Liam baru melepaskanku setelah yakin kalau aku dapat berdiri dengan baik. Meskipun tangannya sudah tidak lagi di pundakku, jantungku tidak kembali ke keadaan normal. Dia terus menerus berdetak dengan irama yang lebih cepat daripada biasanya. Wajahku pun masih terasa panas.
"Sebaiknya kamu ke dokter deh." kata Laki-laki ini. "Kalau kamu tidak tahu ke mana harus pergi, aku bisa memberikan alamat dokter di dekat sini."
"No, thanks. Aku cuma perlu istirahat. Mungkin karena kemarin begadang, kepalaku agak pusing dan sedikit berhalusinasi."
"Halusinasi?" Liam mengerutkan alis sambil menatapku dengan wajah khawatir. Mudah-mudahan dia tidak mengira kalau aku sakit mental.
"Ah, Forget it. I am okay." kataku segera agar dia melupakan apa yang aku keluhkan tadi. Suasananya mendadak terasa kikuk.
"Mmm. Aku mau pulang dulu. Mau istirahat." kataku lagi pada akhirnya.
"Take care." katanya dengan wajah khawatir.
Jantungku masih tidak karuan. Secara otomatis aku berpaling dari wajah tampan itu dan kembali pada pekerjaan terakhir yang aku lakukan. Aku membereskan semua buku dengan tergesa-gesa. Tak lama, kulanjutkan dengan memakai winter coat dan syal.
Semua mata tertuju padaku seakan-akan aku mungkin saja collapse kalau mereka tidak memperhatikanku baik-baik. "I am fine!" kataku sambil memaksa tersenyum. Mendengar jawabanku mereka cuma saling lirik seakan-akan tidak percaya.
"Apa aku perlu mengantarmu?" Tanya Kim.
"Ngga perlu. Jangan khawatir."
"Hati-hati. " pesannya. Aku mengangguk.
"Tschüss..." kataku akhirnya. Kali ini kupaksakan langkahku untuk keluar ruangan ini tanpa melirik ke arah Liam lagi.
***
Semakin hari suhu tempat ini semakin mendekati titik beku. Hari ini thermometer line tidak mau beranjak ke suhu yang lebih tinggi dari dua derajat celsius. Kulit wajahku terasa sperti karet yang ditarik sekuat tenaga dan hampir mau robek. Angin tidaklah sepoi-sepoi menyegarkan melainkan berhembus dengan kencang sambil memukul hawa dingin ke badanku. Jika saja aku tidak memakai sarung tangan, aku yakin kalau aku sudah tidak bisa merasakan kulit tanganku lagi.
Sejak pertama kali bertemu dengan Liam, aku sama sekali tidak bisa menyembunyikan ketertarikan. Setiap hal kecil yang dia lakukan dapat tertangkap dengan baik oleh ingatanku. Andai aja ketertarikan itu bisa kupakai untuk belajar, tentu akan lebih menguntungkan. Sayangnya ketertarikan sekuat ini hanya pernah terjadi untuk Liam.
Sepertinya ini cinta...
Mungkin ini cinta...
Aku harap ini bukan cinta!!!
Jika ini benar cinta, I am doomed!
"Ingat Nei, di sana kamu kuliah! Jangan coba-coba cari pacar, apalagi bergaul bebas!" kata-kata ayahku ini masih terngiang-ngiang di telingaku.
Huufft!
Tapi kalau dia setampan itu, bagaimana mungkin aku tidak memikirkannya. Hormon estrogen dan progesteron di tubuhku bergejolak tanpa bisa kukendalikan setiap dia hadir. Berpaling darinya sama sulit dengan melarikan diri dari kelasnya.
Kepalaku mulai dipenuhi dengan kebingungan-kebingungan tidak jelas.
"Iya, kamu jatuh cinta padanya. Senyumnya seindah senyum malaikat dan kelembutannya menyentuh hati. Bagaimana mungkin kamu tidak jatuh cinta padanya. Dia benar-benar tipemu."
Suara menyebalkan itu menjelaskan semua yang ada di otakku. Mendengar suara itu membuatku ingin mengetahui siapa yang mengucapannya. Aku memperhatikan sekitar namun tidak ada yang memperlihatkan ekspresi kepedulian.
"Kalau kamu mencariku, aku di sini." kata suara itu lagi. Seiring dengan jawabannya, sebuah bola cahaya bergerak ke arahku. Begitu dia berhenti di hadapanku, waktu berhenti. Semua benda dan makhluk yang bergerak di sekitarku membeku.
"Fenomena macam apa ini." batinku. Hari ini terlalu banyak hal yang tidak masuk akal. Aku sekarang meragukan kewarasanku sendiri.
"Kamu mencintainya namun cinta itu sama sekali tidak memiliki ketulusan. Itu hanya karma." kata cahaya itu lagi.
Kali ini cahaya itu kembali berubah wujud menjadi sosok malaikat.
Okay, ini dia part 4 dari #ceritacinta ini. Maaf kalau partnya pendek-pendek. Aku ngerasa kalau partnya pendek, lebih santai dibaca. Jangan lupa komentar ya...
#justwriteit #malaikat #fantasi
KAMU SEDANG MEMBACA
Die Wintersonne
FantasyMatahari di Jerman sangat berbeda. Di tengah udara yang membekukan, kemunculan matahari terasa seperti cahaya surga. Langit yang hampir selalu suram membuat secercah cahaya matahari bernilai jauh lebih mahal daripada berlian. Di negeri ini pula seor...