Huhu pesimis mau lanjut, karena yang baca semakin sedikit dan yang vote menipis😥 mungkin karena udah lama gak dilanjut kali yaa... Ya udah deh gapapa semoga aja yang baca semakin baik hati ngasih vote buat cerita ini...
*****
Menghabiskan malam dengan Austin merupakan sebuah pilihan yang tepat. Meski kami sudah bersama selama tiga tahun, namun rasanya aku sudah bersama Austin untuk sepanjang hidupku. Tuhan aku sangat mencintainya, jangan pisahkan kami.
Kini kami sedang makan malam di salah satu restaurant mewah di kawasan Jumeira Road. Restaurant ini terkenal dengan hidangan lautnya yang lezat. Sebenarnya aku sedikit kurang nyaman makan di tempat ini karena tiga tahun bersama Austin, Austin tidak pernah memperlihatkan bahwa ia adalah orang yang sangat kaya jadi selama ini gaya berkencan kami memang apa adanya bahkan seringkali kami bergantian mentraktir meskipun aku hanya mampu mentraktirnya di tempat makan kaki lima namun ia tidak pernah sedikitpun protes. Maka, disini aku menjadi canggung karena aku melihat sosok Austin yang tampak berbeda dengan setelan jas mahalnya.
"Apa makanannya tidak sesuai dengan seleramu?" Tanya Austin membuyarkan lamunanku.
Aku tersadar dan tersenyum, "Hanya bertanya-tanya mengapa kekasihku tampak berbeda malam ini." Jawabku jujur.
Austin terkekeh pelan, "Apakah aku terlihat jauh lebih tampan dari biasanya?"
Aku mengangguk dengan semangat, "Kamu tidak pernah bilang padaku bahwa kamu berasal dari keluarga konglomerat. Well, aku sangat tahu bahwa kamu hidup berkecukupan tapi aku tidak menyangka kamu sekaya ini."
"Sekarang kamu tampak seperti wanita yang mengincar harta, sayang." Kata Austin sambil tersenyum jahil.
"Memangnya kamu kenal aku sudah berapa lama.. aku tidak mungkin seperti itu!" Dengusku kesal.
Austin tampak menahan tawanya karena berhasil membuatku jengkel.
"Thaleaku terlihat sangat menggemaskan ketika sedang kesal membuatku ingin segera menikahinya."Aku menghentikan kunyahanku pada makanan yang ada dalam mulutku dan dengan susah payah aku menelannya, "Me..menikah?" Tanyaku.
"Lea.. kita sudah bersama selama tiga tahun, tujuan hidupku, semua sudah tercapai hanya ada satu yang kurang. Maukah kamu melengkapinya?"
Austin mengeluarkan sesuatu dari saku jasnya, sebuah kotak beludru berwarna navy. Lalu Austin membuka kotak itu, sebuah cincin dengan desain yang manis dan sederhana tampak cantik, kilaunya berpendar di temaramnya lampu restaurant.
"Will you marry me, Lea?"
Mataku memanas, carian bening dari mataku seperti mendesak ingin keluar. Entah kenapa aku begitu terharu.
Aku tersenyum sambil mengangguk lembut, "I will, Austin..." Jawabku sambil menahan tangis haru.
Sorot mata Austin tampak lega mendengar jawabanku, Austin meraih tangan kiriku dan memasangkan cincin itu di jari manisku.
"Meski belum resmi, tapi malam ini kamu tunanganku." Kata Austin tegas sambil menggenggam jemariku laku menciumnya lembut.
Entah bagaimana aku mendeskripsikan kebahagiaanku malam ini. Austin terimakasih sudah mencintaiku.
*****
Malam semakin larut, Austin mengantarkanku ke hotel tepat pada pukul 12 malam. Aku menolak Austin untuk mengantarkanku hingga kamar karena aku tahu dia lelah dan esok pagi harus segera pulang ke Indonesia karena ada beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan. Aku baru sadar bahwa ia kesini hanya untuk pertemuan keluarga beberapa hari yang lalu dan secara tidak sengaja bertemu denganku disini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Struggle
Romance"Life is a struggle, there is no life without a struggle." Dilihat dari sisi manapun, Austin dan Thalea bagai pinang dibelah dua. Tujuan mereka sama, menjalani hidup bersama-sama dengan penuh cinta. Saling membutuhkan. Lain lagi jika bersangkutan de...