa lama sekali menuju lantai ruangan Mrs. Judith.
Tubuhnya mendekat ke arahku dan membuatku cukup terkejut,menabrakanku ke dinding dan menghimpitnya, "Kenapa kamu harus hadir lagi?" Bisiknya lirih di telingaku. Aku mencoba menjauhkan tubuhnya namun ia tidak mengizinkannya.
Ding!
Suara lift terbuka berhasil membuat Aaron menjauhkan tubuhnya dariku. Dengan tergesa aku segera meninggalkannya yang masih menatap di balik punggungku.
***
"Selamat pagi, Mrs." Dengan kaku aku berjalan kearah wanita setengah baya itu, atasanku, Mrs. Judith, orang yang melahirkan Aaron, pria menyebalkan itu.
"Thalea!" Sapanya dengan ramah. Dia sangat berbeda dari pertama kali kami bertemu. Aura keibuannya tampak terpancar dari senyumnya yang tulus. Kukira Mrs. Judith hanyalah wanita ketus yang tidak segan marah-marah pada bawahannya.
"Maaf sepertinya aku terlambat." Kataku sembari tersenyum kikuk.
"That's nothing. Aku mengerti, ini adalah hari pertamamu bekerja, mungkin kamu belum terbiasa. Tetapi lain kali, aku tidak bisa mentolerir lagi." Ungkapnya dengan bahasa informal.
Belum-belum aku berbicara, seseorang telah menginterupsi pembicaraan kami dengan membuka pintu ruangan Mrs. Judith tanpa mengetuk. Aaron, tentu saja.
Pria itu melirikku sekilas lalu tersenyum kearah Mrs. Judith, "Mom!" Sapanya ceria sambil berjalan kearah kami lalu mencium pipi Mrs. Judith dengan lembut. Sangat buka dirinya yang aku kenal.
"Son, how are you?" Mrs. Judith menyambut putranya dengan sebuah pelukan.
"Aku baik, Mom. London cukup membuatku merindukanmu." Aaron menatapku dalam, "So, who is she?" Tanyanya sambil menyeringai kearahku.
"Ehm, ini Thalea, pengganti Miranda yang sedang cuti hamil.Thalea, ini Aaron McGuire, putraku." Jelas Mrs. Judith.
Dia berpura-pura tidak mengenalku. Aku akan mengikuti permainannya kali ini, "Perkenalkan nama saya..."
"Semoga kamu betah disini, Thalea." Aaron memotong pembicaraanku.
"Terimakasih, Sir." Sialan! Dia mengintimidasiku dengan tatapannya.
"Mom, aku tidak bisa makan malam bersama kali ini, ada urusan."
"Kapan kamu tidak sibuk dengan urusanmu, Aaron?"
"I'm so sorry, mungkin minggu depan aku akan pulang ke rumah dan itu saja, aku akan kembali ke kantor Mom."
Kudengar Mrs. Judith menghela napas berat, "Okay, be careful,hun!"
"Bye mom!" Aaron mencium ibunya lagi sebagai tanda perpisahan, "See you next time." Bukan, dia tidak mengucapkan kata terakhir itu untuk ibunya karena sekarang pria itu sedang menatapku sambil menyeringai. Seringaian yang membuatku meremang seketika. Firasatku buruk kali ini, mungkin berurusan lagi dengan Aaron adalah hal pertama yang harusnya aku hindari dan ini baru saja dimulai!
***
Whoaaaaaa!!!! Maaf part ini pendek, maaf karena aku menghilang begitu lama. You know, mood nulisku hilang dan tiba-tiba aku kangen nulis dan aku kangen pembaca setiaku. Aku juga jarang baca watty sekarang, aku lagi keranjingan drakor😭😭😭
Doakan aku agar mood nulisku bangkit dan membara lagi seperti dulu, see ya^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Struggle
Romance"Life is a struggle, there is no life without a struggle." Dilihat dari sisi manapun, Austin dan Thalea bagai pinang dibelah dua. Tujuan mereka sama, menjalani hidup bersama-sama dengan penuh cinta. Saling membutuhkan. Lain lagi jika bersangkutan de...