--Bar BQ Café, Red Square, Moskow.
Tea macchiato terhidang di atas meja. Uapnya mengepul. Samar-samar terdengar alunan lagu yang bersemangat namun berisi lirik menyedihkan. Korabli dari T9 berduet dengan Yuliya Savicheva. Pengunjung datang dan berlalu, seperti angin, debu. Sapi panggang berlumur kecap dan saus tomat masih utuh di atas piring. Tak tersentuh, tak disentuh.
Pemilik tea macchiato dan sapi panggang tersebut larut dalam dunianya sendiri. Entah merenungkan apa. Kedua siku menjadi penahan sementara wajahnya ditutupi telapak tangan. Helai coklat terurai sempurna. Jaket tebal berwarna hitam pekat melindungi tubuh dari udara dingin. Salju turun lamat-lamat.
Entah kenapa malam ini Moskow begitu tenang.
Aku pulang. Aku sudah pulang. Aku terlanjur pulang. Milla Aleksandrov-nama perempuan itu-masih enggan mengangkat wajah. Dalam kepalanya berkumpul segenap pemikiran kompleks nan rumit. Milla tidak tahu mengapa ia menjadi begitu lemah dan sulit mengambil langkah. Ia bahkan tidak tahu mengapa dirinya bisa berada di sini, di Bar BQ Café ini.
Rasanya ia berjalan seperti kapas. Ringan dan tak tentu arah. Seperti tak hidup.
Sudah hampir lima hari sejak terakhir kali Milla menerima surat elektronik dari kekasihnya, Jean-Jeanne Chauvet. Tidak, ia tidak mengirim pesan balasan bahkan setelah menerima pesan bertubi-tubi dari Jean yang isinya kurang lebih sama; menuntutnya untuk kembali, menuntutnya untuk pulang ke Francs Bourgeois.
Tapi, Jean, tahukah kau, Francs Bourgeois bukanlah rumah tempatku untuk pulang. Milla bergumul dengan pikirannya sendiri. Kepalanya semakin menunduk dalam. Aku tidak merasa di sana adalah rumahku-tak peduli meski kau ada di sana. Bagiku tempat itu adalah tempat yang paling tidak ingin kusinggahi. Terlalu banyak luka. Karena itulah aku memutuskan untuk pulang ke sini, ke tanah kelahiranku. Maaf. Maaf.
Milla ingin bahagia bersama Jean, tentu saja. Ia juga membayangkan bagaimana seandainya jika mereka menikah, menetap di kota terpencil di Perancis ataupun Rusia, membuka toko bunga-tak ada lagi yang perlu dikhawatirkan. Kehidupan akan berjalan apa adanya. Tidak perlu anak. Ia dan Jean sudah cukup. Kebahagiaan terpenuhi.
Tapi apa mau dikata, sekalipun Perancis merupakan tempat singgah para pecinta sesama jenis untuk melangsungkan pernikahan, orangtua Jean tidak pernah mau menerima orientasi seksualnya. Ayah Jean merupakan seorang pastor, keluarganya adalah Kristen yang taat. Tidak ada istilah mencintai sesama jenis dalam kamus mereka. Itulah yang membuat Milla ragu.
Apakah dengan kembali ke Francs Bourgeois akan memperbaiki keadaan?
Tidak. Tidak mungkin. Masalah justru akan bertambah rumit. Lagipula ia tidak bisa lupa dengan apa yang pernah dilakukan Jean padanya dua tahun lalu. Katakanlah, Milla barangkali memang takut mengambil risiko. Ia juga barangkali terlalu egois karena hanya mementingkan diri sendiri. Demi Tuhan, Milla hanya tidak ingin merasakan perasaan mengerikan itu lagi; terluka; dikhianati.
Ia takut Jean mengkhianatinya seperti apa yang pernah terjadi dulu. Milla begitu terpukul. Namun ia terlalu mencintai Jean. Jean adalah segalanya. Hingga akhirnya ia mengesampingkan perasaan terlukanya dan membuka tangan lebar-lebar untuk memaafkan kesalahan Jean. Dan perasaan terluka itu ... begitu sakit tak tertahankan. Luka yang dipendam begitu lama lamat-lamat mengikis sedikit demi sedikit perasaannya.
Milla menyadari bahwa ternyata dua tahun mampu mengubah segalanya. Ia jadi tidak begitu mencintai Jean. Ia cinta tapi tidak sebanyak dulu.
Lebih dari itu semua, siapkah Milla menerima kenyataan apabila suatu hari nanti ia menemukan Jean sudah terikat pernikahan dengan seorang laki-laki?
Laki-laki.
Jean yang boy-ish tiba-tiba menikah. Memiliki anak. Menyusui.
Mengerikan. Ia tidak bisa menerima kenyataan semacam itu. Sama sekali. Tiga tahun menjalani hubungan yang rumit namun menyenangkan bersama Jean membuat Milla berpikir; bisakah ia bertahan lebih lama di Moskow tanpa kehadiran perempuan itu? Rasanya ia sudah terlalu terbiasa menjalani hari-hari bersama Jean. Kepulangannya ke Moskow bahkan terasa seperti mimpi, begitu ganjil dan tidak nyata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adultery: A Russian Affair
RomanceMilla Aleksandrov memutuskan untuk pergi meninggalkan kekasih perempuannya, Jeanne Chauvet, setelah pertengkaran mereka di malam saat salju pertama kali turun. Milla kemudian bertemu dengan Katya Zakharov-seorang perempuan dengan segenap rahasia mas...