PENGORBANAN #1

54.5K 500 35
                                    

Aku masih menunggunya, di sofa mungil depan tv ruang tengah. Kegiatan yang tak akan pernah aku bosan melakukannya. Saat malam mulai semakin larut, dan suara jangkrik yang bersahutan, mengiring rasa kantuk yang sedari tadi menyerangku. Lagi-lagi aku terkesiap saat kepalaku mulai lunglai. Aku ingin menyambutnya, seperti malam-malam yang biasanya.

Aku selalu mengatur waktu agar bisa tiba di rumah lebih awal, supaya bisa menyiapkan segala kebutuhannya selepas aktivitasnya di kantor. Memasak, membersihkan rumah, dan menyediakan pakaian santai untuk ia gunakan saat tidur nanti.

Dua tahun sudah kami mengikat komitmen, dan tinggal dalam satu atap. Kami hidup selayaknya orang lain, hanya cinta kami yang membedakannya. Di rumah ini, kami berikrar untuk berjanji setia, dan tak akan berpaling pada siapapun meski godaan menyerang. Di bawah atap ini, kami bersumpah untuk selalu jujur, dan mengungkapkan segala rasa gundah jika tanda-tandanya mulai terlihat di antara kami.

Mas Hendra, itu namanya. Sosok membanggakan yang siap melindungi ku. Tubuh tegap yang selalu sedia merengkuh ku menjelang tidur dan setelah bercinta. Pria gagah yang tak pernah mengeluh akan beratnya menanggung hidup sebagai gay. Makhluk yang dewasa jalan pikirannya, dan selalu mampu memahami segala keluhanku.

Suara langkah kecil mendekat ditengah pejaman mataku, berat sekali membuka kelopak di saat lelah benar-benar menyerangku. Belaian yang menyentuh kepalaku, menyadarkan diriku sepenuhnya. Senyum itu mengembang, merekah penuh cinta. aku menyambutnya dengan menampilkan wajah puas. "Sudah ku bilang jangan terlalu sering menunggu aku pulang. Tidurlah sekarang." Pernyataan tegasnya mengajakku untuk masuk kamar. Saat aku mulai merebahkan diri untuk melanjutkan tidur, suara gemericik air terdengar dari sudut ruang kamar kami, mas Hendra membersihkan diri untuk kemudian tidur.

Rasa kantukku hilang mengingat makan malam yang aku siapkan pasti belum disentuhnya. Maka disinilah aku, menyiapkan piring untuknya, kemudian mas Hendra menyusul untuk menikmati suguhan yang sudah aku hidangkan. Kami makan dengan santai, di iringi obrolan kecil mengenai pekerjaan.

"Night, baby..." ucapnya seraya mengecup keningku.

"Night too..." jawabku. "Mas?" Lanjutku.

"Hmmh..." jawabnya parau.

"ML yuk?" Ucapku malu.

Tak ada jawaban yang aku dengar, namun tatapannya menusukku. Kemudian tangannya langsung merengkuh tubuhku dilanjutkan dengan lumatan pada bibirku. "Anything for you, baib..."

===

"Gue tahu kalo lu sakit." Pernyataan berbisik itu datang dari salah satu pelanggan yang sedang aku layani. Sontak aku menatapnya, dan sedikit senyum.
Selepas aku melayaninya, aku bergegas untuk masuk ke dalam, tepatnya dapur.

Aku bekerja sebagai waitress di sebuah restoran. Mengingat aku baru saja lulus dari kuliah pada program studi chef tak membuat aku langsung di terima bekerja sebagai koki. Tak ada salahnya aku memulai karir dari bawah, belajar untuk menghargai proses.

Pelanggan satu itu masih duduk dengan santai setelah makanan pesanannya habis. Sebagai pelayanan ekstra, aku menawarkan menu penutup. Senyumnya mengembang perlahan dan mengangguk. "Boleh, cocktail ada?"

"Oke, silahkan tunggu." Jawabku sambil membereskan perangkat makan yang ada di mejanya.

"Kamu yang antar, oke?" Pintanya pelan dan mengerling.

Dari awal dia bicara, aku tahu bahwa dia pria yang menarik. Balutan kemejanya terlihat keluaran brand ternama, dipadankan dengan celana berbahan katun yang melekatkan kakinya sempurna. Wajahnya punya pesona, tapi sayang kami sama dalam urusan role. Seorang uke gak lucu bercinta dengan sesama, serasa kayak lesbian.

Kumpulan Cerita Pendek (Gay Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang