Day 4 - 6 Januari (Little Paris Ho Chi Minh City)

85 0 0
                                    

Yeay! Sampai sudah di negara tujuan pertama kami, Vietnam! Seperti yang aku dan teman-temanku ketahui sebelumnya, Ho Chi Minh City ini merupakan salah satu kota besar di Vietnam seperti Hanoi. Ho Chi Minh City juga memiliki sebutan lain yaitu Saigon. Mungkin kalau di Indonesia mirip-mirip Surabaya. Sesuai dengan itinerary yang dibuat, kami akan mengunjungi bangunan-bangunan klasik ala Eropa. Konon Vietnam memang jajahan Prancis, jadi tidak heran jika bangunan-bangunan ala Prancis berdiri tegak di Ho Chi Minh City ini.

Kami tiba di Bandara sore hari. Kami berencana naik bus dari bandara menuju hostel yang kami pesan. Tarif bus ini juga cukup unik, orang bayar sendiri seharga 5.000 VND (Vietnam Dong) dan tas bawaannya pun juga bayar seharga 1 orang penumpang. Jadi tips untuk naik bus ini sebisa mungkin kemas barang bawaan kalian hanya disatu tas saja biar tarif tasnya nggak ditarik dobel, haha. Tapi harga bisnya relatif murah, karena dari bandara ke hostel yang kami tuju jaraknya sekitar 20 Km dan kami cuma ditarik 10.000 VND atau kalau dikurskan sekitar 6.000 IDR saja.

Para pengendara kendaraan bermotor di Ho Chi Minh cenderung kurang ramah. Bunyi klakson dimana-mana, lajur jalan yang kurang tertata sehingga membuat bingung para pejalan kaki kalau nyebrang jalan harus toleh ke arah mana dulu. Tapi mungkin juga karena kami yang tidak biasa dengan lajur jalan yang digunakan di sini, sehingga kami harus menyesuaikannya.

Sesampainya di hostel, kami langsung menaruh barang bawaan kami di kamar dan langsung pergi lagi untuk mencari makanan, haha. Kami agak kesulitan untuk menemukan makanan halal di sini. Kami search di mbah Google juga hasilnya adalah warung vegetarian. Tapi kami agaknya tidak yakin hanya ingin menikmati hidangan sayur mayur saja, akhirnya kami memutuskan untuk pergi ke restoran seafood yang letaknya tidak jauh dari tempat kami.

Suasana ruang makan

Kamidi sambut luar biasa lho oleh pemilikrestoran ini. Kami di antarkan ke ruang VIP yang berada di lantai 2. Kamiditempatkan di meja bundar layaknya tamu VIP dalam sebuah conference, haha. Bak tamu istimewa, kami juga direkomendasikanmenu-menu andalan di restoran ini. Untung ada satu pelayan (yang kami sebutMbak Tutik :P) yang jago berbahasa Inggris memandu kami untuk memilih menu.

Mas Ario salah satu volunteer kami untuk bagian pemesanan (segala jenis pemesanan, haha) alias Jursen (Juru Pesen) mulai memesan makanan ini dan itu. Oh iya, dia juga kami sebut Jurnet a.k.a Juru Internet. Bagaimana tidak, hampir di setiap tempat dia selalu yang pertama connect sama wifi-nya. "Excusme Miss," ujarnya mengawali. Kemudian dia lanjutkan dengan cas-cis-cus pesan ini itu. Dan kami berlima berdiskusi untuk menyetujui atau menolak pesanannya, haha.

Rasa makanannya yang enak dan pelayanan yang memuaskan, membuat kami tidak berat untuk merogoh kocek sebesar 1.200.0000 VND, haha. Antara lapar, nafsu, dan khilaf memang jadi satu. Kami sendiri sempat terheran melihat nilai bill yang ada. "Ini perjalanan koper atau ransel sih sebenernya kita?" celetuk Mbak Fiyya heran.

"Nggak papa Mbak, kalau di Vietnam mah kita kaya hahah," jawab Mas Ario. Mbak Tutik si pelayan restoran ini masih tetap menunggui kami sampai kami membayar bill. Dalam proses pembayaran bill ini, suguhan ice tea khas vietnam masih ditawarkan ke kami. Awalnya Mas Ario menolak tegas suguhan tersebut, sehingga membuat Mbak Tutik tersipu malu dibuatnya dan tingkah itu pun sontak membuat isi lantai 2 tertawa geli.

Dari kiri ke kanan

(Gereja Cathedral, Post Office, dan City Hall dengan sentuhan khas arsitektur Eropa)

Setelahmengisi perut, kami pergi ke pusat kota untuk melihat-lihat bangunan klasik alaPerancis yang berjajar-jajar. Lokasi pertama yang kami kunjungi yaitu GerejaKatedral yang bernama Basilika Notre-Dame Saigon. Gereja ini dibangun oleh kolonialPerancis pada abad ke-19, sehingga tidak heran jika gereja ini sangat khas akansentuhan eropa. Tepat di samping Gereja ada bangunan kantor pos yang jugaberdiri megah ala eropa. Kantor pos ini juga dibangun oleh kolonial Perancispada abad ke-19 juga. Sayangnya kami datang ke kantor pos ini tepat pada pukul19.30 waktu Ho Chi Minh, sehingga kami tidak bisa berlama-lama di sini karenaditutup pada pukul 20.00 waktu Ho Chi Minh.

Setelah melihat-lihat bangunan klasik ala eropa, diseberang jalan kami menemukan tembok yang khusus dibuat untuk menyambut Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Sepertinya Vietnam sangat mempersiapkan agenda MEA ini, sehingga tidak heran jika di sepanjang jalan di Ho Chi Minh City dipenuhi umbul-umbul bendera negara-negara ASEAN. Kami sempatkan sejenak untuk berfoto di tembok ASEAN ini dan membaca berbagai macam kegiatan ASEAN yang telah dilakukan. Ada banyak tokoh Indonesia yang tidak luput dalam foto-foto yang ditempel pada tembok itu. Ada foto Pak Presiden SBY, Bu Megawati, dan juga Gus Dur dalam beberapa foto kegiatan yang ditempel.

Setelah berjalan menelusuri tembok tersebut, kami mampir sejenak ke toko souvenir yang tidak jauh dari sana. Berbagai macam pernak-pernik tersedia di sana, tapi sayang harga yang dibanderol cukup mahal. Hal itu menjadikan kami hanya membeli oleh-oleh yang sangat minimalis. Usai berbelanja, kami lanjutkan perjalanan menuju Ho Chi Minh City Hall. Balai kota ini juga merupakan salah satu icon yang wajib dikunjungi. Ho Chi Minh City Hall ini berada dekat dengan Rex Hotel. Tepat berada di depan balai kota ini terdapat patung Paman Ho Chi Minh yang berdiri dengan wibawanya. Banyak turis berfoto dengan background Paman Ho dan balaikota. Kami juga tidak ingin ketinggalan untuk berfoto dengan beliau dong!

Setelah puas berfoto ria dengan bangunan-bangunan klasik ala Eropa, kami mencoba mencari suasana baru dengan berjalan-jalan menyusuri Sungai Mekong. Sebelum menyusuri Sungai Mekong, kami sempatkan untuk mampir ke Islamic Center di tengah-tengah gedung-gedung tinggi bergaya Eropa ini. Kami sempatkan pula salat berjamaah di Masjid ini. Kami sangat bersyukur dapat menemukan masjid dan melakukan salat Jamaah di sini.

Setelah salat berjamaah dan berjalan menyusuri kemerlip Sungai Mekong, kami memutuskan untuk kembali ke hostel untuk beristirahat. Di sini kami menggunakan taksi sebagai moda transportasi jarak jauh, selain lebih mudah ditemukan, tarif taksi di sini juga relatif murah. Di tengah perjalanan menuju hostel, kami melihat ada pasar malam yang begitu ramai sehingga membuat kami tertarik untuk mengunjunginya.

Pasar malam ini terletak tepat di samping Ben Thanh Central market Ho Chi Minh City. Aku yang hanya menyediakan uang saku minim tidak begitu tertarik untuk berbelanja di sini. Barang-barang yang dijual menurutku kurang menarik (alibi saja sih sebenarnya, hihi). Pedagang-pedagang di sini banyak yang mengira kami dari Malaysia, dan ternyata mereka banyak yang jago berbahasa melayu.

"Kok bisa bahasa melayu?" tanyaku kepada seorang mbak-mbak pedagang yang menjajakan barangnya kepadaku dengan bahasa melayu. Mbak itu sepertinya tidak mau menjawab kenapa, dia hanya menjawab dengan senyuman manisnya, itu saja haha.

 Puas dengan berjalan-jalan menikmati malam di Kota Ho Chi Minh, kami pun langsung menuju hostel kami yang memang tidak jauh dari central market ini. Dalam perjalanan menuju hostel, Mbak Fiyya melihat ada restoran Melayu berlabel halal di ujung jalan pasar malam ini. Alhamdulillah bisa dicoba buat sarapan besok.

Bosan Jalan-JalanWhere stories live. Discover now