Bali

43 4 0
                                    

       Dering jam weker membangunkanku keesokan harinya. Empat angka digital berkedip-kedip sesuai irama mesin setia tersebut. Setia untuk peduli dengan kebangunanmu pada pagi hari. Aku segera mandi, berganti pakaian, dan menyambar koper dan ransel yang sudah siap sedia di depan pintu kamar. Di dapur, ibu tampak sudah berdandan, tampil memukau seperti biasanya.

        "Pagi, siap untuk pergi?" Sapanya sambil menyodorkan sepiring roti bakar kepadaku.

       "Always ready for adventure dongg..."

       Selama sarapan ibu menceramahiku tentang 'perlindungan diri di negara asing' maklum, sebagai satu-satunya putri perempuannya naluri keibuan ibuku lebih besar bila menyangkut diriku.

       "Bila sudah sampai di Denpasar nanti segera hubungi ibu ya, mau hubungi lewat Facebook kek, Whatsapp kek, BBM kek, pokoknya hubungi."

       "Masalahnya, ibu memang punya aplikasinya?" Tanyaku.

       "Kan bisa di-download." Kata ibuku tak mau mengalah. Biasa, ibu-ibu.

       "Memang ibu bisa men-download? Di mana? Appstore?"

       "Apaan tuh Appstore? Aplikasi baru?"

       Haduh..... Bagaimana bisa aku pergi berlibur dengan tenang kalau ibuku seperti ini? Perlu diketahui kedua orang tuaku sama sekali payah untuk urusan seperti ini. Padahal mereka sebenarnya orang-orang berotak encer. Ibu adalah direktur sebuah bank ternama di London sedangkan ayah adalah dosen paling senior di Universitas Oxford. Mereka sukses dan cerdas dalam urusan pekerjaan dan bisnis. Tapi menyangkut urusan teknologi...

       Selesai sarapan kami segera berangkat menuju bandara Heathrow. Aku menatap melalui jendela mobil, melihat perubahan warna pada dedaunan. Sekarang adalah awal musim gugur. Saat cuaca menjadi begitu kering dan dingin. 

       Ya, kering dan dingin, seperti hatiku.

       Di bandara, ibu memelukku dengan sangat erat hingga matanya menjadi basah. Sayang ayah dan Tom tidak ada di sini. Ayah harus 'mengisi' kelas pagi ini dan Tom pergi bersekolah. Berat rasanya meninggalkan rumah, meninggalkan keluarga, saat kau akan pergi ke luar sana sendirian. Pergi berpergian seorang diri membuatmu menyadari betapa luasnya dunia ini. Tapi berpergian seorang diri membuatmu bebas. Bebas untuk menjelajah. 

       Jadi intinya, sendirian membuatmu bebas dan sedih di saat bersamaan.

       Penerbangan dari Inggris ke Indonesia memakan waktu 14 jam ditambah 2 jam transit di Singapura. Totalnya ada 16 jam waktu penerbangan dimana pantatku akan terus menempel di kursi pesawat. Hebat. 1 sampai 4 jam pertama tidak ada masalah. Tapi sisa 10 jam kemudian diisi oleh guncangan-guncangan. Aku mendengarkan informasi dari pramugari yang menyatakan cuaca buruk dan dimohon untuk mengenakan sabuk pengaman. Semua orang termasuk aku buru-buru mengenakan sabuk pengaman, tapi tetangga sebelahku, seorang nenek dengan rambut putih tebal justu mengambil Beats headphone. Aku melotot kepadanya.

       "Kenapa nak?" Tanyanya bingung melihat tatapanku.

       "Anda tidak mengenakan sabuk pengaman anda?"

       "Tenang saja," katanya sambil tertawa dan memasang headphone di kepalanya, "Kemungkinan pesawat ini jatuh adalah satu banding satu juta."

       Aku langsung melepas sabuk pengamanku.

       Penerbangan kedua, sedikit lebih baik dari penerbangan pertama. Tetanggaku bukan lagi nenek tapi seorang gadis bertubuh gemuk dengan rambut pirang bergelombang. Dia tidur hampir selama penerbangan berlangsung, diiringi oleh alunan musik dengkuran yang mungkin terdengar sampai ruang kemudi. Saat pesawat mengalami guncangan, di mendadak bangun dan memasang sabuk pengaman dengan panik. 

Sunset RoadWhere stories live. Discover now