Chapter 4

121 7 0
                                    

Setelah mereka mengambil tempat parkir tepat didepan sebuah Café dibilangan Jakarta Pusat.

Ini toko buku atau café? ujar Mysha dalam hati.

Melangkah menuju pintu masuk, sambil mengamati.

Drian masih dengan aksi diamnya sedari apartment Mysha hingga mereka sampai pada tujuan mereka. Mysha kesal dengan kelakuan Drian yang seperti anak kecil kekurangan kasih sayang.

Sampai mata Mysha tertuju pada dua orang laki-laki yang duduk memojok, dengan buku ditangan.

Akbar dan Raymond.

Kenapa laki-laki suka sekali duduk memojok, gumam Mysha dalam hati.

Mereka te... eum apa berbagi cerita, sharing tentang hal yang disukai, traveling bersama masih dianggap sebagai teman? Atau lebih dari sekedar teman?

Maksudku, Sahabat. Mungkin?

Entahlah. Aku sejujurnya tidak menyukai hubungan yang terikat seperti halnya 'Sahabat'. Aku masih trauma menyebut mereka dengan sebutan itu. But, they were always there for me in recent years.

Dan mereka benar-benar sangat membantu kejiwaanku. Bukan dalam artian lebih.


Drian dan Mysha berjalan menuju meja yang ditempati oleh Akbar dan Raymond.

"Drian! Lo mau diemin gue sampe lo ntar masuk liang lahat?" ujar Mysha sambil menoyor kepala Drian dan duduk disamping Akbar.

Drian meringis, sambil memegangi kepalanya "Ish! Apaan sih, Sha?!"

"Lo yang apaan! Sok banget diemin gue lo!"ujar Mysha sambil berpikir apa yang akan membuat Drian tidak mendiamkan-nya lagi. Tiba-tiba saja bola lampu kuning menyala terang diatas kepalanya. "Dri?"

"Hmm?"

"Kalian berdua kenapa sih? Baru datang udah adu jotos aja" ujar Raymond sambil meletakkan buku yang dibacanya, dimeja dekat coffe yang ia pesan.

"Bentar, Bar, Ray. Gue selesaiin dulu sama bocah idiot ini" ujar Mysha dengan menunjuk pelipis Drian. "Close point aja deh, Dri. Kita negosiasi aja, gimana?" Mysha tampak kelelahan dengan sikap Drian. "Gue punya sneaker Air Force 1 by Nike di rumah"

Mata Drian membelalak lebar mendengar apa yang dikatakan Mysha. "Serius lo? Itu buat gue?" ujar Drian histeris, mengguncang bahu Mysha.

Mysha menoyor kepala Drian, kali ini lebih keras. "Sembarangan banget lo! Lo tau gak itu harganya berapa?"

"Gue tau itu harganya berapa, US$ 50.000 kan? Makanya gue shock kenapa lo bisa dapetin sepatu yang lagi gue incer itu. Buat gue ya, Sha. Ya, ya, ya. Please" ujar Drian memohon. Kali ini drian benar-benar menjatuhkan harga dirinya hanya untuk sepasang sepatu.

Oh, tidak.

Itu tidak bisa 'hanya' dikatakan sepasang sepatu biasa. Karena sneaker itu sangat langka dan hanya dijual pada saat pelelangan pada tahun 2011. Entah siapa yang pernah memakainya hingga harganya benar-benar membuat dompet menjelma menjadi kopiah, karena harganya yang Masyaallah mahal bangat buset.

" Buat apaan sih, Sha. Beli sepatu, seharga lo bisa buat 30 kontrakan?" ujar Akbar yang tertarik mendengar obrolan Mysha dan Drian. Maksudnya tertarik untuk memberi wejangan dalam pengeluaran uang dalam jumlah besar. Eum, sangat besar mungkin.

Oh, tidak. Dia akan mengeluarkan kemampuannya disini.

Akbar bekerja diperusahaan IT, bagian Accounting system. Jadi kalian bisa menebak seberapa detail otaknya bekerja untuk hal-hal seperti itu.

Mysha memutar bola matanya "Kak Akbar, listen to me. Buat apa gue kerja banting tulang tapi gue gak bisa menyenangkan hati gue dan keluarga gue? Prioritas gue itu bukan buat nimbun uang sebanyak-banyaknya, tapi ngebuat gue dan orang-orang yang gue sayang itu bahagia"

Mereka berempat memang dekat dan saling berbagi keluh kesah. Tetapi tidak semuanya Mysha mengeluhkan masalah terbesarnya pada ketiga orang laki-laki ini. Karena sampai kapanpun, dipaksa sekalipun.

Tidak ada yang bisa mengerti dirimu, kecuali dirimu sendiri.

"Sha---''

"Udahlah, Bar. Mysha udah gede, biarin aja dia mau ngelakuin apapun yang dia suka. Asalkan gak melewati batas kodratnya sebagai wanita" sela Raymond.

Akbar menghela nafas berat dan tersenyum kecil. "Yaudah"

Mysha mengangkat tangan dan ber-High Five pada Raymond. "Thanks a lot, Big Bro"

Raymond tertawa melihat tingkah Mysha yang seperti habis memenangkan tender.

"Oke, jadi gimana nih, Sha? Sneaker-nya buat gue kan? Yuk!" ujar Drian sambil menarik tangan Mysha.

"Apaan dah narik-narik? Mau kemana gue tanya?"

"Kerumah lo lah ambil sepatu. Ayo"

"Emang gue udah bilang kalo itu sepatu buat lo?"

"---- belum sih"

"Nah. Bayarin ya sneaker gue"

"Lah bukannya tadi lo bilang ngasih ke gue?"

"Kapan, dimana, tahun, bulan, jam, menit keberapa gue bilangnya?" ujar Mysha dengan cepat, meniru suara Uncle Muhtu di serial anak 'upin-ipin'

"Ck, lo mah ah"

"Gue tadi mau bilang. Bayarin sneaker gue, tapi bang Akbar udah nyela duluan. Ck"

Akbar menoleh kearah Mysha, ternyata Akbar salah sangka. Raymond tertawa sampai tersedak coffe yang baru saja dia minum.

"Yah~ Sha! Mahal banget kan kalau harus bayarin sneaker lo"

"Karena sneaker gue baru gue pake---'' Mysha menggantung kalimatnya dan menghitung berapa kali ia memakai sepatunya dengan jari "baru 4 kali doang kok" ujar Mysha sambil mengarahkan empat jari kedepan wajah Drian.

"Ish, bocil rese banget! Setengah harga deh, gimana?"

"eumm...US$ 45.000 deh"

"US$ 20.000, Sha"

"Dih, lo kira gue beli sepatu KW-an ?! Mikir lah kalo nawar. Gak!" ujar Mysha tidak mau kalah.

"Ck,US$ 25.000 deh, boleh ya sama temen ini sih, Sha"

"What?! Meshach Adriell Adrian!! Hello~ lo kira lagi nawar cabe dipasar?" ujar Mysha mulai jengkel dengan Drian, yang menurutnya seperti emak-emak kalau nawar harga sembako dipasar. Sembako masih enak ditawar, tapi inikan barang branded. Yaampun~ "US$ 40.000 atau gak sama sekali!"

"Oke-oke. Deal."

"Deal" ujar Mysha sambil berjabat tangan dengan Drian yang sudah menekuk wajahnya.

Mysha selalu tertawa,tersenyum bahkan pernah menangis didepan ketiga laki-laki ini. Mereka selalu mempunyai beribu cara untuk membuat Mysha melupakan masalahnya, tidak jarang juga mereka memberikan jalan keluar, begitu sebaliknya yang Mysha lakukan terhadap mereka bertiga.

Mungkin Mysha akan mulai membuka kepercayaan untuk mereka, tapi--- apa jadinya kalau ternyata Mysha menyukai salah satu dari mereka? Mysha menyukai Akbar. Sangat. Tapi masalahnya adalah---

1. Akbar memiliki kekasih.
2. Akbar hanya menganggap Mysha seperti adik kecilnya.

Masih teringat jelas saat Mysha bertemu kembali dengan mereka bertiga 2 tahun yang lalu~

Design For My LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang