Semoga masih ada yang inget sama cerita ini..
.
.
.
.
Bagaimana bisa? Bagaimana bisa aku berurusan dengan 3 orang laki-laki yang semuanya kakak adik, Darel mantan kekasihku, Austin kekasihku sekarang, Aaron.. Entah aku harus mendeskripsikan siapa dia di hidupku karena dari ketiga lelaki itu, hanya Aaron yang membuat hidupku hancur, aku membencinya. Ya Tuhan, katakan ini hanyalah mimpi.
.
.
.
"Disini kau rupanya." Suara baritone itu membuyarkan lamunanku, Aaron tengah menatapku sinis.Aku seperti tersadar dan menatap ketiganya dengan seksama. Kenapa aku tidak menyadari jika mereka memiliki kemiripan satu sama lain? Mereka memang bukan kembar identik namun tatapan mata ketiganya sangat mirip, dalam, tajam, dan penuh misteri.
"Kau masih ingat adikku Darel?" Tanya Aaron sambil menyeringai.
"Mr. Andrew.. Ugh Darel, kamu begitu berbeda." Kataku dengan senyum yang dipaksakan.
"Maaf Thalea, selama ini aku tidak memberitahumu. Saat kita bertemu lagi kupikir kamu mengenalku ternyata kamu melupakanku, saat itu juga aku tidak ingin kamu mengingatku dan membahas masa lalu yang cukup menyakiti masa remajaku." Kata Darel, ternyata dia cukup pedas juga.
"Ada apa ini? Apa aku ketinggalan sesuatu?" tanya Austin kebingungan, aku hampir melupakan kehadirannya, "Kamu mengenalnya?" tanya Austin lagi.
Aku mengangguk, "Austin, engh-- dia mantan kekasihku saat SMA." kataku hati-hati.
Austin seperti ingin mengatakan sesuatu namun Aaron lebih dalu bersuara, "Kau kenal wanita ini, Austin?"
"Tentu saja, dia kekasihku sekarang." Austin berkata dengan posesif sambil menatap tajam ke arah Darel. Tidak Austin, bukan Darel yang harus kau khawatirkan tetapi pria yang sedang mengeraskan rahangnya sambil menatapku dengan pandangan marah saat ini, Aaron.
"Oh Son, kenapa suasana jadi tegang seperti ini. Thalea, Darel jika ada sesuatu hal di masa lalu yang belum selesai tolong selesaikan saat ini." Mrs. Judith memecah ketegangan yang terjadi di antara kami.
Darel menggelengkan kepalanya. "Tidak mom, aku dan Thalea sangat baik, kami berpisah secara baik-baik dulu. Apapun itu sudah selesai di antara kami. Austin, kau tidak perlu khawatir."
Aku tersenyum menanggapi kebijaksanaan Darel, dari dulu dia memang pria yang bijak. Aku cukup terkejut, tampilannya sangat berubah sehingga aku tidak mengenalinya. Darel remaja adalah anak laki-laki yang sangatlah cupu. Sekarang? Tampan sekali.
Diam-diam aku melihat Aaron lagi, dia masih menatapku dengan pandangan marah. Ditatap seperti itu membuatku ingin pergi dari sini sekarang juga, mengindar mungkin?
"Maaf aku ingin ke toilet, Austin dimana toiletnya?"
"Dari sini kamu belok kenana, hun,." Jawab Austin, "Kuantar?"
"Tidak perlu." Jawabku sambil menatap semuanya dan menganggukan kepalaku sebagai tanda permisi.
Ketika aku ingin mengunci pintu toilet, seseorang mendorong pintu dengan keras. Aku tidak dapat menahannya ketika sosok Aaron muncul tanpa permisi memaksa masuk ke dalam toilet.
"Apa yang.."
"Jelaskan padaku!" katanya berbisik tajam.
"Aku tidak perlu menjelaskan apapun padamu." kataku dengan tatapan menantang.
"Kenapa?"
"Apanya?"
"Kenapa kau berpacaran dengan Austin?" tanyanya, kilat tidak suka terpancar dari matanya.
Aku terkekeh, "Kau lucu, Aaron. Aku mencintainya." apakah aku terdengar seperti mencoba memanas-manasinya?
"Persetan!" katanya kasar sambil mendorong tubuhku ke dinding, dia menciumku kasar, aku tidak bisa bergerak karena dia menahan pinggangku dengan tangan kanannya dan tangan kirinya menekan tengkukku.
Aku memukuli dada bidangnya sambil berusaha mendorongnya, namun tidak ada yang terjadi, tubuh kokohnya bahkan tidak bergeser sedikitpun.
2 menit, ia melepaskanku untuk menghirup nafas dalam dan ketika ia hendak mencium leherku, "Cukup, aku tidak ingin melihatmu, aku tidak sedikitpun mencintaimu, betapapun kau memohon padaku. Aku membencimu." Aku tahu, kata-kata seperti itu akan membuatnya menghentikan apapun yang tengah ia lakukan padaku. Tidak berubah dari dulu.
Pria itu membeku menatapku, "Kita tidak pernah berakhir, Lea. Kau tidak mengatakan putus saat itu." tatapan matanya berubah sendu, "Kamu masih milikku." entah kenapa nada suaranya seperti tidak yakin akan ucapannya sendiri.
"Kita tidak pernah mempunyai hubungan apa-apa, Aaron."
Ia tersenyum miris, "Bagimu, bagiku, kamu kekasihku."
"Aku kekasih Austin sekarang."
"Kamu tidak kuijinkan untuk itu."
"Aku tidak butuh ijinmu."
Aaron terkekeh, "Aku akan membuat kamu berpaling, persetan dengan Austin. Ia hanya akan menjadi kerikil tak berarti yang menghambat jalanku untuk membuatmu kembali padaku. Aku tidak segan melenyapkan siapapun termasuk adikku sendiri." Katanya menyeringai
Aku tahu, ancamannya tidak pernah main-main. Bahkan ia pernah menjadi pembunuh.. Ada sesuatu yang menohok jantungku bila mengingat kejadian itu.
"Dari dulu kamu cuma dapat tubuhku, tidak hatiku, Aaron." yang tengah kulakuan sebenarnya hanya untuk mematikan ego Aaron.
"Kamu tentu masih ingat kata-kataku yang ini, Aku tidak peduli, tubuhmu sudah cukup untukku."
.
.
.
.
Halo! Kalian masih ingat cerita ini? Kalian masih ingat aku gak? Author yang update setahun sekali:( maafin akuuuu. Semoga nulisnya gak mandet lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Struggle
Romansa"Life is a struggle, there is no life without a struggle." Dilihat dari sisi manapun, Austin dan Thalea bagai pinang dibelah dua. Tujuan mereka sama, menjalani hidup bersama-sama dengan penuh cinta. Saling membutuhkan. Lain lagi jika bersangkutan de...