Kami ke Singapura kali ini bukan untuk berkunjung sebagai turis atau semacamnya. Kami di sini hanya untuk transit ke tujuan negara pertama kami yaitu Vietnam. Tapi, transit kami di Singapura memakan waktu 15 jam. Apa masih bisa disebut transit kalau 15 jam? Haha. Karena waktu transit yang begitu lama, tentu kami tidak mau kehilangan momen indah di Negara Singa ini dong! Jadilah kami memutuskan besok untuk ikut tour gratis bagi para transit-er persembahan dari Changi Airport. Tour gratis tersebut menawarkan para transit-er untuk berkeliling-keliling negara super modern ini. Jadwal tour paling pagi yaitu jam 9 dengan pendaftaran paling akhir jam 8 waktu Singapura.
Semalam kami sampai di Singapura pukul 22.00 waktu Singapura. Setibanya di Changi Airport, otomatis kami cari informasi tentang tour gratisnya dong! Mas Gasa yang super detail bin rinci ini akhirnya menemukan jawaban yang pasti. "Jangan ikut tour gratis deh," katanya sambil sibuk dengan gadgetnya. 'Lhoh, kan ini kesempatan dalam kesempitan yang harus dijalankan!' pikirku tak terima.
"Kita kan flight jam 1, dan harus siap-siap check-in jam 11, nah di sini keterangannya kalau mau ikut tour gratis sebaiknya flight lanjutannya yang jam 2. Resikonya tinggi kalau kita maksain ikut tour gratis," jelasnya kemudian.
"Yaaaah, nggak bisa liat Patung Merlion doong! Mbake iki pengen foto di Merlion looh," ujar Mbak Fiyya yang turut kecewa.
"Ya untuk mensiasati itu, kita jalan-jalan sendiri aja," jawab Mas Gasa.
"Oke, okee!" seruku kegirangan. Karena Mas Gasa satu-satunya orang yang sebelumnya pernah berwisata ke Negeri Singa ini, dialah tour guide kami untuk menuju Patung Merlion.
Sebelum pagi menjelang, kami memutuskan untuk tidur di ruang tunggu bandara. Hawa dingin Changi Airport ini berasa musim dingin di Jepang. Kami berenam sudah kehabisan akal supaya tidak menggigil kedinginan. Jaket-jaket tebal sudah dipasang, tetap saja dingin, tapi rasa kantuk mengalahkan dinginnya AC Changi Airport ini. Kalau aku sudah tidur bisa dipastikan mati rasa, jadilah aku tetap tidur nyenyak sampai pagi meskipun pada saat bangun kulit terasa kering keriput karena kedinginan.
Pagi hari sebelum subuh kami meninggalkan Changi Airport dan menuju Masjid Sultan di daerah Bugis Street. Sesampainya di Stasiun Bugis, kami agak kesulitan mencari Masjid Sultan. Alhasil, kami harus jalan-jalan muter terlebih dahulu untuk sampai di tujuan, haha. Rupanya jamaah salat subuh di masjid telai usai, sehingga kami melakukan salat subuh berjamaah sendiri dengan khusyuk. Usai salat kami sempatkan berfoto di depan masjid (mumpung suasanya sepi-sepi syahdu, hehe).
Sepertinya tingkah dan percakapan kami saat berfoto didengar oleh beberapa orang di masjid, sehingga ada sosok mas-mas yang menyapa kami dan bertanya dari mana kami dan bla, bla,bla. Ternyata mas itu orang Batam yang juga transit di Singapura untuk melanjutkan perjalanan ke Hongkong. Saat kami di tanya tujuan kami selanjutnya apa, sontak Mbak Fiyya langsung menjawab "Merlion," dengan khas bahasa Jawa Timurnya.
"Ooh, Merlaiyen," jawab Mas itu memperjelas pronouncation-nya. Aku sontak berbalik badan dan tertawa geli.
"Nah, itu maksudnya!" terang Mbak Fiyya. Kemudian ia melanjutkan percakapannya sejenak dan kemudian berpamitan. Sebelum kami melanjutkan perjalanan ke Merlion, kami sengaja mengisi perut kami yang dari semalam hanya terganjal pangkuan tas kami. Di depan area masjid rupanya banyak makanan halal dan kami ingin mencobanya. Sesampainya di depan rumah makan, sepertinya harga menu makanannya kurang sesuai dengan isi kantong kami.
"Aha! Tadi kan di jalan kita mau ke sini ada warung halal juga yang harganya cuma 3 SGD (Singapore Dollar). Ke sana aja yuk! Nggak jauh dari sini kok tadi kayanya," ajakku. Beruntung deh tadi kami sempat nyasar muter-muter dulu sebelum sampai di Masjid, jadi tau ada warung yang lebih murah kan, haha.
"Masa? Cuma 3 Dollar? Nggak salah lihat po Han? Kok kayanya tadi aku liat 8 Dollar?" ujar Mas Hengki menanggapi.
"Nggak Mas, tadi sepenglihatanku 3 Dollar sih Mas, coba kesana dulu deh hehe," ucapku kemudian.
"Ya udah, kita coba ke sana dulu aja, nanti kalau ternyata 8 Dollar, ya kita balik ke sini aja," ucap Mbak Rias.
Sesampainya di tempat makan yang kami maksud, ternyata memang benar harga makanannya hanya 3 SGD. Alhamdulillah rezeki anak saleh!! Haha. Dengan semangat kami memasuki warung tersebut. Kami disambut oleh ibu india yang sepertinya belum siap untuk melayani tamu sehingga dia memanggil karyawannya yang berparas melayu.
Saat kami akan memesan, harga menu di dalam tidak ada yang seharga 3 SGD. Nah Loh? Kami mulai bingung, menu yang dihargai 3 SGD di depan warung, saat di dalam menjadi 9 SGD! Sepertinya pegawai ini memahami kegelisahan kami, sehingga dia menawarkan menu dengan harga promo persis dengan yang ada di depan. Naah, gitu dong Pak! Setelah beberapa kali bercakap-cakap dengan pak pegawai, timbul rasa aneh terhadap bapak itu. Dari bahasanya, sepertinya dia bukan orang melayu.
"Bapak orang mana?" tanyaku ingin membongkar rahasia.
"Saya dari Karawang, Neng," ucapnya sedikit malu.
"Ya Allah Bapak! Kita sama-sama dari Indonesia Pak,"ujarku senang. "Kumaha damang Singaparna Pak? Eh, Singapura maksudnya, hehehe," candaku. "Sudah berapa lama Pak di sini?"
Pramusaji dari Indonesia
"Barusebulan," jawab Bapak ini singkat. Bapak ini tergolong pendiam, beliau sedikitmalu-malu untuk berkomunikasi dengan kami. Entah itu rasa malu, sungkan, ataurasa yang dulu pernah ada (ups! :p). Atau mungkin memang warung di sinimemiliki aturan untuk tidak banyak berbicara dengan para konsumen, entahlah!Yang jelas silaturrahmi sesama warga Indo masih terjaga dengan adanya salingsapa ya Pak, hehe. m
YOU ARE READING
Bosan Jalan-Jalan
AdventureBagaimana jika enam kawanan anak muda yang baru saling kenal menikmati liburan dengan menghabiskan waktu keliling lima negara? Petualangan yang penuh tantangan, keceriaan, dan ucapan syukur mereka alami dalam perjalanan panjang. Negara-negara ASEAN...