Aku tidak cukup puas dengan tidurku malam ini. Kamar hostel yang berkapasitas 16 orang ini diisi oleh 13 orang, namun hal ini tidak mengganggu tidurku. Hanya saja aku ingin mengakhiri tidur dengan cepat dikarenakan sebuah insiden kecil yang 'hanya' aku yang merasakannya (yang lainnya nggak ada yang terbangun karena insiden ini). Kamar yang kami sewa memang berjenis mixed bedroom yang bisa diisi oleh semua gender. Tatanan kamar ini sangat padat dengan kasur bertipe king bed dan empat kasur tingkat tiga yang berjajar lengkap dengan AC serta kamar mandi di dalamnya. Aku merasa nyaman dengan kepadatan suasana di dalam kamar. Aku dan teman-teman juga sudah berkenalan dengan beberapa turis asing lainnya (tentunya ia juga seorang backpacker) yang juga menyewa kamar ini.
Kami kebagian tidur di kasur tingkat. Kasur tipe king bed sudah penuh diisi oleh dua mas-mas bule yang kami tidak sempat berkenalan dengannya. Sebagian kasur tingkat juga sudah terisi oleh sepasang kekasih dari Inggris dan ditingkat atas diisi oleh seorang Mas Bule yang sepertinya berasal dari Afrika. Karena kami hanya memiliki waktu yang singkat untuk singgah di hostel ini, kami hanya berkesempatan untuk mengenal sepasang kekasih dari Inggris. Kami pun hanya bertegur senyum dengan para penghuni lainnya.
Aku kebagian tidur di kasur tingkat kedua bersama Mbak Fiyya dan juga sepasang kekasih dari Inggris. Pas di sebelah kananku ada Mbak Bule dari Inggris yang cantik jelita sedangkan di sebelah kiriku ada Mbak Jawa tulen alias Mbak Fiyya. Mas Bule kekasih Si Mbak Bule tentunya tidur di sebelah kanannya Mbak Bule. Tadinya posisi Mas Bule tepat berada di kananku, namun dengan sangat sopan aku meminta agar Mas Bule bersedia untuk tukar posisi dengan Mbak Bule. Dan Alhamdulillah, ia memahami keadaan ini, hahaha. Mas-Mas yang lain dan Mbak Rias tidur di kasur tingkat paling bawah. Tepat di bawah kasurku ditempati oleh Mas Gasa. Aku tidak tahu tatanan bagian atas kasur terisi oleh siapa.
Pagi itu aku terbangun dini hari. Aku merasa ada yang membangunkanku dengan menggoyang-goyangkan ranjang yang aku tiduri. Aku coba untuk tetap memejamkan mata melanjutkan mimpi yang terputus karena goyangan itu. Rupanya usahaku untuk tetap memejamkan mata tidak berhasil. Goyangannya lebih kencang dari yang aku rasakan sebelumnya. Aku coba membuka mata dan seisi ruangan gelap gulita. Aku membangunkan Mbak Fiyya yang tidur di samping kiriku untuk menanyakan waktu. Lantas ia membuka HP-nya dan ternyata ini pukul tiga dini hari. Aku mencoba untuk memejamkan mata lagi untuk melanjutkan tidur. Namun goyangan itu semakin terasa kuat. Aku sempat takut dengan keadaan ini. 'Apakah ini gempa?' pikirku dalam hati. 'Ah, kalau gempa kok di bagian kasurku aja ya yang goyang?' pikirku lagi. Aku mencoba lihat ke segala arah untuk memastikan goyangan ini. Mbak Fiyya dan Mbak Bule di sampingku masih tertidur pulas.
Ingin rasanya aku menanyakan Mas Gasa yang tidur tepat di bagian bawah kasur tingkatku. Tapi aku tidak cukup berani turun ke bawah. Aku hanya memastikan keadaan di sekitarku. Rasanya, goyangan itu berasal dari bagian atas kasur tingkat ini. Aku merasa kasur tingkat di atasku tidak berpenghuni sejak kemarin karena memang tidak ada yang menempati setiba kami di sini. Akhirnya aku memutuskan untuk menunggu siapa tau ada yang terbangun pagi ini. Cukup lama aku menunggu. Aku pun memberanikan diri turun untuk mandi dan salat malam. Aku tidak berani mandi di kamar mandi yang ada di dalam kamar. Aku takut mengganggu orang lain yang masih tertidur pulas. Aku pun mandi di kamar mandi luar dekat loteng.
Usai mandi dan salat malam tiba-tiba aku dengar Mbak Rias memanggilku. "Han, kamu udah bangun?"
"Iya Mbak, nggak bisa tidur," ucapku seraya berbisik.
"Lah kenapa?" tanyanya kemudian.
"Ranjangnya goyang-goyang," ujarku sambil menunjuk ranjang yang aku tiduri.
"Hah?" ucapnya kaget. "Kamu udah mandi?" lanjutnya.
"Iya, udah Mbak. Tadi mandi di luar."
"Ooh, Oke lah. Aku juga mau mandi kalau gitu," ujarnya sambil menyiapkan peralatan mandinya.
Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul enam pagi. Kami berenam pun sudah bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan kami mengelilingi Ho Chi Minh City. Tentu saja para turis lain masih memejamkan erat matanya disaat kami sudah bersiap dengan perjalanan kami. Tiba-tiba Mbak Rias mencolek pundakku sambil menunjuk bagian atas kasur tingkatku. Sontak aku terkaget dengan pemandangan yang aku lihat. Di bagian kasurku ternyata ditempati oleh dua orang wanita sekaligus. Kasur tipe single bed itu diisi oleh dua orang wanita dewasa.
"Pantes aja Han kasurmu goyang-goyang. Lha wong di atasnya ada dua Mbak-Mbak rempong," ujar Mbak Rias. "Mereka tuh dari semalam tauk dateng-dateng langsung rempong."
"Oh iya toh Mbak?" tanyaku tidak percaya. "Mereka yang dari mana? Kok kemarin perasaan nggak keliatan."
"Iya, mereka kemarin datengnya udah malem banget, kamu udah tidur kayanya."
Melihat keributan kami berdua, Mas Gasa pun penasaran dengan percakapan kami. "Kenapa toh emangnya?" tanyanya kemudian.
"Kamu semalam nggak ngerasa goyang-goyang apa Mas pas tidur?" tanyaku.
"Nggak tuh, aman-aman aja," ujarnya.
"Ih, semalam aku nggak bisa tidur karna ranjangnya goyang-goyang."
"Eeeaaaaa, asik dong," ujarnya seraya cekikan.
"Apanya yang asik, tuh taunya mbak-mbak rempong tidur berdua satu kasur," ucapku sambil memberi kode untuk melihat ke bagian atas kasur yang aku tiduri.
"Hahahhahah, ya mungkin aja mereka lagi asik," ucapnya masih cekikikan.
��������þ����
YOU ARE READING
Bosan Jalan-Jalan
AventuraBagaimana jika enam kawanan anak muda yang baru saling kenal menikmati liburan dengan menghabiskan waktu keliling lima negara? Petualangan yang penuh tantangan, keceriaan, dan ucapan syukur mereka alami dalam perjalanan panjang. Negara-negara ASEAN...