Ich bin Student.

25 2 0
                                    

Sebagai seorang mahasiswa aku harus melaksanakan tugas-tugas mahasiswa. Kuliah dan mengerjakan tugas adalah jobdesk utama. Andai aku bisa menikmati semua tugas-tugas ini...

Begitu sampai di sini aku menyadari kalau nilai IELTS 6.5 bermakna nilai 6.5! Maksudnya nilai bahasa inggrisku benar-benar 6.5, menengah alias rata-rata kemampuan bahasa non native. Bisa ngomong tapi di sebagian kesempatan mendadak kehilangan kata-kata. Ini juga yang menurunkan daya tangkapku sampai hanya tersisa 65%.

Di saat seperti ini aku baru mengerti kenapa dosenku hanya berpesan "Kamu harus lulus di sana, kalau kamu gagal, juniormu tidak akan memiliki semangat untuk kuliah di luar negeri lagi." Dia hanya meminta agar aku LULUS. Tidak ada impian besar agar aku menjadi peneliti yang luar biasa, tidak juga ada harapan agar aku menjadi excelent student. Awalnya aku pikir beliau berkata seperti itu agar aku tidak terlalu memaksakan diri untuk belajar. Tidak kusangka kalau untuk lulus saja aku harus membongkar kapasitas otak ini.

Ini baru permulaan.

Sekarang aku dihadapkan pada selembar exercise sheet. Kalimat dan pertanyaannya begitu familiar tapi ketika ingin mengerjakan, aku hanya menggerakkan pensil untuk menulis diketahui dan pertanyaan. Masuk ke bagian jawaban, tiba-tiba ada jeda panjang. Ada apa dengan memoriku??? kenapa aku lupa dengan semua persamaan ini!!!!

Perasaanku saat ini adalah campuran equivalen antara sedih, marah, malu, dan putus asa.

Exercise semacam itu aku dapat setiap minggu. Aku selalu mengerjakannya hingga terjadi malfungsi pada elektron-elektron yang berlompatan di neuron otakku. Malfungsi itu selalu diikuti dengan perubahan jadwal tidur serta anomali pada emosi. Mata kuliah yang memberikanku neraka ini sangat menakutkan. Harga diriku sebagai salah satu excelent student di Indonesia dibuat hancur seketika. Neraka ini setiap saat memberikan pesan "Inilah akibatnya kalau kamu hanya mementingkan nilai dan melupakan semua ilmu yang aku dapat seketika setelah ujian selesai".

Yang membuat hatiku tambah berdarah-darah adalah penguasa neraka (maksudnya dosen mata kuliah ini). Tanpa kusangka, dia adalah malaikat yang aku lihat di bawah dedaunan musim gugur. Laki-laki itu yang terlihat sangat hidup di antara organisme-organisme yang siap mati gara-gara musim gugur. Dia yang menyempurnakan lukisan alam itu hingga terlihat sempurna seperti surga.

Sungguh ironi. Orang ini harusnya membuat hidup orang lain lebih hidup lagi. Tapi lihat aku sekarang! Melihat dia membagikan exercise sheet saja sudah membunuh setengah bagian jiwaku, merusak mental dan mengirimku kembali ke neraka. Sejak kapan malaikat juga ikut-ikutan mengirim manusia ke neraka? Meskipun menderita, aku bahkan tidak bisa menangis. Aku juga berkeinginan untuk tidak masuk ke kelasnya! Namun, ketika waktunya tiba entah kenapa badanku secara otomatis bangun lebih pagi dan ontime masuk kelas. Aku bahkan tidak bisa melarikan diri!

Oh Tuhan, aku hanya melupakan beberapa ilmu yang aku dapat ketika kuliah S1. Apakah aku harus dihukum seberat ini?

Aku menarik nafas dalam. Ini adalah meditasi paling singkat, sederhana, dan cukup efektif kalau mau mengumpulkan kembali percikan-percikan jiwa yang mau pergi ke neraka. Setelah jiwaku utuh kembali, aku segera memasukkan exercise sheet itu ke dalam tas dan bersiap menuju ruang kuliah lainnya.

Tanpa melirik aku mendengarkan suaranya sejenak. Dosenku ini memiliki suara rendah, berat, maskulin namun lembut dan membuat nyaman. Ini membuatku semakin sedih, dia menjadi sumber penderitaanku di universitas. Memikirkan ini membuat paru-paruku otomatis menghela nafas. Masih tersisa beberapa bulan untuk menghadapi lelahnya keadaan ini.

"Nei,..." sesorang memanggilku.

Die WintersonneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang