Dia di Balik Cahaya

32 2 4
                                    

Aku menoleh.

Suara itu dalam sekejap membuatku ketakutan. Aku tidak pernah mendengar nada suara itu sebelumnya. Tak satupun yang ada di ruangan ini memiliki suara semacam ini. Tidak satupun di ruangan ini yang berbicara padaku. Setidaknya itu yang aku lihat.

"Nei..." suara itu kembali memanggil. Aku langsung berbalik, kembali menoleh ke arah orang-orang yang berdiskusi.

Di ruangan ini tertinggal 5 orang saja. Mereka masih asik mengobrol namun mendadak semuanya seperti film bisu. Aku dapat melihat bibir mereka bergerak. Ekspresi itu juga tidak mungkin hanya sebuah halusinasi. Mereka ada di sana dan berbicara seperti biasa namun aku tidak dapat mendengarnya sama sekali.

"Apa kamu tidak mendengarku?"

Kali ini suara itu berbisik lirih tepat di daun telinga. Ketika bisikan itu sampai di gendang telinga, aura beku musim dingin menghilang dan tergantikan oleh nafas yang hangat. Suara ini seperti datang dari dunia tropis, mengingatkanku pada kehangatan matahari yang baru saja muncul dari balik horizon. Kehangatan itu semakin terasa jelas ketika sebuah cahaya putih melayang di atas buku yang akan aku masukkan ke dalam tas.

"Apa ini!" teriakku dalam hati. Aku terkejut namun aku tak dapat bergerak sama sekali. Cahaya kecil itu seakan-akan menyihir seluruh atom yang terikat di dalam tubuhku. Mengabaikan rasa tidak percaya yang terus-terusan berteriak dari lubuk hatiku yang terdalam, cahaya kecil ini berubah wujud menjadi seorang manusia. Keajaiban ini tidak dapat kujelaskan dengan hukum-hukum fisika yang aku tahu.

"Kaget?" kata cahaya itu sambil tersenyum. Dia mengulurkan tangan seraya menyentuh pipiku yang dingin. Dia mendekatkan wajah hingga jarak antara dua hidung kami hanya dua centimeter. Aku dapat melihat matanya yang bercahaya keemasan seperti matahari di senja hari. Kulitnya diselaputi oleh cahaya tipis berwarna putih mirip seperti kabut. Rambutnya mengikuti warna matanya, bahkan lebih bercahaya. Aku merasa seperti bertemu dengan makhluk dari negeri ketiadaan.

"Aku adalah malaikat yang akan segera membawamu pergi dari dunia ini. Jangan tinggalkan penyesalan apapun."

Pesan itu tidak masuk ke telinga maupun menuju otak untuk diproses. Pesan itu langsung menuju relung hatiku dan membangunkan ketakutan yang tersimpan jauh di dalam sana. Sebuah ketakutan yang akan melahap manusia yang memiliki keberanian sebesar apapun. Hantu yang selalu kita sebut dengan kematian.

Ketika ketakutan itu bangun, semua panca indraku mati. Mataku hanya dapat melihat kegelapan. Kehangatan yang diberikan oleh malaikat itu lenyap dan ditenggelamkan ke dalam rasa dingin dari jiwa yang merasa kehidupannya akan direnggut.

****

"Neitra, are you okay?"

Yang pertama kali membangunkanku dari kegelapan adalah panggilan seorang wanita. Panggilan ini adalah tangan yang menjangkauku dan membawaku kembali ke dunia nyata.

Kabut gelap itu perlahan menipis kemudian menghilang. Seiring dengan menghilangnya kabut gelap itu, aku dapat melihat kembali ke dunia nyata. Di hadapanku tiga mahasiswa dan seorang dosen menatap dengan wajah khawatir. Aku masih duduk terpaku di tempat yang sama. Hal yang terjadi tadi seperti ilusi. Aku seperti baru saja terbangun dari mimpi buruk.

"Yeah. I am okay. "

"Suddenly you dazed and freezing there. And you look so pale!" Kim nyaris berteriak. Aku yakin dia tidak percaya kalau aku baik-baik saja. Cewek Korea ini tidak menyembunyikan kekhawatirannya sama sekali.

"I am okay. I just need to rest."

Aku masih bingung dengan apa yang aku alami tadi. Apa yang sebenarnya terjadi di hadapanku tadi? Aku melihat sesuatu yang orang lain tidak lihat. Apa itu benar-benar panggilan malaikat kematian?

Kepalaku sedikit pusing. Hatiku seperti ditimpa berton-ton beban. Ketika berdiri, rasa sakit di dada membuatku limbung. Aku tidak menyangka kalau kakiku mendadak tidak mampu menopang badan sama sekali. Jika saja Liam tidak menangkapku, Aku pasti sudah terbujur di lantai.

Tunggu dulu, Liam?

Aku mengangkat wajah. Di hadapanku benar-benar Liam, dosenku yang punya wajah setampan malaikat. Mata hijaunya memperhatikanku baik-baik. Kedua tangannya masih di pundakku untuk menjaga agar tubuh ini tidak menghantam lantai dan terjadi hal yang lebih buruk. Dia tidak tahu kalau hal yang jauh lebih buruk telah terjadi. Wajahnya yang begitu dekat membuatku nyaris terkena serangan jantung.

#Maaf kelamaan update. Aku sebenarnya ngga pengen telat gini tapi apa daya, ujian dan tugas2 benar-benar menguras tenaga :'{

#Jangan lupa comment ya. Komentar adalah pelajaran yang berharga. Oiya, kalau follow @neitrakrish, aku follback deh. ^_^

Die WintersonneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang