0.1

1K 52 4
                                    


Rio dengan santai melangkahkan kakinya ke perpustakaan. Perpustakaan itu terletak ditengah tengah antara gedung A dan B. Gedung A terdiri dari 4 lantai dan diisi oleh kelas sebelas dan dua belas dibagian dua lantai bawah. Sedangkan gedung B berisi kelas 10 di lantai dua dan tiga, serta laboratorium di lantai dasarnya.

Jika jam kosong seperti ini biasanya ia akan ke rooftop dan menghabiskan waktu jam kosong disana bahkan sampai ia telat. Tapi sekarang ia sangat ingin ke perpustakaan, tidak tau apa yang dicari, ia hanya ingin disana. Mungkin tidur di tempat yang tidak terjangkau petugas perpus?

Sesampainya diperpus ia sedikit tertarik membaca tentang buku sejarah. Lalu, ia meletakkannya di meja. Baru beberapa menit membaca ia ketukan halus dan suara permisi menarik perhatian Rio. Ya dia gadis yang menolongnya kemarin.

Gadis itu tampak berjalan dirak sastra. Kemudian ia mengambil buku yang tidak terlalu tebal dan duduk tidak jauh dari Rio. Rio memperhatikan gadis itu, yang ia tau bernama Ify. Dengan rambut sebahu di gerai bergelombang dibawah serta kacamata yang bertengger dibatang hidungnya. Satu kata yang Rio pikirkan, manis ...

Ify mendongakkan wajahnya, menoleh ke kiri dan mendapati Rio yang tengah memperhatikannya. Sedangkan Rio menggaruk tengkuknya salah tingkah, karena tertangkap basah tengah memperhatikan Ify.

"Lukanya udah sembuh?" tanya Ify tanpa mengalihkan pandangannya dari buku dihadapannya.

Rio mengangguk lalu berkata, "Lagian, gue udah biasa kok."

Ify mengulum bibirnya. Menurut Ify sungguh tak pantas Rio berkata seperti itu, jika ia sudah biasa, seharusnya ia tak tumbang seperti beberapa hari yang lalu dan merepotkan tukang becak yang tak sengaja lewat di gang kecil itu lalu merepotkan Ify yang juga tak sedang menunggu angkutan umum.

"Kok lo senyum-senyum?"

Ify menggeleng, "Gakpapa kok."

"Eum, lo biasa disini?" tanya Rio sudah tak tertarik dengan buku yang ada dihadapannya.

Ify menutup bukunya, sedikit terganggu konsentrasinya, daripada feelnya hilang lebih baik ia meladeni cowok ini dahulu. "Gue setiap hari kesini."

"Lo suka baca?" pertanyaan konyol yang terlontar begitu saja dari mulut Rio.

Ify terkekeh, "Kalo gue sering kesini, menurut lo gimana?"

"Oke, gue emang rada. Btw lo kelas berapa?" Rio menutup bukunya.

"Masih kelas sepuluh kok. Lo?"

"Pantes gue gak pernah liat. Yang pertama kita dikoridor berbeda, yang kedua lo gak pernah keluar dari sarang lo ini. Dan gue kelas sebelas lantai empat."

"Berarti gue manggil lo kakak?" Ify mengeluarkan kartu perpustakaannya.

"Kira-kira?"

"Oke Kak Rio, gue ada urusan. Duluan ya." Kata Ify sambil melempar senyum.

Rio membalas senyumnya, lima detik kemudian punggung Ify sudah hilang dibalik pintu.

Dia tersenyum sendiri, merasa aneh pada dirinya yang merasa senang. Bukankah berlebihan? Hanya mengobrol dengan orang baru ia merasa sesenang ini?

Ia menepis perasaan senangnya, kemudian ia mengembalikan buku sejarah di rak-rak sejarah dan kembali ke kelas.

[]

Tiga dini hari, dengan rasa benci yang membuncah ia meladeni Jonathan dengan balapan motor. Sepulang sekolah ia mendapat line dari Jonathan yang menantangnya beradu kecepatan di arena ini.

Dear RioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang